Kamis, 19 Februari 2015

Jangan Biarkan KPK Karam, Presiden

Jangan Biarkan KPK Karam, Presiden

Fransisca Ayu Kumalasari  ;  Alumnus Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum UGM, Tinggal di Solo
JAWA POS, 18 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

LENGKAP sudah upaya pelumpuhan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah Komisioner Bambang Widjojanto, kini Ketua KPK Abraham Samad (AS) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar). Penetapan status tersangka Samad terkait dengan kasus pemalsuan dokumen negara (Jawa Pos, 17/2). Dia diduga ikut membantu tersangka utama Feriyani Lim yang memalsukan dokumen berupa KTP, paspor, dan kartu keluarga pada 2007. Dengan demikian, Samad secara hukum diduga melanggar pasal 263, 264, 266 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.

Konsekuensinya, Abraham Samad harus mengundurkan diri dari jabatannya sehingga pimpinan KPK hanya tersisa dua orang, yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.

Ujian Tersulit

Asa pemberantasan korupsi sedang mendapat ujian tersulit sepanjang sejarah berdirinya KPK. Tanpa pretensi apa pun, terlihat ada semacam serangan sistematis ke dalam tubuh KPK pasca ditersangkakannya Komjen Budi Gunawan (BG). Dengan berlindung di balik alasan ’’KPK bukan malaikat’’, para komisioner KPK mulai diincar dan dipereteli segala ’’borok’’ masa lalunya. Para politikus yang pernah memiliki sentimen negatif dengan kinerja KPK terus memberondong argumen-argumen cercaan yang menggugat setiap mekanisme penyidikan di KPK.

Persetujuan DPR terhadap calon Kapolri Komjen BG, meski sudah ditersangkakan KPK, sebenarnya bagian dari jebakan para politikus di Senayan untuk menjerumuskan Presiden Jokowi ke kawah delegitimasi sekaligus ingin melawan KPK. Kita tahu, senjata politisi di DPR untuk menaklukkan otoritas istimewa KPK adalah merevisi UU KPK atau memereteli kewenangannya. Jurus-jurus itulah yang turut andil memanas-manasi hubungan di antara dua institusi besar tersebut sampai kini. Konflik dua institusi ini sempat mencapai klimaks pula ketika gugatan praperadilan terhadap penetapan tersangka BG diterima Senin kemarin (16/2).

Ada yang apriori terhadap hasil tersebut, namun tak sedikit pula yang mendukung kemenangan BG disertai embel-embel logika provokatif bahwa kerja KPK dinilai tidak profesional dan berwibawa. Kalaupun dengan rentetan peristiwa yang menimpa para komisioner KPK ini dijadikan alasan bahwa kinerja KPK tidak profesional dan menghormati prinsip kebenaran, ia tak sepenuhnya berdasar.

Dalam kasus BG, sejak semula, KPK menginvestigasi dan mengendus bau penyimpangan di balik sejumlah kepemilikan rekeningnya. Namun, Bareskrim Polri tetap apatis dan menyatakan transaksi BG adalah wajar. Padahal, publik sadar, sudah lama kasus rekening gendut menyeruak di sejumlah perwira tinggi, tetapi selalu sulit dibongkar. Keberhasilan KPK mengungkap skandal korupsi yang melibatkan sejumlah perwira tinggi Polri seperti Komjen Suyitno Landung, Brigjen Samuel Ismoko, dan Irjen Joko Susilo adalah bukti telak bahwa investigasi KPK memang lebih bergigi ketimbang investigasi kepolisian selama ini yang cenderung lebih melindungi koleganya. Kalau memang Polri profesional dan objektif, tentu kasus ketiga Pati Polri dan banyak kasus serupa lainnya bisa langsung diendus kepolisian sendiri.

Konflik KPK-Polri dengan segala jemawa sempit kelembagaan yang menyertainya akan terus mendegradasi hasrat eliminasi korupsi di bangsa ini jika tak diupayakan titik lebur untuk menyinergikan kembali semangat dan optimisme melawan segala kelaliman korupsi. Rakyat dan bangsa ini butuh lembaga penegak hukum yang memiliki komitmen suci, militan, berani, dan atribut moralitas untuk memenuhi panggilan sejarah melawan korupsi. Payahnya, segelintir akademisi turut ikut bermain di air keruh dengan ikut memprovokasi agar Presiden Jokowi tidak perlu mendengar rekomendasi Tim 9 dan tetap melantik Komjen BG sebagai Kapolri.

Melihat para polisi yang rela dan kompak bersujud syukur di jalanan becek sesaat setelah pengumuman kemenangan BG dalam sidang kemarin seakan mengirimkan sinyal bahwa semangat korsa yang menubuh di lembaga kepolisian lama-kelamaan bisa berujung ekstraksi koersif kebencian tanpa lagi bersikap objektif dan menjunjung tinggi kebenaran dalam bingkai sesungguhnya. Emosi individu dipahatkan ke sentimen dan korsa kelembagaan, sedangkan bangunan kelembagaan dibiarkan tererosi oleh perilaku individu yang abnormal, tak bermartabat karena sistem yang keropos sengaja dibiarkan demi memuluskan tradisi koruptif dan mutualisme kepentingan destruktif di dalam maupun di luar lembaga.

Yang tak kalah mengherankan, mengapa upaya mengungkap borok para pimpinan KPK baru dilakukan sekarang? Mengapa tidak diungkap sejak dulu oleh DPR, khususnya komisi III yang memang berkewajiban melakukan ’’fit and proper test’’ terhadap calon komisioner KPK? Semua pertanyaan itu serasa menggantung di langit kemunafikan masif yang tanpa sadar membuat para elite dan pemimpin bangsa ini ikut andil mereproduksi benih-benih kehancuran bagi bangsa.

Jangan Karam

Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, termasuk menghindari keberlanjutan pelemahan sistematis terhadap jihad melawan korupsi, presiden harus segera mengeluarkan perppu untuk mengisi seluruh kursi pimpinan KPK yang kosong. Dengan begitu, prosedur pengambilan keputusan di KPK bisa pulih kembali dan koordinasi serta arahan agenda pemberantasan korupsi dapat sesuai dengan prosedur hukum. Yang tak kalah penting, presiden juga perlu mengeluarkan keppres untuk memberhentikan AS, untuk menjaga martabat dan kewibawaan lembaga, sehingga KPK bisa terus fokus dan kontinu dalam melaksanakan agenda sucinya untuk meninju congkaknya korupsi di bangsa ini. Hal imperatif tersebut perlu ditempuh presiden karena pemandangan kapal KPK yang nyaris tenggelam sudah terlihat di depan mata. Harus disadari, pemimpin dan semua elemen antikorupsi di bangsa ini sedang berkejaran dan berkelahi dengan waktu dalam melawan para vampir, koruptor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar