Indonesia dan PBB
Retno LP Marsudi ; Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
|
KOMPAS,
07 Oktober 2015
Perhelatan besar dunia di New York berupa Sidang Majelis Umum
Ke-70 PBB serta rangkaian pertemuan tingkat tinggi lain telah usai. Apa arti perhelatan
tersebut bagi Indonesia dan apa peran yang dimainkan Indonesia dalam
rangkaian pertemuan-pertemuan tingkat tinggi tersebut?
Ada yang membedakan penyelenggaraan Sidang Majelis Umum PBB
tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini PBB genap 70 tahun
sehingga sidang kali ini dilakukan untuk memperingati pembentukan PBB 70
tahun lalu.
Setidaknya terdapat empat pertemuan pada tingkat tinggi.
Pertama, pertemuan untuk menyetujui Agenda Pembangunan Dunia pasca 2015 atau
disebut Sustainable Development Goal
(SDG). SDG dapat dikatakan tindak lanjut dari Millennium Development Goal (MDG). Kedua, pertemuan untuk
membahas misi perdamaian dunia. Ketiga, pertemuan membahas persamaan jender
dan pemberdayaan perempuan. Keempat, pertemuan tingkat tinggi kerja sama
Selatan-Selatan.
Tahun ini pula, satu peristiwa sejarah yang mengharukan terukir
dengan dikibarkannya bendera Palestina di PBB. Pengibaran bendera ini memang
belum mengubah status Palestina sebagai non-member
observer state. Namun, peristiwa bersejarah yang dihadiri ratusan menteri
luar negeri-termasuk Indonesia-itu menunjukkan adanya fakta yang tidak
terbantahkan mengenai dukungan luar biasa masyarakat dunia terhadap
kemerdekaan Palestina.
Pengibaran bendera ini merupakan building block menuju kemerdekaan
Palestina dan keanggotaannya secara penuh di PBB. Jalan panjang masih harus
dilalui Palestina. Indonesia akan selalu bersama dengan Palestina dalam
perjuangan tersebut.
Selain pertemuan pada tingkat pemimpin, tak terhitung jumlah
pertemuan pada tingkat menteri luar negeri. Salah satu pertemuan yang menarik
dari sekian banyak pertemuan menteri luar negeri adalah pertemuan tentang
penggunaan veto (ministerial event on
restraining the use of veto). Dalam pertemuan itu, Indonesia menjadi
salah satu dari lima negara yang diminta untuk bicara.
Tiga isu besar
dunia
Dari sekian banyak isu yang dibahas dan pertemuan yang dilakukan
di PBB tahun ini, ada tiga isu besar yang Indonesia berperan sangat aktif dan
peran ini sangat diakui dunia.
Pertama, isu peacekeeping operation (PKO). Kontribusi Indonesia
dalam PKO sangat dihargai dunia. Tahun ini, Indonesia menunjukkan
kepemimpinannya dengan menjadi tuan rumah pertemuan regional Asia Pasifik
mengenai PKO. Sejauh ini Indonesia telah menerjunkan 2.730 orang dalam PKO di
sembilan negara. Baru-baru ini Indonesia juga menyumbang tiga helikopter M-17
untuk diterjunkan di Mali. Dalam berbagai kesempatan, Indonesia juga
menawarkan kerja sama pelatihan di Peace
Keeping Center, Sentul, Jawa Barat.
Selama pertemuan tingkat tinggi mengenai penjagaan perdamaian,
tampak komitmen tinggi negara anggota PBB untuk memberikan kontribusi dalam
PKO. Meski demikian, kita perlu melihat dari sisi koin yang berbeda.
Tingginya keperluan akan PKO berarti menunjukkan pula semakin
banyak konflik yang terjadi di dunia, semakin banyaknya keperluan untuk
menjaga perdamaian. Dengan demikian, komitmen tinggi untuk PKO juga harus
diimbangi komitmen tinggi untuk mencegah terjadinya konflik dan terus
menghadirkan perdamaian. Sisi koin yang berbeda inilah, antara lain, yang
diingatkan Indonesia kepada dunia.
Kedua, isu melawan terorisme dan ekstremisme. Pendekatan
Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan hard power dan soft power
merupakan pendekatan yang banyak diapresiasi dunia dalam melawan terorisme
dan ekstremisme. Pendekatan yang berusaha melibatkan masyarakat dan
organisasi masyarakat dalam pencegahan munculnya ekstremisme juga merupakan
hal unik yang tidak dimiliki oleh semua negara.
Satu elemen baru yang disampaikan Indonesia dalam pertemuan di
PBB dalam upaya penyebarluasan nilai toleransi dan moderasi adalah melalui
pemberdayaan perempuan. Perempuan dan ibu adalah pendidik anak dan
masyarakat. Terdapat kepentingan yang tinggi untuk memberdayakan kaum
perempuan dan ibu sehingga mereka mampu menanamkan nilai toleransi dan
moderasi sejak awal tumbuh kembang anak dan di dalam masyarakat.
Pembahasan mengenai terorisme semakin menarik dengan situasi
baru di Suriah. Situasi baru yang muncul dalam beberapa hari ini menjadikan
semakin penting dilakukan dialog politik baik bagi negara-negara yang
memiliki pengaruh di Suriah maupun pihak-pihak di dalam Suriah sendiri.
Situasi baru ini menciptakan kekhawatiran terciptanya situasi yang justru
akan menjadi lebih buruk dan target perang melawan Negara Islam di Irak dan
Suriah tidak akan terpenuhi.
Kekhawatiran inilah yang dibahas oleh Menteri Luar Negeri
Indonesia pada pertemuan dengan Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Dewan
Keamanan PBB (Spanyol) di New York, 2 Oktober 2015. PBB diharapkan dapat
memainkan peran sehingga situasi tidak lebih memburuk dan bantuan kemanusiaan
dipastikan dapat berjalan. Sudah 4 juta orang Suriah keluar dari negaranya.
Mereka yang tertinggal diperkirakan adalah orang-orang yang tidak mampu dari
segi ekonomi dan sosial yang justru sangat rentan terhadap pengaruh paham
ekstremisme.
Ketiga, isu migrasi. Sikap Indonesia untuk sementara menampung
ribuan irregular movement of persons yang berasal dari Banglades dan Myanmar
pada Mei 2015 mendapat apresiasi sangat tinggi oleh dunia. Sekretaris
Jenderal PBB dan Presiden Sidang Majelis Umum PBB secara khusus juga
menyampaikan penghargaan kepada Indonesia.
Saat ini Eropa sedang dihadapkan pada tantangan besar terkait
membanjirnya pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika Utara. Tidak mudah bagi
Uni Eropa mengambil satu sikap solid penanganan membanjirnya pengungsi ini
mengingat kondisi setiap negara anggota Uni Eropa juga berbeda-beda.
Apa yang terjadi di Eropa akan berdampak pada penanganan
pengungsi di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Proses resettlement jadi
terganggu mengingat negara-negara tujuan saat ini sedang menghadapi tantangan
besar. Dalam pembahasan isu irregular movement of persons, Indonesia sekali
lagi menekankan pentingnya penanganan akar masalah, termasuk semakin maraknya
tindakan kriminal penyelundupan manusia.
Perubahan
iklim
Untuk tahun 2015, masih akan terdapat satu pertemuan penting
lain, yaitu pertemuan mengenai perubahan iklim, yang akan dilaksanakan di
Paris mulai 30 November sampai pertengahan Desember 2015. Indonesia berharap
pertemuan ini dapat berhasil. Komitmen politik tingkat tinggi diperlukan
tanpa mengorbankan prinsip common but
differentiated responsibilities dan respective capabilities.
Indonesia sekali lagi telah menunjukkan kepemimpinannya dengan
menyerahkan komitmen berupa Intended
Nationally Determined Contribution (INDC) pada akhir September 2015.
Dalam INDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Indonesia
sebesar 29 persen di bawah business as usual pada 2030 dengan upaya sendiri
dan dapat ditingkatkan menjadi 41 persen dengan kerja sama internasional.
Banyak komitmen baru dunia dilahirkan pada 2015. Menjadi
tantangan dunia untuk mengimplementasikan semua komitmen tersebut demi
terciptanya dunia yang lebih adil, makmur, dan damai. Indonesia sendiri siap
untuk memberikan kontribusinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar