Menangani
Varian Baru Covid-19 Tjandra Yoga Aditama ; Direktur Pascasarjana
Universitas YARSI, Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara |
KOMPAS, 10 Mei 2021
Harian Kompas pada 4 Mei
2021 menulis berita berjudul ”Tiga Varian Baru SARS-CoV-2 Masuk ke
Indonesia”, sesuai keterangan resmi dari Kementerian Kesehatan. Kemudian, Kompas pada 5
Mei 2021 juga menulis ”Transmisi Lokal Varian Baru Telah Terjadi”. Hal ini
karena sudah ada warga Indonesia yang positif terinfeksi varian B.1.1.7,
B.1.351, dan juga B.1.617. Varian-varian ini kini memang jadi perhatian
dunia. Data Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) per 27 April 2021 mengelompokkan B.1.1.7 dan B.1.351 tersebut
sebagai variant of concern (VOC) serta juga sudah memasukkan B.1.617 sebagai
variant of interest (VOI). Data lain dari European
Center for Disease Prevention and Control (E-CDC) per 4 Mei 2021 juga membuat
pengelompokan yang sama dengan WHO, hanya saja mereka menambahkan B.1.1.7+E484K
sebagai bagian dari VOC. Indonesia juga sudah melaporkan adanya mutasi E484K
pada April lalu. Di sebagian negara, mutasi ini dikenal sebagai ”mutasi eek”. Karena kini varian-varian
baru ini sudah telanjur masuk ke negeri kita, maka memang perlu dilakukan
langkah-langkah yang tepat agar penyebarannya dapat dikendalikan dan tidak
menimbulkan peningkatan kasus secara berlebihan, seperti sudah terjadi di
negara-negara lain. Setidaknya ada lima langkah yang dapat dipertimbangkan
untuk kita lakukan bersama. PE
dan PPI Pertama, tentu perlu
dilakukan penyelidikan epidemiologik (PE) secara amat ekstensif pada
mereka-mereka yang sudah ditemukan positif varian baru ini. Harus dideteksi
dengan amat jelas dengan siapa saja mereka kontak dalam waktu terakhir ini
dan semua yang kontak perlu diperiksa mendalam serta diikuti selama beberapa
waktu. Maksudnya, kalau toh
kontak itu sekarang masih negatif, bukan tidak mungkin itu masih dalam masa
inkubasi awal sehingga virusnya belum terdeteksi. Oleh karena itu, perlu
pengamatan dalam beberapa waktu ke depan. Juga, harus dicek lini keduanya.
Lini kedua adalah mereka yang melakukan kontak dengan para kontak yang
langsung bertemu dengan pasien yang terinfeksi varian baru ini. Aspek lain dari
penyelidikan epidemiologik ini adalah mencoba menggali dari mana mereka
tertular pertama kali. Kalau memang jelas tertular dari WNI yang datang,
tentu lebih mudah dilokalisasi. Meski demikian, perlu dicari juga dengan
teliti kemungkinan sumber penularan lain. Semua kegiatan
penyelidikan epidemiologik ini seyogianya juga meliputi pemeriksaan whole
genome sequencing, yang bukan saja untuk mendeteksi ada tidaknya varian baru,
melainkan juga untuk analisis rincinya lebih lanjut. Kita tahu bahwa B.1.617
setidaknya ada tiga jenis, yaitu B.1.671.1, B.1.671.2, dan B.1.671.3 yang
masing-masing berbeda gambaran genomiknya serta harus dapat diidentifikasi
dengan baik di negara kita. Hal kedua adalah perlunya
ditingkatkan program pengendalian infeksi/ PPI (infection prevention control/IPC)
di berbagai klinik dan rumah sakit. Publikasi WHO, akhir April
2021, jelas menyebutkan bahwa bukti dari berbagai negara yang mengalami
penyebaran luas varian baru VOC Covid-19 menunjukkan bahwa pelaksanaan
protokol kesehatan yang baik serta penerapan program pengendalian infeksi
(PPI) di fasilitas pelayanan kesehatan ternyata efektif menurunkan insiden
kasus Covid-19. Ini kemudian juga menurunkan angka perawatan di rumah sakit
dan kematian akibat penyakit ini. Untuk ini perlu dilakukan
tiga hal, yakni kebijakan yang tepat di semua lini, pemahaman dan
keterlibatan aktif semua tenaga kesehatan, serta tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai. Surveilans
dan ”unusual event” Hal ketiga yang perlu
dilakukan adalah terus menggiatkan kegiatan surveilans yang terstruktur
dengan baik. Surveilans adalah pengamatan terus-menerus keadaan epidemiologi
suatu penyakit yang diikuti dengan tindakan segera untuk mengatasinya, sesuai
dengan perkembangan data hasil pengamatan itu. Setidaknya ada tiga aspek
surveilans yang perlu dilakukan. Pertama, surveilans epidemiologik keadaan
penyakit di masyarakat, yang bukan hanya mencakup naik turunnya jumlah kasus
dan kematian, melainkan juga pola penularan yang terjadi di masyarakat. Dalam Weekly Situation
Report WHO SEARO (South East Asia Regional Office) April 2021 disebutkan,
Indonesia ada dalam status community transmission, penularan di masyarakat,
sehingga tentu surveilans pada pola penularan ini menjadi bagian yang amat
penting untuk mengendalikan pandemi dan juga mengendalikan varian baru yang
sudah masuk ke negara kita. Kedua, perlu dilakukan
surveilans tentang pola keadaan penyakitnya, termasuk pola gejala yang ada,
bagaimana kemungkinan perubahan gambaran klinik, hasil pengobatan yang
dilakukan, dan lain-lain. Aspek ketiga dari surveilans adalah melibatkan
surveilans genomik sehingga data sampai tingkat molekuler dapat diperoleh
untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat. Hal keempat yang
seyogianya dilakukan untuk pengendalian varian baru adalah kegiatan untuk
terus mendeteksi dan menganalisis adanya kejadian-kejadian khusus yang tidak
biasa terjadi atau kalau menurut WHO disebut sebagai detect unusual event. Yang dimaksud di sini
adalah kejadian-kejadian penyakit yang tidak biasa ditemui, misalnya orang
muda yang tadinya sehat bugar dan selalu menjaga 3M dengan ketat, ternyata
jatuh sakit Covid-19, atau mereka yang sudah divaksin dua kali secara baik
ternyata jatuh sakit berat sampai masuk ICU. Atau terjadi kluster penyakit
cukup berat di lingkungan tertentu, padahal tempat itu sudah menjaga
ventilasi dan protokol kesehatan dengan baik dan contoh-contoh yang lain yang
mungkin terjadi. Kejadian tidak biasa
(unusual event) ini memang mungkin saja terjadi karena berbagai sebab, tetapi
kemungkinan terjadi akibat infeksi varian baru perlu amat diwaspadai. Jadi,
kalau ada kecenderungan kejadian tidak biasa seperti di atas, sebaiknya
dilakukan analisis mendalam, termasuk whole genome sequencing dan juga
penelusuran kasus yang intensif. Selain keempat hal di
atas, untuk mengendalikan varian baru di negara kita, maka kita perlu
melakukan hal yang kelima, yaitu terus menjaga 3M dengan ketat, terus
meningkatkan kegiatan 3T, dan terus menambah jumlah warga kita yang dapat
divaksin Covid-19. Langkah 3M adalah memakai
masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Adapun
3T meliputi testing, tracing, dan treatment, atau melakukan tes Covid-19,
penelusuran kontak erat, dan tindak lanjut berupa perawatan pasien Covid-19. Hal kelima ini punya dua
aspek penting. Pertama, untuk mencegah perluasan penularan varian baru yang
datang dari luar negeri dan kedua untuk mencegah terbentuknya varian baru
versi negara kita sendiri. Mutasi terjadi kalau virus memperbanyak diri. Kalau virus bereplikasi,
mungkin saja ada perubahan dari sebagian dirinya, dan inilah yang disebut
sebagai mutasi. Ini terjadi kalau penularan masih terus meluas di masyarakat.
Kalau kita tidak menjaga 3M dengan baik sehingga penularan di masyarakat
terus meningkat, mungkin saja dapat terjadi mutasi-mutasi di dalam negeri. Penerapan 3M tentunya juga
amat penting untuk mencegah kita tertular dari varian baru luar negeri yang
sudah masuk ke negara kita. Pelaksanaan tes yang tinggi sebagai bagian dari
kegiatan 3T menjadi amat penting untuk menemukan kasus-kasus baru dan kalau
itu tergolong dalam keadaan tidak biasa (unusual event), maka bukan tidak
mungkin berhubungan dengan varian baru yang kini amat kita khawatirkan. Tentu tes harus diikuti
dengan telusur untuk mendapatkan kontaknya —apalagi kalau varian baru— dan
terapi untuk mengobati mereka yang sakit. Kegiatan vaksinasi juga harus terus
ditingkatkan karena vaksinasi dapat melindungi kita terhadap Covid-19. Memang banyak diskusi
tentang dampak varian dan mutasi baru ini terhadap efikasi vaksin, tetapi
sejauh ini vaksin yang ada masihlah bermanfaat. Untuk vaksin yang sekarang
dipakai di negara kita, misalnya, dalam dokumen WHO tentang Emergency Use of
Listing (EUL), disebutkan pada 10 Februari 2021 bahwa vaksin Astra Zeneca
masih punya efektivitas yang tinggi terhadap varian B.1.1.7 dan mungkin
kurang efektif pada varian B.1.351. Kalau, toh, nantinya
efikasi jadi amat terganggu, para pakar akan dapat melakukan modifikasi
vaksin dalam waktu yang cukup pendek. Covid-19 masih terus berkecamuk di dunia
dan berbagai informasi serta perkembangan baru masih saja terus terjadi. Kita
masih harus terus waspada dan senantiasa meningkatkan upaya penanggulangan
agar pandemi ini dapat kita kendalikan dengan baik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar