Minggu, 04 Oktober 2015

Paket Ekonomi II: Kembang Kempis Mengais Optimis

Paket Ekonomi II: Kembang Kempis Mengais Optimis

Ronny P Sasmita ;   Analis Ekonomi Politik Internasional Financeroll Indonesia
                                                     HALUAN, 30 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Akhirnya pe­me­rin­tah mengu­mum­­­kan paket ke­bija­kan ekonomi jilid 2 pada  Selasa siang (29/9). Secara umum, me­lalui paket ini, peme­rintah nampaknya masih ingin men­­dorong pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi. Hal ini terbukti dari  isi paket yang lebih banyak memberi insentif bagi kegia­tan penanaman modal.

Salah satunya adalah ke­mudahan dalam ber­investasi di kawasan industri. Peme­rintah menjanjikan, izin investasi di kawasan industri bisa selesai dalam waktu tiga jam saja. “Jika investor lang­sung datang ke Badan Koor­dinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan bawa per­sya­ratan dokumen lengkap, izin akan selesai dalam tiga jam saja,” ujar Darmin Nasu­tion, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, saat mengumumkan Paket Kebi­jakan Ekonomi Jilid Dua.

Selain itu, pemerintah juga menekankan insentif untuk pengusaha yang mem­bawa devisa hasil ekspor (DHE) kembali ke dalam negeri. Pemberian insentif ini berupa pemotongan pa­jak dari DHE yang disimpan di perbankan dalam negeri. Adapun besarnya insentif tergantung mata uang dan lamanya dana tersimpan.
Misalnya, jika DHE ber­bentuk dollar AS, maka pengusaha bisa men­dapat­kan pengurangan pajak de­po­sito atas dana tersebut. Dari sisi lamanya, jika DHE tersimpan dalam deposito sa­tu bulan, pengusaha men­dapatkan pengurangan pajak dari 20% menjadi 10%. Untuk deposito DHE tiga bulan, pajaknya hanya men­jadi 7,5% dan durasi tersim­pan selama enam bulan ha­nya akan dikenai pajak 2,5%. Dan jika DHE tersim­pan di deposito setahun atau lebih, maka dana akan ter­bebas dari pajak alias 0%.

Nah jika eksportir me­nyim­pan DHE dalam depo­sito rupiah, maka pemo­tongan pajaknya lebih besar lagi. Jika DHE disimpan dalam deposito ru­piah ber­jang­ka satu bulan, maka pajak yang dikenakan hanya sebesar 7,5%. Untuk DHE yan disimpan dalam depo­sito rupiah berjangka 3 bu­lan, pajaknya berada pada kisaran 5%. Dan jika ekspor­tir menyimpan DHE dalam deposito berjangka 6 bulan atau lebih maka bunga  atas depositonya akan menjadi 0% alias tidak dipo­tong pajak.

Setelah pada pa­ket eko­no­mi jilid per­­­ta­ma peme­rin­tah ber­juang habis-habi­san meyakin­kan pa­sar bah­wa oto­ritas fiscal dan moneter akan mem­­­perbaiki ke­a­da­an dengan se­ga­la se­gala cara dan terbukti ku­­rang mum­puni ka­re­na ru­piah semakin ter­kapar dan IHSG ma­ju mundur cantik di area yang kurang meya­kin­kan, kini gi­li­ran paket eko­nomi jilid dua diri­lis, nam­paknya pe­me­rintah agak sedi­kit mampu mem­buat para pela­ku pasar sedi­kit ber­ge­ming.

Lihat saja Indeks Harga Saham Gabu­-ngan (IHSG) pada sesi penutupan hari Selasa (29/9/15). In­deks terpantau me­nguat sig­nifi­kan be­be­­rapa waktu ber­se­lah setelah pe­me­rin­tah mengumumkan paket eko­nomi jilid II. Data dari RTI ketika itu me­nun­jukkan bahwa indeks naik 1,41% atau 57,90 poin ke level 4.178,40. Tercatat 156 sa­ham bergerak turun, 111 saham bergerak naik, dan 74 saham terpantau  stagnan.

Volume transkasi juga terpantau cukup membaik dengan melibatkan 7,7 mi­liar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 5,45 triliun. Secara sektoral, dela­pan dari 10 indeks sektoral menghijau. Sektor barang konsumsi naik 4,89%, sek­tor manufaktur menguat 3,05%, dan aneka industri naik 1,86%. Disisi lain, dua indeks sektoral yang meme­rah antara lain industri dasar turun 0,51%, dan agrikultur turun 0,49%.

Reaksi IHSG ini tentu ter­golong sangat bagus ka­­re­na penguatan terjadi di te­ngah bursa regional dan glo­bal yang cendrung mele­mah dilanda aksi jual. Pada sesi yang sama waktu Hong Kong misalnya, indeks MSCI Asia Pacific terseret tu­run sekira 3,1% ke level 120,94. Indeks acuan emer­ging market ini telah berada di jalur pelemahan seki­tar 17% dalam kuartal ini. Se­men­tara itu, indeks Topix Je­pang juga anjlok 4,4%, bah­kan indeks Hang Seng Hong Kong turun 2,9% ke level terendahnya sejak bulan Ju­li 2013. Sementara itu, In­deks Shanghai Com­­­posite melemah 2%, S&P/ASX 200 Australia turun 3,8% dan indeks NZX 50 Selandia Ba­ru turun 1,5%.

Meskipun pergerakan IHSG cendrung berlai­nan, aksi jual asing (net sell) ternyata masih mewarnai perdagangan pada sesi hari Selasa (29/9/15). Banyak pelaku pasar yang masih meragu dengan kondisi da­lam negeri Indonesia, ter­utama dari sisi kerentanan finansial. Akibatnya aksi jual terpantau jauh melebihi aksi beli. Berdasarkan data BEI, aksi jual asing mem­bukukan angka sekitar Rp 1,6 triliun dan aksi beli asing tercatat sekitar Rp 1,1 triliun, se­hingga masih ter­dapat seli­sih yang cukup lumayan, yakni sekitar Rp 500 miliar.

Secara fundamental, per­lam­batan ekonomi Tiong­kok masih menjadi prima­-dona kekhawatiran pelaku pasar dan terpantau telah menyebar ke negara lain di Asia, Brasil dan Australia, sehingga memberi sinyal positif atas prospek perlam­batan ekonomi di negara-negara berkembang yang kemudian bisa bergema ke ekonomi dunia secara kese­luruhan. Kondisi ini seturut dengan kecurigaan IMF bahwa proyeksi pertum­buhan global akan kembali tertekan ke bawah, baik karena faktor Tiongkok, The Fed, maupun karena melandainya harga komo­ditas-komoditas eksport an­da­lan negara-negara emer­ging market.

Tiga isu utama ini akan menjadi benturan bagi pa­ket ekonomi pemerintah, baik jilid pertama maupun jilid kedua. Lihat saja reaksi rupiah yang terpantau bia­sa-biasa saja, emskipun IHSG cukup girang dengan keha­diran pakert ekonomi jilid dua. Pada sesi akhir hari Se­la­sa (29/9/15), nilai tukar ru­piah terhadap dollar kem­bali melemah. Di Pasar Spot, nilai tukar rupiah ter­ha­dap USD ter­gelincir 0,12% ke level Rp 14.691. De­mikian juga di kurs te­ngah bersi Bank In­do­nesia (BI), rupiah me­lemah 0,2% ke level Rp 14.728 per dollar AS.

Jadi sangat bisa dipa­hami bahwa reaksi IHSG yang cendrung menghijau langsung terkait dengan ton­jokan dari sisi investasi yang diinisiasi dalam paket eko­nomi jilid dua. Ada eks­pektasi perbaikan iklim bis­nis dan iklim investasi yang terkandung di­da­lam­nya, namun secara fun­damental tidak memberi jawaban atas risiko per­lambatan ekonomi secara makro, terutama dari sisi ancaman penurunan kon­sumsi rumah tangga yang selama ini telah men­jadi bumper pertumbuhan eko­nomi nasional dan dari sisi antisipasi pelemahan mata uang rupiah yang seja­tinya bisa semakin merusak daya beli dan konsumsi dalam negeri, kemudian se­makin mendangkalkan ting­kat pertumbuhan ekono­mi.

Artinya, pemerintah le­bih memilih berpromosi untuk menjapatkan injeksi dari sisi investasi ke­tim­bang mengambil langkah-lang­kah strategis untuk menye­lesaikan banyak ma­salah ekonomi makro fi­nan­sial untuk mengungkit pertum­buhan dari dalam agar vita­litas nasional kian terjaga dari goncangan-goncangan global dan re­gional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar