Laporan Diskusi Kompas-LMI
"Masih
Adakah yang Tersisa?"
Reposisi
Identitas Indonesia
KOMPAS, 06
Oktober 2015
Kebangkitan Indonesia menuju masyarakat yang lebih sejahtera dan
bermartabat memerlukan sejumlah reposisi dan agenda yang segera harus
diwujudkan. Untuk itu, reposisi sebaiknya dilakukan dalam lima ranah utama.
Pertama, reposisi identitas. Indonesia harus melihat dirinya
secara serius dan konsisten sebagai kekuatan maritim. Identitas maritim ini
harus menjadi rujukan bagi Indonesia dalam membangun kekuatan nasional. Arti
penting maritim bagi kepentingan nasional Indonesia akan semakin meningkat
dan strategis di tahun-tahun mendatang.
Kedua, reposisi peran. Indonesia perlu membangun peran sebagai
middle power. Peran sebagai middle
power ini tentu bukan tujuan akhir Indonesia, melainkan harus dilihat
sebagai upaya yang mencerminkan keseimbangan antara tujuan dan kemampuan
politik luar negeri yang ada sekarang. Dengan kata lain, Indonesia bisa
berperan sebagai kekuatan regional dengan keterlibatan global secara
selektif. Untuk itu, Indonesia perlu memperkuat kerja sama, misalnya dengan
Korea Selatan, Brasil, Turki, dan Afrika Selatan.
Ketiga, reposisi jaringan. Sebagai manifestasi reposisi
strategis peran sebagai middle power,
dibutuhkan reposisi strategis yang menempatkan Indonesia sebagai kunci
(pivot) dalam pertautan politik-ekonomi global dan regional. Untuk itu,
Indonesia perlu memperkuat konektivitas strategis dengan aktor-aktor global,
seperti hubungan bilateral dengan kekuatan-kekuatan besar di kawasan
(Tiongkok, India, dan Jepang), dengan Uni Eropa dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta memperkuat keterlibatan dan peran dalam G-20.
Mandala
keterlibatan
Keempat, reposisi mandala keterlibatan. Dinamika geopolitik
dewasa ini harus mendorong Indonesia memperluas mandala keterlibatannya (space of engagement) dari kawasan Asia
Timur ke kawasan Indo-Pasifik. Rujukan terhadap Indo-Pasifik menempatkan
Indonesia pada posisi yang "mengintegrasikan" arti penting dua
samudra-Samudra Hindia dan Laut Tiongkok Selatan-ke dalam politik luar
negeri. Melalui reposisi ini, Indonesia akan lebih leluasa memenuhi
kepentingan strategisnya.
Kelima, reposisi intraregional. ASEAN-lepas dari segala
kekurangan-merupakan wadah kerja sama penting bagi Indonesia. Namun,
Indonesia perlu mereposisi perannya di ASEAN. Untuk itu, Indonesia tidak
perlu lagi melihat ASEAN sebagai satu-satunya forum bagi pencapaian
kepentingan Indonesia. Indonesia tidak perlu lagi bersikap sungkan mengambil
berbagai prakarsa untuk memperkuat ASEAN demi terjaganya sentralitas ASEAN
dalam menghadapi perubahan geopolitik yang begitu cepat.
Politik luar negeri Indonesia tidak dapat lagi dijalankan secara
romantik, sloganistik, normatif, dan reaktif. Kelima reposisi strategis yang
ditawarkan itu akan membantu Indonesia menjadi aktor yang aktif menolak
dominasi kekuatan-kekuatan besar di kawasan Asia Tenggara, baik dalam bentuk
Pax Sinica maupun Pax Americana.
Bagi Indonesia, independensi dan kedaulatan nasional serta
menjaga persatuan dan otonomi strategis kawasan Asia Tenggara untuk tidak
menjadi mandala perebutan pengaruh kekuatan-kekuatan besar merupakan
kepentingan strategis utama politik luar negeri yang tidak boleh ditawar.
Agenda
Ada enam agenda konkret mendesak, menurut Rizal Sukma. Pertama,
membuat peta/arah kerja sama internasional untuk mendukung agenda nasional.
Misalnya, di bidang infrastuktur dengan siapa, industri maritim dan perikanan
dengan mitra yang mana, pembangunan SDM dengan negara mana, perluasan akses
pasar produk manufaktur ke mana?
Kedua, mengambil peran aktif dalam negosiasi pengaturan
perdagangan bebas di Asia. Langkah ini akan memperkuat keyakinan dunia bahwa
Indonesia tidak anti terhadap perdagangan bebas yang adil (free and fair
trade) dan saling menguntungkan.
Ketiga, mengambil peran kepemimpinan dalam membangun ASEAN pasca
2015. Misalnya, dengan mengajukan ide-ide penguatan ASEAN (RCEP, sentralitas
ASEAN, penguatan Sekretariat ASEAN), membantu negara ASEAN (konflik di
Thailand, Myanmar, dan Filipina; pembangunan di Myanmar dan Kamboja; dan
penanggulangan bencana), serta aktif dalam membentuk arsitektur regional.
Keempat, menempatkan diri sebagai "penyeimbang" dalam
hubungan antarnegara besar untuk meredam persaingan di antara mereka demi
stabilitas di kawasan. Termasuk dalam hal ini mengupayakan KTT empat raksasa
Asia (Indonesia, Tiongkok, Jepang, dan India) untuk membahas masa depan
kemakmuran dan perdamaian Asia.
Selain itu, Indonesia bisa mengajak Rusia untuk berperan lebih
aktif dalam arsitektur keamanan Asia sekaligus membangun hubungan yang sama
dekat dengan AS, Tiongkok, Jepang, dan India untuk meningkatkan posisi tawar.
Hubungan yang baik bisa menginisiasi latihan bersama Indonesia, AS, Jepang,
Tiongkok, India, dan Rusia di bidang penanggulangan bencana, anti bajak laut,
dan tentu SAR.
Kelima, operasionalisasi peran honest broker dalam penyelesaian
sengketa Laut Tiongkok Selatan, menyampaikan ide tentang substansi code of
conduct, sekaligus mendorong negara-negara ASEAN berperan aktif menyelesaikan
klaim tumpang tindih di Laut Tiongkok Selatan.
Keenam, aktif dalam isu-isu global, khususnya perubahan iklim
(COP-21 di Paris), pendidikan dan kesehatan (UN Commission on Global
Education), penanggulangan bencana, dan bina perdamaian (UN-PKO).
Keenam strategi dan langkah-langkah diplomasi itu akan
memperkuat kepercayaan, keyakinan, dan citra aktif-positif Indonesia di mata
dunia.
Berjayalah pinisi Indonesia. Bentangkan layar untuk mengarungi
dua samudra. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar