Rabu, 09 Desember 2015

Aksi Kepolisian dan Mahkamah Kehormatan Dewan

Aksi Kepolisian dan Mahkamah Kehormatan Dewan

Edi Saputra Hasibuan  ;  Anggota Kompolnas RI
                                           MEDIA INDONESIA, 28 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

KASUS pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto terus menjadi berita utama di media massa. Pencatutan nama tersebut dilaporkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang berkaitan dengan dugaan permintaan saham untuk memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Sudirman Said menuduh Setya Novanto telah beberapa kali memanggil dan melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan tambang tersebut. Novanto diduga menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT Freeport Indonesia. Politikus itu kemudian meminta agar perusahaan tambang tersebut memberikan saham yang rencananya juga akan diberikan kepada Presiden dan Wapres.

Setya Novanto sesungguhnya sudah membantah dirinya mencatut nama Presiden dan Wapres terkait jatah saham PT Freeport. Bantahan itu disampaikan kepada wartawan seusai menemui Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wapres pada 16 November 2015.

Desakan masyarakat

Selain dilaporkan ke MKD, berbagai elemen masyarakat juga mendesak Kapolri agar menangani kasus pencatutan nama tersebut karena menurut sebagian pengamat hukum, kasus tersebut memenuhi unsure pidana, khususnya pencemaran nama baik. Bahkan, pengamat hukum Universitas Indonesia Hasril Hertanto menilai kepolisian seharusnya bisa langsung mengusut adanya dugaan pencemaran nama baik tanpa menunggu aduan.

Menurut Hasril, langkah proaktif dapat dilakukan Polri mengingat dugaan pencemaran nama baik terjadi atas Jokowi sebagai Presiden yang merupakan simbol dan lambang negara. Jadi, meskipun kasus itu memang masuk delik aduan, karena jabatan Jokowi sebagai Presiden, polisi bisa proaktif.

Saat menanggapi desakan berbagai elemen masyarakat, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya baru dapat mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait lobi PT Freeport Indonesia jika sudah menerima laporan resmi. Menurutnya, tindakan pencatutan nama seperti yang diduga terjadi termasuk dalam delik aduan karena tergolong pada tindak pidana pencemaran nama baik.

Selain pencemaran nama baik, pencatutan nama seseorang demi mendapatkan keuntungan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan. Mencatut nama orang lain dengan meminta share keuntungan dapat dikatakan tindakan penipuan. Apalagi, Presiden dan Wakil Presiden sudah membantahnya sehingga dalam pencaturan nama itu ada suatu kebohongan. Menurut Kapolri kebohongan inilah yang masuk ke unsur penipuan.

Meski demikian, penegak hukum lagi-lagi tidak dapat serta-merta melakukan penindakan. Pengusutan perkara itu harus didahului laporan dari pihak yang merasa menjadi korban, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden. Hingga saat ini Presiden dan Wapres tidak mempersoalkannya, apalagi melaporkannya ke penegak hukum.

Kepolisian saat ini justru memilih menunggu hasil keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan terlebih dahulu sebelum mengambil kebijakan atas kasus yang melibatkan Setya Novanto. Jadi, pihak kepolisian tidak ingin mencampuri urusan internal DPR RI terkait pemeriksaan Setya Novanto oleh MKD.

Kesungguhan MKD

Selain itu, menurut Kapolri, proses pemeriksaan di MKD akan berjalan lebih sulit jika pihaknya turun tangan. Terutama dalam hal menghadirkan saksi dan barang bukti. Kalau MKD dan Polri sama-sama menangani kasus tersebut, nanti bisa rebutan barang bukti.

Sikap Kapolri yang tidak ingin mencampuri MKD dan DPR RI tentu layak mendapat apresiasi. Kasus yang sudah ditangani suatu lembaga sebaiknya lembaga lain memang tidak perlu ikut melibatkan diri. Dalam kasus ini, Kapolri selain tidak ingin menonjolkan diri, juga sangat menjaga etika sehingga kepolisian tidak tergoda mengambil alih kasus pencatutan itu meskipun desakan dari berbagai elemen masyarakat begitu kuat.

Kalau kepolisian sudah menahan diri untuk tidak terlibat, Mahkamah Kehormatan Dewan seyogianya bersungguh-sungguh menangani kasus Setya Novanto. Di permukaan, kesungguhan itu memang sudah terlihat dengan adanya perubahan yang signifikan anggota MKD. Tiap-tiap fraksi telah mengirimkan anggota terbaiknya agar penanganan kasus Ketua DPR berlangsung objektif. Tentu itu harapan masyarakat terhadap DPR RI, khususnya MKD.

Hanya ada satu catatan, karena DPR sebagai lembaga politik, banyak yang meragukan MKD dapat menangani kasus Setya Novanto secara objektif. Keraguan sebagian elemen masyarakat tentu beralasan mengingat selama ini keputusan DPR lebih banyak bermuatan politis daripada menegakkan objektivitas.

Karena itu, momentum penanganan kasus Setya Novanto seyogianya dimanfaatkan MKD untuk membalikkan keraguan masyarakat terhadap DPR RI. MKD semoga dapat menegakkan etika bagi semua anggota DPR, termasuk terhadap sang ketua. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar