Jumat, 02 Oktober 2015

Dampak White Paper Australia

Dampak White Paper Australia

Kasan Muhri ;   Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BPPKP, Kementerian Perdagangan RI
                                           MEDIA INDONESIA, 30 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

PADA 4 Juli 2015, pemerintah Australia mengeluarkan The Agricultural Competitiveness White Paper untuk mendorong sektor pertanian sehingga dapat memperkuat perekonomian secara umum. Dengan tumbuhnya ekonomi diharapkan, akan tercipta lapangan pekerjaan yang lebih banyak, peningkatan ekspor dan pendapatan, serta peningkatan kualitas pelayanan untuk masyarakat Australia.

Kerangka itu diimplementasikan melalui pemberian investasi sebesar A$4 triliun untuk mendorong daya saing dan profitabilitas sektor pertanian Australia melalui lima pilar. Kelima pilar The Agricultural Competitiveness White Paper antara lain, pertama, keadilan bagi sektor pertanian. Pemerintah Australia mendukung petani memperoleh imbal hasil pertanian yang lebih tinggi dengan menciptakan lingkungan bisnis yang kompetitif, regulasi yang lebih baik, dan sistem perpajakan yang sederhana dan adil.

Kedua, pembangunan infrastruktur abad ke-21. Merencanakan dan melakukan inovasi pada pembangunan infrastruktur seperti menjaga pasokan air, mengefisienkan infrastruktur transportasi untuk pertanian, dan memperluas jaringan internet dan mobile phone.

Ketiga, antisipasi kekeringan dan manajemen risiko. White paper akan membantu petani dalam menghadapi kekeringan, bukan hanya dari aspek bisnis petani sendiri, melainkan juga dukungan terhadap keluarga dan masyarakat.
Keempat, pertanian cerdas/farming smarter. Konsep pertanian cerdas mencangkup akses teknologi pertanian yang andal melalui berbagai penelitian dan pengembangan serta peningkatan skill serta kemampuan petani dan pekerja pertanian.

Kelima, akses ke pasar utama. Pemerintah Australia akan membantu petani untuk mengakses perdagangan internasional sehingga akan mendorong bisnis dan meningkatkan imbal hasil kepada petani.

Salah satu tujuan yang diharap pemerintah Australia dalam mengimplementasikan white paper ialah untuk menguatkan perekonomian. Salah satunya dengan meningkatkan ekspor produk pertanian. Oleh karena itu, keberhasilan implementasi white paper akan sangat berkontribusi pada peningkatan ekspor Australia, khususnya komoditas-komoditas primer.

Pada 2014, total ekspor komoditas primer Australia tercatat US$183,7 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai US$196,6 miliar. Kendati menurun, ekspor komoditas primer Australia masih mencatatkan tren yang meningkat, yakni 2,2% per tahun selama 2010-2014. Lebih dari 60% ekspor ditujukan ke negara Asia Timur, seperti RRT (pangsa 41%), Jepang (14,1%), dan Korea Selatan (pangsa 8%).

Walaupun memiliki pangsa yang besar, ekspor ke tiga negara tersebut cenderung menurun. Bahkan ekspor ke Jepang dan Korea Selatan juga mencatatkan nilai tren yang negatif. Berbeda dengan negara Asia Timur, ekspor ke Amerika Serikat (pangsa 2,9%) dan negara ASEAN yakni Si ngapura (pangsa 2,3%), Malaysia (pangsa 2%), dan Indonesia (pangsa 2%) justru memiliki nilai pertumbuhan yang tren yang meningkat.

Salah satu pilar The Agricultural Competitiveness White Paper ialah memperluas pasar ekspor salah satunya melalui Trans-Pacific Part nership (TPP). Pemerintah Australia telah berhasil mengimplementasi kan perjanjian perdagangan bebas dengan Jepang, Korea Selatan, dan RRT. Selain itu, Australia sedang melakukan negosiasi perjanjian perdagangan dengan mitra dagang utama lainnya seperti India dan negara anggota TPP lainnya (KBRI Canberra, 2015).

Berdasarkan pangsa negara tujuan ekspor komoditas primer, ketiga negara Asia Timur tersebut memang memiliki kontribusi yang besar, tetapi kinerja ekspor komoditas primer Australia ke RRT, Jepang, dan Korea Selatan semakin lesu dilihat dari pertumbuhan yang trennya menurun. Melihat kondisi ini, tidak menutup kemungkinan Australia akan mengalihkan tujuan ekspornya ke negara-negara yang masih potensial, seperti Amerika Serikat dan ASEAN, termasuk Indonesia.

Impor komoditas primer Indonesia dari Australia tercatat US$4,4 miliar pada 2014 dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 9,2% selama 20102014. Secara kumulatif Januari-Juni 2015, nilai impor dari Australia mencapai US$2,07 miliar. Hampir setengah impor komoditas primer dari Australia berasal dari kelompok unclassified primary, yakni gandum, hewan ternak hidup, garam, dan pakan ternak. Selain itu, produk hewan memberikan kontribusi yang cukup besar, yakni sebesar 12,1%.

Masih potensialnya pasar Indonesia akan mendorong Australia dalam mengalihkan tujuan ekspornya ke Indonesia. Masuknya komoditas primer ke Indonesia yang tidak diikuti dengan produksi domestik akan mendorong ketergantungan impor, mengingat saat ini Australia merupakan negara eksportir komoditas primer terbesar di Indonesia (pangsa 15,5%). Hal ini tentu saja akan merugikan Indonesia karena akan menyebabkan ekonomi domestik yang tidak berkembang.

Oleh karena itu, dengan adanya kerangka The Agricultural Competitiveness White Paper oleh Australia, Indonesia juga perlu melakukan hal yang sama untuk mendorong sektor pertaniannya. Sektor pertanian yang berkembang yang dapat menghasilkan output yang berkualitas tinggi akan menahan arus impor dari negara lain sehingga tidak menyebabkan ketergantungan impor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar