Minggu, 08 Januari 2017

Pluralitas Itu Sunatullah

Pluralitas Itu Sunatullah
(Wawancara)
Haedar Nashir  ;   Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020
                                                DETIKNEWS, 02 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Cuma butuh 10 menit bagi 13 anggota formatur untuk memilih Haedar Nashir sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020. Sekitar 2.000 peserta muktamar Muhammadiyah di Makassar pada 5 Agustus lalu secara aklamasi menyetujui pilihan tersebut. Proses pemilihan berjalan tertib, lancar, tanpa gejolak.

Di lingkungan Muhammadiyah, pria kelahiran Bandung, 25 Februari 1958, itu memang bukan orang baru. Kariernya merangkak dari bawah, sejak menjadi Ketua I Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada 1983 hingga Ketua PP Muhammadiyah selama dua periode, 2005-2015.

Tak cuma aktif berorganisasi, Haedar Nashir juga giat menulis buku dan artikel di surat kabar. Sedikitnya 10 buku tentang Muhammadiyah telah dirilisnya. "Ensiklopedi berjalan Muhammadiyah", begitu ia pernah dijuluki Hajriyanto Y. Thohari, mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Perpaduan antara tertib organisasi, intelektualitas, dan gaya komunikasinya yang santun menjadi modal kuat bagi pengembangan Muhammadiyah ke depan.

Bagaimana dia akan mewujudkan konsep Muhammadiyah yang berkemajuan seperti amanat muktamar, bagaimana pula pandangannya tentang berbagai isu kebangsaan? Simak petikan perbincangan dengan Haedar Nashir, yang berlangsung pada Kamis, 20 Agustus lalu, di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, berikut ini:

Perserikatan Muhammadiyah mengusung konsep Islam berkemajuan. Bagaimana Anda menjelaskan konsep tersebut?

Islam yang berkemajuan, pertama, secara teologi, kita merujuk pada esensi ajaran Islam, yakni dinul hadharah sebagai agama yang membangun peradaban. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran maupun hadis nabi yang merujuk pada pesan-pesan Islam yang berkemajuan, misalkan surat al-Hashr ayat 18. Atau surat ar-Ra'd ayat ke-11, yang mengajarkan Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah kaum sehingga kaum itu yang mengubah dirinya sendiri. Ayat pertama dalam Al-Quran, "Iqra", sesungguhnya menjadi napas utama orang untuk membaca, mengkaji, memikirkan. Itu bukan hanya tentang teks kitab suci, tapi juga alam semesta.

Kedua, dalam konteks sejarah, Islam berkemajuan itu digoreskan dalam tinta perjalanan nabi selama 23 tahun di Mekah dan Madinah. Atau dikenal dari masyarakat jahiliah menjadi tamadun atau masyarakat yang beradab. Sejarah Islam setelah itu selama 6 abad lamanya mengukir sejarah kemajuan, sehingga disebut era kejayaan Islam.

Dari semua itulah yang dikonstruksi ulang menjadi pandangan Muhammadiyah sebagai Islam berkemajuan. Itu menerjemahkan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam aksi-aksi perubahan yang membawa reformisme dalam alam pikiran masyarakat dan tradisional menjadi masyarakat yang maju dalam bidang pendidikan, dari tradisional menjadi pendidikan Islam modern. Begitu juga di bidang kesehatan dan pelayanan sosial serta mempelopori gerakan perempuan Islam yang berkemajuan, yakni Aisyiyah.

Seperti apa Anda menerjemahkan konsep tersebut dalam program Muhammadiyah lima tahun mendatang?

Pertama, kita ingin melihat problem apa sekarang yang paling krusial di tubuh umat Islam. Kita lihat ekonomi dan kultur. Ekonomi umat Islam, walaupun mayoritas secara jumlah, tapi lemah. Muhammadiyah mendorong lima tahun ke depan menjadi kekuatan ekonomi yang relatif bisa dinamis dan menjadi kekuatan mandiri. Kedua, secara kultur, kita harus memperkuat basis perubahan sosial dengan gerakan dakwah komunitas dengan nilai Islam yang dinamis dan membawa kemajuan.

Tantangan untuk mewujudkan konsep tersebut?

Kerja membangun komunitas akan berhadapan dengan kendala struktural, misalkan politik. Politik itu melahirkan orientasi hidup yang pragmatis, seperti misalnya pilkada. Ini akan melatih masyarakat yang menerabas, apa saja diterima, tidak perlu dipedulikan bahwa itu benar, baik, dan patut seperti transaksi politik uang. Kemudian masyarakat orientasinya menang-kalah. Dalam konteks ekonomi, tidak mudah bagi kekuatan agama untuk hadir menjadi seperti yang terjadi di Eropa Barat dengan spirit kapitalisme yang berbasis pada etika Protestan. Karena, pada saat yang sama, masyarakat dihadapkan pada orientasi struktural, lebih suka menjadi pegawai negeri ketimbang jadi wirausahawan. Kami punya perangkat institusional yang relatif kuat, yakni amal-amal usaha, lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan sosial, dan mulai langkah-langkah bisnis yang mulai dibangun di beberapa daerah.

Anda juga mewanti-wanti agar kader Muhammadiyah mengedepankan toleransi pada pihak yang tak sepaham?

Jadi salah satu ciri dari pandangan Islam yang berkemajuan (adalah) membangun relasi sosial yang damai tanpa kekerasan, mengedepankan kesamaan tanpa diskriminasi, dan hubungan-hubungan sosial yang harmonis, di mana nilai ketuhanan juga menjadi landasan pada nilai kemanusiaan. Bagaimana mengedepankan nilai-nilai Islam yang substantif, kemudian penuh toleransi, perdamaian, menghargai perbedaan, bahkan ada dialog Sunni dan Syiah, semuanya menjadi komitmen Muhammadiyah. Kami yakin di tubuh bangsa ini, termasuk di kalangan umat Islam yang beragam, sesungguhnya orientasi untuk harmoni, damai, dan menghargai perbedaan itu modal dasarnya kuat.

Usaha untuk membendung kelompok takfiri masuk rekomendasi muktamar. Anda melihat ada kecenderungan kelompok ini membesar?

Kita ingin mengajak kekuatan-kekuatan agama untuk tidak memproduksi pandangan-pandangan yang sifatnya takfiri, yang cenderung sesat-menyesatkan. Sekali takfiri itu dikembangluaskan, ruang publik keagamaan akan semakin pengap. Akhirnya mungkin bukan hanya faktor agama yang bisa jadi pemicu, tapi ketika terjadi pemicu, yang lain akan meledak. Di sini kita harus mendorong paham dan pandangan keagamaan yang sifatnya esensi. Hal-hal yang rukun syariah tetap menjadi khazanah bagi tiap orang untuk yakin pada tiap agamanya.

Mengapa kelompok ini muncul?

Mungkin karena ingin pandangan keagamaannya yang serbapuritan itu menjadi alam pikiran banyak orang. Karena semangatnya seperti itu, toleransi menjadi rendah. Yakin terhadap keyakinan agama itu mutlak bagi siapa pun karena agama itu menanamkan keyakinan yang mutlak. Tetapi, pada saat yang sama, ketika menyangkut perbedaan paham, dia harus puya prinsip lagi yang kedua bahwa toleransi itu menjadi penting. Jangan sampai keyakinan yang mutlak kepada diri sendiri lalu mempersempit toleransi. Dia perlu menerjemahkan ulang tafsir-tafsir keagamaannya yang berlaku pada dirinya, juga relasi dalam kehidupan dengan orang lain perlu diperkokoh toleransi.

Kedua, menciptakan habitat. Orang yang hidup dalam suatu lingkungan homogen biasanya tingkat toleransinya rendah. Kultur heterogen ini harus diciptakan dalam ruang kehidupan berbangsa, antaragama, dengan memperkaya dialog dan belajar saling silaturahmi.

Sikap senang menyesatkan ini bertentangan dengan watak Islam yang menurut Anda toleran, penuh kasih sayang, dan santun....
Betul. Jadi banyak sekali dalam Al-Quran prinsip-prinsip yang, di satu pihak, dalam hal akidah, beribadah itu orang Islam harus kokoh. Tapi, secara bersamaan, dalam hubungan muamalah duniawi, dia harus longgar, jembar, terbuka banyak jalan dan jendela untuk melihat realitas kehidupan yang berpelangi. Muhammadiyah punya institusi edukasi untuk mendewasakan umat belajar toleran, damai, cinta kasih, dan saling berbagi bahkan dengan mereka yang berbeda agama sekalipun. Kita kan satu turunan dari Nabi Adam. Satu nasab ini tidak boleh menghilangkan rasa kebersamaan biarpun berbeda pandangan keagamaan bahkan berbeda agama.

Anda tak khawatir dituding liberal dengan pemikiran-pemikiran semacam itu?

Insya Allah tidak, karena itu keputusan organisasi. Dalam muktamar satu abad yang lalu tentang pluralitas keagamaan, Muhammadiyah sudah mengeluarkan pandangan bahwa Muhammadiyah mengakui pluralitas keagamaan sebagai sunatullah, dan siapa yang menolaknya, berlawanan dengan sunatullah. Tapi Muhammadiyah menolak pandangan pluralitas keagamaan yang mengarah pada pluralisme yang sifatnya sinkretis, sintetisme, dan merelatifkan kebenaran agama.

Jihad konstitusi masih akan berlanjut di bawah kepemimpinan Anda?

Itu sudah menjadi keputusan organisasi juga, sudah ada bukunya yang didasarkan pada Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa dan Indonesia Berkemajuan--Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna.

Sempat muncul wacana agar Muhammadiyah mendirikan partai politik?

Memang muncul, ada dua pengusul yang mengarah bahwa pentingnya Muhammadiyah berpikir tentang partai politik. Tetapi, di ujung pleno terakhir, itu tidak jadi keputusan. Muhammadiyah tetap di garis khitah Ujung Pandang tahun 1971, yang menegaskan tidak ada hubungan organisatoris dan afiliasi dengan partai politik mana pun, termasuk mendirikan partai politik. Khitah Denpasar 2002 juga berisi pentingnya partai politik yang ada untuk menjalankan fungsi politiknya yang demokratis dan berperadaban dalam kehidupan politik.

Anda pribadi dalam buku Perilaku Politik Elite Muhammadiyah Tahun 2000 memang tidak bersepakat mendekatkan Muhammadiyah dengan parpol, ya?

Saya hanya menerjemahkan pikiran-pikiran khitah itu dalam aktualisasi Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah dekat dengan partai A, nanti partai B, C, dan D menjauh. Lalu, ketika partai yang didukung berbenturan politik dengan partai lain dan kelompok lain, Muhammadiyah akan terbawa dampaknya. Pada saat yang sama, kader politik Muhammadiyah ada di berbagai tempat sehingga, jika menjurus ke satu partai, terjadi kader Muhammadiyah di partai lain tidak terayomi. Tapi kita memandang perjuangan politik itu tetap penting.

Bagaimana Anda menyikapi usulan dari kalangan muda Muhammadiyah agar jenazah koruptor tidak disalatkan?

Di muktamar itu Muhammadiyah memang tidak memasukkan agenda fatwa. Karena, ada institusi khusus yang membahas masalah keagamaan, itu disebut munas tarjih, satu level di bawah muktamar. Menyangkut hukumnya, kita akan bawa ke sidang tarjih. Tetapi dimensi yang harus dibaca dari usulan tersebut adalah tindakan korupsi harus menjadi musuh bersama. Bahkan harus menjadi dosa sosial yang setiap orang lalu menjadi terkutuk karena itu. Ini sebenarnya pesan sosialnya supaya ada rasa benci dari setiap orang pada korupsi dan koruptor.

Oh ya, istri Anda juga kembali memimpin PP Aisyiyah. Duet ini sebuah keuntungan atau beban tersendiri?

Kata istri saya, itu muktamar takdir. Kita tidak pernah berpikir, tetapi Allah menakdirkan begitu dan muktamirun juga tanpa direkayasa memberi mandat dan amanat seperti itu. Selalu ada beban saat mengemban amanah, itu manusiawi. Lebih baik kita berbeban-beban tetapi dengan sesuatu yang bermakna. Siapa tahu kami berdua dengan tetap dalam koridor sistem bisa menunaikan amanah dengan baik. Perjalanan hidup kami yang penting ketulusan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar