Subyek
dan Obyek Kalimat Tertukar, Makna Berubah Nur Adji ; Penyelaras Bahasa Kompas |
KOMPAS, 29 Mei 2021
Dua pekan lalu saya
mendapat kiriman foto dari guru saya. Saking cintanya kepada bahasa
Indonesia, beliau kerap mengirimkan foto-foto kesalahan bahasa yang muncul di
media massa. Tidak hanya kesalahan di
media massa arus utama, kesalahan di media kuning (dulu disebut koran kuning)
pun beliau kirimkan. Kadang kesalahan bahasa yang dikirimkannya mengundang
tawa, tetapi yang lebih sering mengundang senyum. Salah satu kiriman fotonya
yang mengundang tawa, ya, yang dikirim Pak Guru dua pekan lalu itu. Beliau
memfotonya dari berita yang dibuat salah satu media televisi. Begini bunyinya:
”Sejak dinikahi Atta Halilintar, Anang Hermansyah belum ketemu Aurel”. Pada foto kirimannya itu,
guru saya tidak mencantumkan komentar apa pun. Barangkali beliau ingin saya
menebak sendiri kesalahan yang terjadi pada kalimat itu. Informasi dari kalimat
tersebut menunjukkan bahwa yang dinikahi Atta Halilintar adalah Anang
Hermansyah. Lazim kita ketahui bahwa dalam konstruksi kalimat demikian,
subyek pada induk kalimat (Anang Hermansyah) merupakan satuan yang lebih
dekat dengan posisi anak kalimat (sejak dinikahi Atta Halilintar). Selain itu, Anang
Hermansyah pun merupakan obyek yang dikenai pekerjaan oleh subyek pada anak
kalimat (dalam hal ini Atta Halilintar), dan akan menjadi subyek pada induk
kalimatnya. Hal itu terbukti jika posisi anak kalimat kita pindahkan ke
belakang induk kalimat (Anang
Hermansyah belum ketemu Aurel sejak dinikahi Atta Halilintar). Jadi, baik posisi anak
kalimat berada di depan maupun di belakang induk kalimat, informasi yang
tersaji kepada kita adalah bahwa yang dinikahi Atta adalah Anang. Anang
merupakan fokus pada kalimat itu. Padahal, faktanya tidak demikian. Sebagai perbandingan, kita
tampilkan contoh berikut. ”Setelah dikalahkan Chelsea (di Liga Champions),
Real Madrid tinggal mengincar juara liga”. Atau contoh berikut: ”Sejak
ditinggali ayah, rumah itu seperti mendatangkan berkah”. Real Madrid dan rumah itu
merupakan subyek pada induk kalimat. Keduanya juga merupakan obyek yang
dikenai pekerjaan oleh subyek pada anak kalimat (Chelsea dan ayah). Jika susunan kalimatnya
dibalik, informasi yang didapatkan pun tetap sama. Konstruksi kalimat
demikianlah yang lazim dalam bahasa Indonesia. Real
Madrid tinggal mengincar juara liga setelah dikalahkan Chelsea
(di Liga Champions). Demikian pula
kalimat contoh yang kedua (Rumah itu
seperti mendatangkan berkah sejak ditinggali ayah). Kecermatan
dan ketepatan Kembali ke contoh yang
dikirimkan guru saya, maksud si penulis sebenarnya tidak seperti yang saya
katakan tadi. Dia tidak memaksudkan bahwa Anang Hermansyah-lah yang dinikahi
Atta Halilintar, tetapi Aurel, anak Anang. Jika demikian, kalimat
yang dia tulis seharusnya tidak seperti itu. Ada beberapa perbaikan jika yang
dimaksud si penulis adalah bahwa yang dinikahi Atta adalah Aurel, anak Anang,
bukan Anang, ayah Aurel. Sejak dinikahi Atta
Halilintar, Aurel belum ketemu Anang Hermansyah. Bisa juga dibalik posisinya
menjadi Aurel belum ketemu Anang Hermansyah sejak dinikahi Atta Halilintar.
(Jika kata ketemu dirasa kurang sreg, kita bisa menggantinya dengan bertemu
yang lebih formal.) Kita bisa juga mengubah
bentuk pasif dinikahi menjadi menikahi pada anak kalimatnya (Sejak menikah dengan Atta Halilintar,
Aurel Belum Ketemu Anang Hermansyah (Aurel
Belum Ketemu Anang Hermansyah sejak menikah dengan Atta Halilintar). Perubahan bisa juga
dilakukan dengan menyisipkan Aurel pada anak kalimat untuk menghindari
keambiguan. Namun, dalam konstruksi ini dibutuhkan keterangan untuk
menggantikan Aurel agar nama Aurel tidak disebutkan dua kali. Misalnya, Sejak Aurel dinikahi Atta Halilintar,
Anang Hermansyah belum ketemu anaknya itu. Bisa juga menjadi Anang Hermansyah
belum ketemu Aurel sejak anaknya itu dinikahi Atta Halilintar. Kasus seperti itu biasa
terjadi jika seorang penulis menempatkan anak kalimat sebelum induk
kalimatnya. Tidak salah sebetulnya, tetapi kecermatan dan ketepatan dalam
membuat anak kalimat dan induk kalimatnya sangat dibutuhkan. Kita harus sepakat bahwa
kecermatan dan ketepatan dalam membuat kalimat merupakan salah satu cara agar
informasi yang akan disampaikan tepat sasaran. Kalimat yang dibuat tidak
dengan cermat dan tepat akan menimbulkan ketaksaan, multitafsir. Padahal,
ketaksaan sangat tidak diharapkan dalam penulisan di media massa. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar