Jumat, 13 Februari 2015

Fenomena Hujan Tinggi di Jakarta

Fenomena Hujan Tinggi di Jakarta

Paulus Agus Winarso   ;   Pengajar Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
KOMPAS, 12 Februari 2015
                                                        
                                                                                                                                     
                                                

Sepanjang Minggu hingga Senin, 8–9 Februari 2015, telah berlangsung kondisi cuaca yang cukup istimewa: curah hujan berkepanjangan lebih dari 12 jam. Di Stasiun Meteorologi Pelabuhan Tanjung Priok bahkan turun hujan es.
Dari catatan pengukuran curah hujan yang dapat diakses melalui internet dari berbagai pengamatan cuaca di seluruh dunia—termasuk dari BMKG Indonesia—diketahui bahwa curah hujan yang mulai Minggu pagi dan kemudian meningkat pada Minggu malam hingga Senin siang, termasuk kategori luar biasa khususnya di sekitar kawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.

Pada kawasan Tangerang dan Jakarta, selain hujan tinggi telah berlangsung pula kondisi badai, yaitu badai guntur (thunderstorm), badai es (hailstorm), dan hujan lebat/hujan badai (rain storm). Hanya kondisi angin badai tidak berlangsung. Artinya kondisi badai telah berlangsung mulai Minggu malam hingga Senin menjelang siang.

Dari hasil pengamatan satelit cuaca milik Biro Cuaca Australia, pada jam pengamatan pukul 10.32 WIB, tampak warna putih awan hujan  di sebagian di kawasan Banten dan Jabodetabek, selain juga selatan kawasan Jawa Barat.

Gugusan awan di sekitar kawasan Pulau Jawa hingga perairan di selatannya jika dikembangkan lebih lanjut menunjukkan adanya suatu kondisi udara naik yang diakibatkan oleh mekanik dan bersifat termis. Kondisi mekanik yang dimaksud adalah hadirnya udara mengumpul di lapisan bawah yang dalam istilah teknis meteorologi konvergensi atau angin bertemu.

Pertemuan angin lapisan bawah yang basah akan berdampak pada naiknya udara ke atas untuk membentuk awan hujan. Sedangkan kondisi termis yang dimaksud adalah adanya lataan atau adveksi udara dingin dari daratan Asia yang kini mengalami musim dingin kuat yang mendinginkan udara di atas. Inilah yang mendukung adanya pembekuan cairan menjadi es.

Kondisi hujan yang terjadi saat ini merupakan suatu kondisi perkembangan yang telah giat dan telah berlangsung sejak dalam beberapa tahun terakhir, mulai tahun 2010. Khususnya dengan indikasi penurunan suhu udara secara global, seiring dengan kegiatan Matahari yang kini dalam siklus 24—mulai dari tahun 2010 dan akan berakhir tahun 2020—berdasarkan prakiraan jumlah bintik matahari yang dikeluarkan oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

Kejadian pertama

Apabila kondisi ini dibandingkan dengan kondisi curah hujan selama empat tahun terakhir, tampaklah bahwa hujan yang terjadi pada 2015 ini merupakan kejadian untuk pertama kalinya jika dibandingkan dengan kondisi curah hujan tinggi pada awal tahun 2010 hingga awal tahun ini. Hanya kondisi ini hampir identik merupakan gabungan antara dua kondisi fisis udara, yaitu akibat kondisi mekanis dengan pertemuan angin lapisan bawah yang mendorong pembentukan udara dan didukung dengan pendinginan lapisan udara atas. Hal ini ditunjukkan dengan hadirnya peristiwa seruakan dingin yang kini terjadi dan berlangsung saat pemanasan udara atau konveksi yang terjadi jika tanpa awan.

Pada bagian lain, curah hujan tinggi umumnya dipicu oleh kehadiran badai tropis yang giat di selatan, barat daya dan tenggara Pulau Jawa yang terjadi selama beberapa puluh tahun sebelum 2010. Kejadian tahun ini seperti kejadian banjir Jakarta pada 9-10 Februari 1996, di mana kawasan Jakarta mendapat curah hujan 300 milimeter/hari.

Saat ini, pada 8-9 Februari 2015, hampir seluruh kawasan Jakarta hujan. Di tiga wilayah, hasil pengukuran pada pukul 07.00 adalah rata-rata curah hujan 35 milimeter. Yang berbeda signifikan hanya di Bandara Soekarno Hatta: 73 milimeter, sedangkan di Kantor BMKG Jakarta Pusat: 177 milimeter.

Namun, hasil pengukuran pada pukul 13.00 menunjukkan peningkatan curah hujan secara berarti. Pada tiga kawasan yang sama, Curug-Tangerang, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Citeko-Bogor, rata-rata curah hujan menjadi 142,3 milimeter. Di Bandara Soekarno-Hatta meningkat menjadi 84 milimeter dan di Kantor BMKG Jakarta Pusat menjadi 368 milimeter.

Perubahan signifikan terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang semula 38 milimeter pada pagi hari menjadi 311 milimeter pada siang hari.

Dengan demikian, kondisi curah hujan pada 8–9 Februari 2015 itu sudah tergolong tinggi. Namun, karena areal pusat hujan tinggi terpusat di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, daerah genangan dan banjir juga paling parah di kedua kawasan itu.

Bandingkan dengan kejadian banjir besar pertama kali pada 1996, dengan curah hujan 200–325 milimeter dan pada hari berikutnya 100–150 milimeter di kawasan Bogor.

Kondisi curah hujan yang berbeda ekstrem antarwilayah maupun antarwaktu setiap tahun ini, tentu saja telah membingungkan berbagai kalangan. Sebenarnya, kondisi curah hujan sebagai bagian dari proses fisika dan dinamika udara memang akan kian beragam seiring kondisi keragaman cuaca dan iklim bumi akibat keragaman pancaran radiasi matahari dan perubahan tata guna lahan.

Bagaimana kondisi perkembangan curah hujan untuk masa mendatang?

Hingga tulisan ini dibuat, kawasan belahan bumi selatan sekitar wilayah Indonesia mengalami surplus badai tropis. Artinya hingga kini sangat rendah pertumbuhan badai tropis yang umumnya hadir di selatan dan barat daya Pulau Jawa dan kawasan utara Benua Australia.

Curah hujan tinggi

Kondisi yang terjadi dan berlangsung hingga jelang pertengahan Februari 2015 menunjukkan bahwa curah hujan tinggi telah tersebar dan berlangsung di seluruh kawasan dengan konsekuensi bencana banjir, banjir bandang dan tanah longsor. Namun, sepertinya kondisi akan berangsur-angsur menurun baik dari kualitas dan kuantitasnya.

Pengalaman menunjukkan informasi yang menyesatkan terkadang muncul di kalangan masyarakat pasca-banjir. Oleh karena itu, penting menyimak informasi dari lembaga berwenang. Menurut data puncak hujan kawasan Pulau Jawa, puncak curah hujan akan berkisar dari dasarian I bulan Januari (periode tanggal 1–10) hingga dasarian II bulan Februari (periode tanggal 11–20). Dengan demikian, curah hujan tinggi masih akan berpeluang terjadi dengan kuantitas dan kualitas yang kian menurun atau kurang dari 300 milimeter/hari.

Untuk kawasan Jabodetabek sepertinya kondisi penurunan kualitas dan kuantitas curah hujan mulai terjadi. Yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan masih hadirnya curah hujan antara 50–150 milimeter per hari yang umumnya berpeluang terjadi hingga 20 Februari 2015.

Demikian juga kawasan selatan ekuator wilayah Indonesia akan berangsur turun, tetapi untuk kawasan sekitar ekuator dan kawasan utara perlu mewaspadai kondisi kenaikan curah hujan. Ini khususnya di kawasan yang berpola hujan ekuatorial karena mempunyai dua puncak musim. Maret/April sebagai puncak musim hujan pertama dan September/Oktober sebagai puncak musim hujan kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar