High Speed Rail Versus Matinya BUMN
Agus Pambagio ; Pengamat Kebijakan Publik
|
DETIKNEWS,
05 Oktober 2015
Pembangunan High Speed
Rail (HSR) atau kereta super cepat akhirnya disetujui oleh Presiden
Jokowi dengan syarat tidak menggunakan dana APBN atau harus dibangun oleh
swasta atau business to business (B
to B) serta tanpa jaminan dari Pemerintah. Rupanya lobi pemrakarsa ke
Presiden dan pihak China, sangat dasyat. Pertanyaannya, pihak swasta nasional
mana yang sanggup membangun infrastruktur seperti HSR yang sarat capital dan
merupakan investasi berjangka panjang?
Munculnya investor China ini sebagai pemenang untuk pembangunan
HSR, memang mengejutkan banyak pihak, mengingat studi kelayakan mereka dibuat
relatif sangat singkat (3 bulan) dan bisa menang. Yang lebih mengejutkan isi
studi kelayakan (FS) mirip dengan studi kelayakan yang dibuat oleh Japan
International Cooperation Agency (JICA) selama 1,5 tahun lebih. Alasan
Menteri Negara BUMN, kerjasama dengan China lebih menguntungkan daripada
dengan JICA, karena tingkat suku bunga lebih rendah dan tidak diperlukan dana
dan jaminan Pemerintah RI.
Apakah betul tanpa jaminan Pemerintah dan penggunaan dana APBN,
proyek ini bisa berjalan? Apakah sudah dikaji bahwa ke empat BUMN (PT Wijaya
Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PTPN VIII dan PT KAI) yang ditugaskan secara
finansial mampu? Bagaimana jika equity masing-masing BUMN tersebut tidak
cukup dan harus menanggung hutang jangka panjang dalam mata uang asing
(kemungkian Yuan dan US Dollar)?
Benarkah Dana APBN Tidak
Dibutuhkan Dalam Pembangunan HSR ?
Menurut saya hampir tidak mungkin membangun infrastruktur mahal
dan selalu merugi dalam operasinya, tidak memerlukan dana Pemerintah. Menurut
FS yang dibuat oleh Konsorsium China, dengan harga tiket sekitar Rp 200
ribu/orang dan asumsi jumlah penumpang mencapai 44 ribu orang/hari pada tahun
pertama, 68 ribu penumpang pada tahun 2030 dan 148 ribu orang/hari pada 2050,
HSR akan untung besar.
Pertanyaannya,
bagaimana kalau target penumpang tidak tercapai dan nilai Rupiah terus
meluncur? Ketika target tidak tercapai dan kemudian operasional HSR mengalami
kerugian, maka pemerintah tidak akan mungkin diam membiarkan infrastruktur
yang sudah jadi itu tidak berfungsi. Ujung-ujungnya pasti Pemerintah akan
memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) atau mengeluarkan subsidi untuk
operasional HSR. Keduanya bersumber pada APBN. Lalu dimana B to B nya?
Mari kita kupas sisi lain, yaitu investasi dan regulasi yang
akan memayungi pembangunan dan operasional HSR. Dalam waktu dekat akan segera
diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) dan dilanjutkan dengan pembentukan Special Purpose Vehicle (SPV). Dimana
komposisi saham konsorsium BUMN Indonesia sebesar 60% (4 BUMN, dipimpin oleh
PT Wika, Tbk) dan konsorsium BUMN China 40% (6 Perusahaan, dipimpin oleh
China Railway).
Dari total investasi sekitar Rp. 78 T (1 USD = Rp. 14.000),
equity konsorsium BUMN Indonesia adalah 25% (Rp. 19,5 T) yang harus disiapkan
sesuai dengan permintaan perbankan China sebagai pemberi pinjaman. Sisanya
75% (Rp. 58,5 T) berupa pinjaman konsorsium BUMN ke Pemerintah China dalam
mata uang asing (Yuan atau USD).
Adapun komposisi saham konsorsium ke 4 BUMN (60%) adalah sebagai
berikut: PT Wijaya Karya (WIKA) Tbk 38%, PT Jasa Marga (JM) Tbk 12%, PTPN
VIII 25% dan PT KAI 25%. Di konsorsium, PT WIka Tbk akan terbebani equity
sebesar 38% x Rp. 19,5 T = Rp. 7,41 T; PT JM Tbk sebesar 12% x Rp. 19,5 T =
Rp. 2,34 T; PTPN VIII sebesar 25% x Rp. 19,5 T = Rp. 4,875 T; dan PT KAI
sebesar 25% x Rp. 19,5 T = Rp. 4,875 T. Atau total equity yang harus disetor
Konsorsium BUMN Indonesia adalah Rp. 19,5 T.
Pertanyaannya, apakah ke 4 BUMN tersebut mampu membangun dan mengoperasikan HST dengan
kemampuan sendiri untuk modal SPV ? Kalau tidak mau menggunakan PMN, pastinya
harus pinjam juga. Jadi dasyat betul beban yang harus ditanggung oleh 4 BUMN
tersebut. Sebagai penganalisa jalanan, saya sampaikan pula, bahwa mustahil ke
4 BUMN ini bisa survive dan
melanjutkan bisnis intinya.
Berdasarkan data publik, total
consolidated equity (termasuk anak perusahaan) PT Wika,Tbk hanya sebesar
Rp. 5 T dan PT JM Tbk hanya sebesar Rp. 11,4 T. Lalu ketika harus mengusung
HST dengan setoran saham dan hutang yang besar, apakah keduanya bisa langsung
berinvestasi tanpa meminta persetujuan pemegang saham minoritas ? Ini
inmaterial, jadi menurut saya harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Apalagi resiko investasi HST sangat tinggi.
Dari sisi PT KAI dan PTPN VIII yang bukan perusahaan publik,
menjalankan bisnisnya dengan aset yang berbentuk tanah tentunya juga tidak
mudah. Equity PT KAI sekitar Rp. 7
T, sedangkan PTPN VIII belum selesai saya kaji. PT KAI tahun 2014 harus
kehilangan 25% labanya karena ditarik sebagai deviden oleh Pemerintah dan
mulai tahun ini harus membayar hutang investasi lebih dari Rp. 1,2 T/tahun.
Tahun ini PT KAI harus menunda pembelian rangkaian kereta karena dananya
tidak mencukupi. Lalu bagimana ketika harus setor Rp. 4,875 T untuk HSR ?
Nah kalau sudah seperti itu maka kejatuhan 4 BUMN ada didepan
mata, kecuali Pemerintah mau menyetorkan PMN kepada mereka supaya secara
keuangan prudent. Lalu dimana skema B to B nya ? Mohon ibu Rini Soemarno bisa
menjelaskan kepada publik skema B to B nya HSR secepatnya.
Langkah Yang Harus Diambil
Tidak ada jalan
lain, utnuk menyelamatkan 4 BUMN tersebut, Pemerintah harus
mengalokasikan PMN melalui APBN atau siapkan subsidi ketika HSR ini
beroperasi atau batalkan HSR. Kalau ternyata
Pemerintah menyuntikan PMN kepada 4 BUMN tersebut, artinya ada pembohongan
publik yang dilakukan oleh Pemerintah karena proyek HSR ini bukan Business to Business tetapi
menggunakan APBN. Tahu dan sadarkah Presiden ? Terus apa maksud Menteri BUMN
begitu semangatnya memaksakan HSR ini dibangun, sementara Menteri
Perhubungan menolak. Tanpa HSR pun bangsa Indonesia tidak rugi.
Pasti ada udang dibalik jendela.
Kesimpulannya batalkan HSR karena investasi dan operasionalnya
terlalu mahal dan menyimpang dari Nawacita. Kemudian warga Jakarta atau
Bandung juga belum memerlukan HSR, cukup perbaiki saja sarana kereta api yang
ada supaya dapat menjadi medium speed
train tidak perlu HSR. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar