Krisis dan Kesendirian Kita
Sandiaga S Uno ; Presiden Direktur PT Saratoga Investama
Sedaya Tbk;
Ketua Yayasan Indonesia Forum
|
DETIKNEWS,
07 Oktober 2015
Semua keluarga bahagia terlihat sama. Sementara keluarga yang
tidak bahagia menghadapi kesengsaraannya dengan cara masing-masing. Demikian
Leo Tolstoy membuka paragraf pertama Novel Anna Karenina.
Saya merenungkan kata-kata itu sambil melihat kondisi perekonomian
kita saat ini. Pada saat perekonomian kita tumbuh dengan baik, kita satu
suara menyambutnya dengan gempita. Pemerintah bicara pertumbuhan, swasta
melakukan investasi dan masyarakat menunjukkannya dengan daya beli yang
tinggi.
Lain soalnya ketika ekonomi mulai memburuk seperti yang tengah
kita hadapi sekarang ini. Kita menghadapinya dengan cara masing-masing.
Bahkan kita belum satu suara untuk mengatakan bahwa saat ini krisis ekonomi
tengah terjadi.
Tren ekonomi global, melambatnya pertumbuhan ekonomi China,
kebijakan The Fed dan lain sebagainya
selama ini dijadikan dalih oleh pemerintah dalam menjelaskan situasi ekonomi
kita saat ini. Saya memandangnya sebagai itikad baik pemerintah untuk menjaga
stabilitas ekonomi (dan politik).
Sayangnya pasar meresponnya dengan cara berbeda. Itikad baik ini
lebih terlihat seperti popular policy
yang ujung-ujungnya lebih dominan nuansa politiknya. Sementara dalam situasi
krisis saat ini, pasar membutuhkan good
policy yang pahit dan getirnya bisa jadi obat penawar.
Dalih pemerintah di atas tentu mudah terpatahkan sebab kita
bukan satu-satunya negara yang terkena dampak dari faktor-faktor global di
atas. India sebagai contoh, mereka tetap mampu menjaga pertumbuhan ekonomi.
Atau bahkan Filipina yang ternyata juga mampu mengantisipasi krisis dengan
baik. Tentu kita perlu bertanya sekali lagi, masih pentingkah berdebat soal
apakah krisis ekonomi sudah melanda kita atau belum.
Sebagai orang yang cukup lama berkecimpung di dunia usaha, saya
memiliki keyakinan sendiri soal krisis ekonomi. Data-data dan indikator
ekonomi lainnya mungkin bisa terbaca lewat beragam narasi. Tetapi benak para
pelaku pasar akan senantiasa sama dalam merespon gejala-gejala ekonomi yang
terjadi.
Saat ini, saya yakin di benak lebih dari lima puluh persen
pelaku pasar akan mengatakan kita tengah menghadapi krisis ekonomi. Vonis
telah jatuh tetapi ini bukan kiamat. Dibandingkan dengan situasi pada tahun
1997, dari segi apapun baik politik, ekonomi, demokratisasi dan lain
sebagainya, kita jauh lebih siap untuk menghadapi krisis saat ini.
Sayangnya modal besar ini belum dimanfaatkan oleh pemerintah. Di
mata pelaku pasar, pemerintah terlihat masih gaduh dan reaktif dengan
kebijakan yang belum terasa di level implementasi.
Bad economy invites good
policy. Setiap krisis harus senantiasa diikuti
dengan kebijakan yang baik. Pemerintah telah menelurkan paket kebijakan
ekonomi satu dan dua. Paket kebijakan ekonomi satu menurut saya masih terlalu
berorientasi jangka panjang, tidak mampu menjawab persoalan-persoalan jangka
pendek yang dihadapi masyarakat saat ini.
Sementara paket kebijakan ekonomi dua menawarkan solusi jangka
pendek lewat simplifikasi perizinan. Sayangnya paket itu terkait
sektor-sektor ekonomi yang sedang tidak bergairah saat ini. Seperti sudah saya singgung di atas, good
policy seringkali bukan popular policy. Pemerintah butuh keberanian lebih
dibandingkan sekedar retorika di media massa.
Mengingat pertumbuhan ekonomi kita sebagian besar masih
digerakkan oleh sektor konsumsi. Saya memberi saran, agar dalam jangka pendek pemerintah harus
mampu menjaga daya beli masyarakat. Pada pemerintahan sebelumnya kita
mengenal Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras untuk rakyat miskin (raskin).
Walaupun terkesan sederhana, tetapi dalam jangka pendek kebijakan ini bisa
membantu pemerintah dalam mengantisipasi krisis.
Selain itu pemerintah bisa menyediakan cash for work, masyarakat
diminta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang langsung dibayar oleh pemerintah.
Sementara untuk mereka yang terkena PHK, pemerintah harus menyediakan
pelatihan-pelatihan tanpa biaya. Diharapkan dalam situasi krisis ini mereka
tetap berdaya secara ekonomi dan kalau bisa mendorong mereka untuk
menciptakan lapangan kerja baru lewat wirausaha.
Untuk jangka menengah, pemerintah harus segera menginventarisir
proyek-proyek yang siap jalan. Bila perlu siapkan Perpu untuk mengatasi
segala kendala di lapangan dan berikan kompensasi yang layak dan adil kepada
masyarakat. Sementara untuk jangka panjang perlu dilakukan reformasi sektor
tenaga kerja sehingga kompetitif dan berdaya saing tinggi. Industri kita
harus dibangun lagi (export oriented dan import substitusion focused).
Kebijakan-kebijakan itu beriringan dengan pembangunan infrastruktur
berkelanjutan.
Ekonomi global adalah satu hal, kecakapan pemerintah dalam
mengelola ekonomi negara adalah hal lainnya. Stabilisasi ekonomi nasional
tentu tidak bisa digantungkan pada tren ekonomi global. Para pelaku pasar dan
masyarakat membutuhkan peran pemerintah yang cakap bukan pemerintah yang
gaduh dan grasa-grusu. Pada akhirnya Tolstoy mungkin benar bahwa kita
menghadapi kesulitan dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi paling tidak, di atas sana ada pemerintah yang dengan
segala kecakapan dan ketenangannya tidak akan membiarkan rakyat menghadapi
krisis ini sendirian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar