Dampak White Paper Australia
Kasan Muhri ; Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar
Negeri, BPPKP, Kementerian Perdagangan RI
|
MEDIA
INDONESIA, 30 September 2015
PADA 4 Juli 2015, pemerintah Australia mengeluarkan The Agricultural Competitiveness White
Paper untuk mendorong sektor pertanian sehingga dapat memperkuat
perekonomian secara umum. Dengan tumbuhnya ekonomi diharapkan, akan tercipta
lapangan pekerjaan yang lebih banyak, peningkatan ekspor dan pendapatan,
serta peningkatan kualitas pelayanan untuk masyarakat Australia.
Kerangka itu diimplementasikan melalui pemberian investasi
sebesar A$4 triliun untuk mendorong daya saing dan profitabilitas sektor
pertanian Australia melalui lima pilar. Kelima pilar The Agricultural Competitiveness White Paper antara lain,
pertama, keadilan bagi sektor pertanian. Pemerintah Australia mendukung
petani memperoleh imbal hasil pertanian yang lebih tinggi dengan menciptakan
lingkungan bisnis yang kompetitif, regulasi yang lebih baik, dan sistem perpajakan
yang sederhana dan adil.
Kedua, pembangunan infrastruktur abad ke-21. Merencanakan
dan melakukan inovasi pada pembangunan infrastruktur seperti menjaga pasokan
air, mengefisienkan infrastruktur transportasi untuk pertanian, dan
memperluas jaringan internet dan mobile phone.
Ketiga, antisipasi kekeringan dan manajemen risiko. White
paper akan membantu petani dalam menghadapi kekeringan, bukan hanya dari
aspek bisnis petani sendiri, melainkan juga dukungan terhadap keluarga dan
masyarakat.
Keempat, pertanian cerdas/farming smarter. Konsep pertanian cerdas mencangkup akses
teknologi pertanian yang andal melalui berbagai penelitian dan pengembangan
serta peningkatan skill serta
kemampuan petani dan pekerja pertanian.
Kelima, akses ke pasar utama. Pemerintah Australia akan
membantu petani untuk mengakses perdagangan internasional sehingga akan
mendorong bisnis dan meningkatkan imbal hasil kepada petani.
Salah satu tujuan yang diharap pemerintah Australia dalam
mengimplementasikan white paper ialah untuk menguatkan perekonomian. Salah
satunya dengan meningkatkan ekspor produk pertanian. Oleh karena itu,
keberhasilan implementasi white paper akan sangat berkontribusi pada
peningkatan ekspor Australia, khususnya komoditas-komoditas primer.
Pada 2014, total ekspor komoditas primer Australia
tercatat US$183,7 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yang mencapai US$196,6 miliar. Kendati menurun, ekspor komoditas primer
Australia masih mencatatkan tren yang meningkat, yakni 2,2% per tahun selama
2010-2014. Lebih dari 60% ekspor ditujukan ke negara Asia Timur, seperti RRT
(pangsa 41%), Jepang (14,1%), dan Korea Selatan (pangsa 8%).
Walaupun memiliki pangsa yang besar, ekspor ke tiga negara
tersebut cenderung menurun. Bahkan ekspor ke Jepang dan Korea Selatan juga
mencatatkan nilai tren yang negatif. Berbeda dengan negara Asia Timur, ekspor
ke Amerika Serikat (pangsa 2,9%) dan negara ASEAN yakni Si ngapura (pangsa
2,3%), Malaysia (pangsa 2%), dan Indonesia (pangsa 2%) justru memiliki nilai
pertumbuhan yang tren yang meningkat.
Salah satu pilar The
Agricultural Competitiveness White Paper ialah memperluas pasar ekspor
salah satunya melalui Trans-Pacific Part nership (TPP). Pemerintah Australia
telah berhasil mengimplementasi kan perjanjian perdagangan bebas dengan
Jepang, Korea Selatan, dan RRT. Selain itu, Australia sedang melakukan
negosiasi perjanjian perdagangan dengan mitra dagang utama lainnya seperti
India dan negara anggota TPP lainnya (KBRI Canberra, 2015).
Berdasarkan pangsa negara tujuan ekspor komoditas primer,
ketiga negara Asia Timur tersebut memang memiliki kontribusi yang besar,
tetapi kinerja ekspor komoditas primer Australia ke RRT, Jepang, dan Korea
Selatan semakin lesu dilihat dari pertumbuhan yang trennya menurun. Melihat
kondisi ini, tidak menutup kemungkinan Australia akan mengalihkan tujuan
ekspornya ke negara-negara yang masih potensial, seperti Amerika Serikat dan
ASEAN, termasuk Indonesia.
Impor komoditas primer Indonesia dari Australia tercatat
US$4,4 miliar pada 2014 dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 9,2%
selama 20102014. Secara kumulatif Januari-Juni 2015, nilai impor dari
Australia mencapai US$2,07 miliar. Hampir setengah impor komoditas primer
dari Australia berasal dari kelompok unclassified
primary, yakni gandum, hewan ternak hidup, garam, dan pakan ternak.
Selain itu, produk hewan memberikan kontribusi yang cukup besar, yakni
sebesar 12,1%.
Masih potensialnya pasar Indonesia akan mendorong
Australia dalam mengalihkan tujuan ekspornya ke Indonesia. Masuknya komoditas
primer ke Indonesia yang tidak diikuti dengan produksi domestik akan
mendorong ketergantungan impor, mengingat saat ini Australia merupakan negara
eksportir komoditas primer terbesar di Indonesia (pangsa 15,5%). Hal ini
tentu saja akan merugikan Indonesia karena akan menyebabkan ekonomi domestik
yang tidak berkembang.
Oleh karena itu, dengan adanya kerangka The Agricultural Competitiveness White
Paper oleh Australia, Indonesia juga perlu melakukan hal yang sama untuk
mendorong sektor pertaniannya. Sektor pertanian yang berkembang yang dapat
menghasilkan output yang berkualitas tinggi akan menahan arus impor dari
negara lain sehingga tidak menyebabkan ketergantungan impor. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar