Kamis, 12 Februari 2015

Jokowi dan HPN

Jokowi dan HPN

Agus Sudibyo   ;   Redaktur Pelaksana Jurnal Prisma
MEDIA INDONESIA, 11 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

HARI Pers Nasional (HPN) 2015 yang berlangsung di Batam berakhir tanpa ke hadiran Presiden Jokowi Widodo (Jokowi). Ketidakhadiran Presiden itu menjadi perbincangan serius di kalangan komunitas pers nasional. Mengapa Presiden tidak hadir? Apa penyebabnya? Apa konsekuensi ketidakhadiran itu terhadap hubungan Presiden dengan komunitas pers ke depan?

Meskipun bukan pertama kali terjadi, ketidakhadiran presiden dalam HPN kali ini memang sangat mengagetkan. Alasan yang utama jelas ialah bahwa hubungan antara Jokowi dan pers selama ini sangat erat. Jokowi ialah fenomena media darling. Jokowi ialah produk keberhasil an media mengorbitkan pemimpin alternatif di tengah-tengah kejumudan bursa kepemimpinan nasional setahun menjelang Pemilihan Presiden 2014. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi juga mengakui kontribusi pers dalam keberhasilannya meraih kursi RI-1.Lalu mengapa Jokowi justru tidak hadir ketika komunitas pers nasional merayakan hari jadinya?

Muncul kesan kuat, Presiden Jokowi tidak memahami benar magnitude dan signifikansi dari HPN. Jokowi tidak berhasil mengukur seberapa besar skala peristiwa HPN dan apa artinya kehadiran atau ketidakhadiran seorang presiden di dalamnya. Memang sejauh ini asal usul dan sejarah HPN masih sering dipertanyakan. Transpa ransi dan akuntabilitas dari kegiatan itu juga terus-menerus dikritisi dan harus diperbaiki.Namun, secara faktual dapat dilihat, HPN telanjur menjadi peristiwa besar tahunan bagi komunitas pers. Kegiatan itu berhasil menghimpun perhatian dan kehadiran begitu banyak pihak. Bukan hanya komunitas pers nasional yang menghadiri kegiatan itu, melainkan juga kalangan bisnis, pimpinan DPR, partai politik, menteri-menteri, duta besar, gubernur, wali kota, dan bupati dari seluruh Indonesia.

Kehadiran presiden dalam HPN secara simbolis menunjukkan sikap respek presiden terhadap komunitas pers. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ialah contoh yang lumayan baik. Meskipun terus-menerus menjadi sasaran kritik pemberitaan pers, ia selalu menyempatkan hadir dalam HPN. Dalam acara puncak HPN, tak segan-segan Presiden Yudhoyono menyentil pers. Namun, sentilan Presiden itu tidak menjadi masalah bagi komunitas pers karena kehadiran Presiden Yudhoyono jauh lebih penting. Bisa jadi pula pers memang layak dikritik dan presiden memiliki hak untuk melontarkan kritik tersebut.

Hal itu yang tampaknya kurang disadari Presiden Jokowi. Bisa jadi, orangorang dekat Presiden Jokowi tidak mampu menjelaskan magnitude dan signifikansi HPN kepada Presiden. Tidak ada yang memberi pertimbangan betapa pentingnya Presiden hadir di HPN. Sebaliknya, barangkali justru ada bisikan-bisikan agar sebaiknya Presiden tidak hadir dalam HPN. “Daripada ditanya macam-macam oleh pers tentang masalah-masalah politik terkini dan Presiden tidak siap menjawabnya atau menjawabnya secara salah, lebih baik tidak hadir.“ Mungkin begitu jalan berpikir si pembisik itu.

Komunitas mandiri

Perlu diperhatikan, presiden dapat hadir di HPN tanpa harus memberikan pernyataan politik apa pun. Presiden cukup memberikan kata sambutan formal, standar, dan mengucapkan salam.Presiden cukup membahas hal-hal terkait dengan pengembangan komunikasi massa di Indonesia. Pernyataan politik presiden memang ditunggutunggu dalam HPN kali ini. Namun, sudah beberapa kali terjadi, presiden hadir di arena HPN tanpa pernyataan politik yang tegas dan tertentu. Yang dibutuhkan pertama-tama ialah komunikasi politik dan silaturahim dengan komunitas pers nasional. Dalam konteks inilah, Presiden Jokowi beserta jajarannya perlu mengambil pelajaran dari HPN kali ini.

Di sisi sebaliknya, komunitas pers hendaknya tidak perlu memendam kekecewaan mendalam atas ketidakhadiran Presiden Jokowi dalam HPN. Toh HPN telah berjalan dengan semarak. Kehadiran Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memberikan nilai lebih bagi HPN. Pers perlu mencitrakan dirinya sebagai komunitas yang independen, mandiri, dan bermartabat. Komunitas pers tidak bergantung atau menggantungkan dirinya kepada pemerintah, presiden, atau kekuatan politik yang lain. Komunitas pers menjalankan agenda-agendanya dengan atau tanpa kehadiran unsurunsur politik dan pemerintahan.Dari sisi ini, ada hikmahnya juga Presiden Jokowi tidak hadir di HPN Batam.

Perlu juga dipastikan absennya Presiden dalam HPN tidak lantas membuat komunitas menjadi bersikap apriori terhadap pemerintah atau Presiden. Pers saat ini memang harus menunjukkan sikap kritisnya terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Namun, hal ini bukan karena rasa sakit hati karena ketidakhadiran Presiden dalam HPN, melainkan karena kinerja Presiden memang sedang layak untuk disorot dan dikritisi. Sikap kritis terhadap Presiden itu pun tetap harus dilakukan dengan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Ketidakhadiran Presiden dalam HPN semestinya tidak menjadi masalah besar bagi komunitas pers. Kalaupun ada yang dirugikan ketidakhadiran Presiden, barangkali, ialah masyarakat Batam. Pesta rakyat telah disiapkan dan masyarakat Batam telah siap menyambut presidennya. Patut dicatat, dalam pemilihan presiden tahun lalu, Batam penyumbang suara signifikan bagi kemenangan Jokowi. Presiden telah meninggalkan kesan yang kurang bagus di mata masyarakat Batam.

Pada titik ini, sekali lagi HPN Batam memberi pelajaran penting bagi Presiden Jokowi. Sebuah kesempatan berharga telah dilewatkan dan hasilnya ialah kesan yang kurang bagus bagi dua pihak: masyarakat Batam dan komunitas pers. Kinerja staf kepresidenan dan pembantu presiden perlu dievaluasi dengan serius kali ini. Kecuali jika ketidakhadiran dalam HPN itu memang merupakan keputusan Presiden Jokowi sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar