Rabu, 11 Februari 2015

Strategi Regional Diplomasi Ekonomi

Strategi Regional Diplomasi Ekonomi

Rene L Pattiradjawane   ;   Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 11 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Ada yang tidak dimengerti, mengapa kunjungan Presiden Joko Widodo ke tiga negara ASEAN menurun kualitas diplomasi dan strateginya dibandingkan dengan kunjungan sebelumnya ke Beijing, Naypyidaw, dan Brisbane, akhir
tahun lalu. Diplomasi ekonomi yang diharapkan menjadi pilar penting pemerintahan baru ini ternyata bergerak liar, memberi kesan strategi dan koordinasi tidak dipersiapkan dengan baik.

Salah satu yang krusial, menyangkut penandatanganan memorandum kesepahaman ”MOU Signing Ceremony the Development and Manufacturing of Indonesia National Car”, demikian judul resmi seperti tercantum dalam latar belakang gambar yang beredar di media. Ironisnya, memorandum kesepahaman ini dilakukan di tengah ketidaksepahaman kedua pemimpin negara Indonesia dan Malaysia tentang strategi mobil nasional dan ketidakpekaan dalam iklan ”Fire Your Indonesian Maid”, beberapa waktu sebelumnya.

Kehadiran Presiden Jokowi di acara penandatanganan MOU ini bukan salah paham. Perlu ditegaskan, bukan karena menyangkut persoalan APBN atau murni kerja sama swasta. Ada persoalan strategis yang perlu dibenahi, bukan hanya dalam konteks bilateral, regional, maupun global, melainkan juga persoalan strategis domestik. Hal itu terutama tentang Indonesia yang hanya dijadikan pasar oleh berbagai perusahaan multinasional.

Dalam lingkup domestik, berbagai perusahaan otomotif multinasional menjual sekitar 1,2 juta mobil. Jumlah ini belum termasuk penjualan motor, yang sekitar 8 juta unit tahun 2014. Kemacetan adalah persoalan krusial Indonesia. Persoalan utama adalah infrastruktur jalan yang tidak memadai, disertai penjualan industri otomotif yang masif, dan tidak memadainya sarana transportasi massal publik.

Artinya, berbagai perusahaan multinasional hanya memikirkan Indonesia sebagai pasar bagi keuntungan diri sendiri. Sudah waktunya pemerintah daerah di Indonesia memberlakukan moratorium penjualan mobil jika perusahaan multinasional ini tidak ikut membantu menyelesaikan masalah infrastruktur jalan di Indonesia.

Secara regional dan global, para ”pembisik” Presiden harus berani mengatakan, sudah waktunya Indonesia-Malaysia memikirkan mekanisme kerja sama lebih luas dalam rangka Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, termasuk ”mobil ASEAN”, melalui pembagian kerja anggota ASEAN mana yang bersedia menyiapkan komponen-komponen otomotif bersama ini.

Dalam konteks ini, diperlukan para diplomat yang unggul dalam perundingan dengan negara-negara ASEAN untuk meyakinkan upaya ini demi keuntungan bersama, bukan menjadikan pasar masing-masing anggota hanya dinikmati perusahaan multinasional. Dengan demikian, fondasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 bisa ditopang secara kokoh karena ada kebersamaan yang kuat dalam tindak gotong royong.

Perlu diingatkan, dalam kurun lima tahun ke depan, kawasan Asia Tenggara akan dibanjiri dan dipengaruhi konsep strategis Jalan Sutra Maritim Abad ke-21 yang diprakarsai Presiden RRT Xi Jinping. Termasuk di dalamnya pembentukan bank pembangunan multilateral AIIB, yang melulu bertujuan pada kekayaan, bukan pada kesejahteraan seperti yang akan tercantum dalam pasal tujuan berdirinya bank tersebut.

Ada beberapa faktor yang sebenarnya memberikan peluang kebersamaan ASEAN memperdalam kerja sama ini. Pertama, setengah keanggotaan AIIB sekarang ini adalah ASEAN. Artinya, tanpa ASEAN, bank pembangunan multilateral ini tidak memiliki peluang untuk berkembang memadai, dan kohesi regional memberi peluang bagi dorongan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Termasuk penyatuan kekuatan industri otomotif sebagai tulang punggung ekonomi ASEAN.

Kedua, hampir lima dekade pasaran ASEAN dibanjiri dan diraup industri otomotif multinasional, meninggalkan persoalan infrastruktur memacetkan berbagai jalan dari Bangkok sampai Jakarta. Hanya memikirkan program mercu suar mobnas tidak menyelesaikan pangkal masalah kepentingan publik, lingkungan hidup, dan peluang strategis membangun kawasan Asia Tenggara yang damai dan stabil bagi pertumbuhan nasional negara masing-masing.

Peluang strategis regional Presiden Jokowi tidak panjang, melihat kemelut politik domestik yang berkepanjangan mempertajam pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintahan baru ini. Indonesia sebagai poros percaturan strategi regional harus mampu membangun fondasi kerja sama kepentingan ASEAN, memberikan peluang bagi kita bersama membangun ekonomi modern kuat di abad ke-21 asas kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar