Kamis, 19 Februari 2015

Mengharamkan Imlek

Mengharamkan Imlek

Tom Saptaatmaja  ;  Alumnus Seminari St Vincent de Paul
KORAN TEMPO, 18 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Boleh percaya, boleh tidak. Ternyata, hingga kini, masih ada yang memberikan fatwa bahwa bagi umat kristiani dari aliran tertentu, turut merayakan Imlek adalah haram, bahkan menghasilkan dosa. Anehnya, terkadang fatwa ini justru berasal dari segelintir etnis Tionghoa sendiri. Mungkin mereka memiliki kepribadian ganda atau terpecah (split personality) ala Dr Jekyl & Mr Hyde.

Silakan berpandangan seperti itu, meski pandangan demikian jelas mencerminkan adanya kemiskinan wawasan multikultural. Pasalnya, semulaImlek hanyalah sistem kalender atau tarikh Cina kuno yang bersifat sekuler.

Imlek memangbukan hari raya keagamaan, seperti halnya Idul Fitri, Natal, dan Waisak. Perayaan Imleksudah ada sebelum lahirnya agama-agama besar dunia. Sistem kalender Imlek sudah ada 30 hingga 27 abad sebelum Masehi. Mengingat kemudian di Cina banyak penganut Taoisme, Buddha, dan Konghucu, Imlek akhirnya juga bermuatan agama. Bagi mereka, perayaan Imlek meliputi sembahyang Imlek di kelenteng, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Sembayang tersebut dilakukan sebagai wujud syukur dan doa serta harapan agar mendapat rezeki lebih banyak.

Adapun etnis Tionghoa yang beragama Kristen atau Islam di negeri ini tentu saja tidak bersembahyang di kelenteng. Paling-paling mereka makan malam bersama pada malam tahun baru. Hidangan wajibnya adalah ikan. Sebab, ada pepatah berbunyi "nian nian you yu", yang berarti "setiap tahun ada sisa (kelebihan rezeki)".

Setelah makan, kepala keluarga memasang petasan. Kemudian, pintu utama rumah ditutup dan disegel dengan kertas merah. Tujuannya, agar hawa dingin-karena saat itu musim dingin-tidak masuk rumah. Kertas merah sebagai lambang uang merupakan alat untuk menjaga kesejahteraan keluarga.

Jadi, Imlek sebenarnya semacam pesta atau reuni bagi setiap keluarga Tionghoa. Dalam tradisi Tionghoa yang sudah berumur 4.000 tahun, jia atau keluarga memiliki tempat utama. Anggota keluarga bukan hanya kakek, nenek, ayah, ibu, dan anak, tapi juga para leluhur yang telah meninggal dan generasi yang akan datang. Dari keluarga ini, kemudian muncul konsep xiao (sering juga diucapkan hao), yaitu bakti anak kepada orang tuanya.

Karena tempat keluarga begitu sentral, negara juga sangat bergantung pada keluarga. Konfusius pernah menulis, "Jika ada kebenaran dalam hati, akan ada keindahan dalam watak. Jika ada keindahan dalam watak, akan ada keserasian dalam rumah tangga. Jika ada keserasian dalam rumah tangga, akan ada ketertiban dalam bangsa. Jika ada ketertiban dalam bangsa, akan ada perdamaian di dunia".

Jadi, jika orang mau melihat pesan atau filosofi positif di balik Imlek, jelastidak perlu ada pengharaman.Soal pernak-pernik, yang mungkin tidak sesuai dengan keyakinan atau agama yang dianut, hanyalah sesuatu yang ditempelkan dan boleh diabaikan. Namun, jika kita mau jujur, ada sesuatu yang bisa kita apresiasi dari tradisi Imlek, setidaknya dari perspektif kebudayaan. Dengan demikian, Imlek halal-halal saja dirayakan. Gong xi fa cai 2566.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar