Kamis, 04 Desember 2014

Politik Luar Negeri buat Rakyat

                               Politik Luar Negeri buat Rakyat

( Wawancara )
Retno LP Marsudi  ;   Menteri Luar Negeri
KOMPAS,  04 Desember 2014

                                                                                                                       


Mengenakan celana panjang hitam dan blus putih, Retno LP Marsudi, Rabu (3/12), kelihatan segar. Di ruang kerjanya, di Pejambon, Jakarta, perempuan pertama yang menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia ini menjelaskan kerangka besar tugas-tugas kementeriannya. Musik Jawa klenengan dari tape terdengar lembut di ruang kerjanya.

Bagaimana arah kebijakan luar negeri pada pemerintahan ini?

Presiden sudah menyampaikan kepada anggota kabinet untuk menerjemahkan visi dan misi Presiden. Dari visi misi yang disampaikan Presiden, kita melihat apa yang harus dikerjakan Kementerian Luar Negeri. Terlihat jelas, visi misinya adalah keberpihakan kepada rakyat. Jadi, rakyatlah yang menjadi acuan kerja kita.

Lalu, apa yang akan dikerjakan Kemlu?

Prioritas yang pertama adalah kedaulatan. Hal ini sangat jelas dalam politik luar negeri negara mana pun. Dalam kedaulatan, kita akan berupaya menyelesaikan persoalan perbatasan di laut ataupun di darat.

Prioritas kedua, kita akan mengedepankan keberpihakan kepada warga negara Indonesia, termasuk buruh migran.

Hari Minggu lalu, saya mendampingi Presiden untuk e-blusukan, berkomunikasi dengan buruh migran di delapan titik. Kita mendapat masukan sangat banyak. Setelah itu, Presiden membuat rapat kecil yang intinya menetapkan komitmen untuk pembenahan hulu ataupun hilir. Di hilir, hal yang menjadi perhatian WNI antara lain masalah akses pendidikan untuk anak WNI dan masalah hotline.

Saya menindaklanjutinya pada Senin dan Selasa silam. Saya membuat video conference dengan para duta besar mengenai arahan Presiden. Saya katakan, mari kita memperbaiki hilir. Hal yang menjadi perhatian dan bisa langsung dilakukan, misalnya hotline. Tolong telepon diangkat.

Dalam satu bulan ini (Retno dilantik sebagai menteri pada 26 Oktober 2014), banyak yang kami lakukan dalam upaya perlindungan WNI. Jumat lalu, saya menyambut 36 WNI yang dievakuasi dari Suriah. Beberapa minggu lalu kita bebaskan dua terhukum mati di Malaysia. Hari ini kita memulangkan—hasil kerja sama dengan polisi Malaysia—39 orang yang akan diselundupkan ke Timur Tengah.

Saya sekarang mengurusi kapal yang tenggelam. Senin malam saya tidak tidur. Saya mengadakan video conference, lalu masuk laporan kapal Korsel tenggelam di Laut Bering

Prioritas lain?

Diplomasi ekonomi. Saya minta tim saya mengubah mindset, cara berpikir. Ekonomi itu untuk rakyat. Jadi, itu harus menjadi panduan, misalnya perdagangan. Kita terlena melaporkan hanya saat perdagangan naik dan turun, tetapi tidak mendalami, mengapa turun? Kena tarif? Atau kena yang lain? Lalu, apa yang dilakukan KBRI? Jadi, jangan berhenti hanya pada, oke turun. Sekarang, kita harus masuk pada mengapa itu terjadi. Memang ada bagian yang bisa diselesaikan kita dan bagian yang harus diselesaikan pihak lain.

Intinya, selalu ada koordinasi antara apa yang kita lakukan dan apa yang dilakukan diplomat. Bukan masanya lagi, yang satu ngapain, yang satu lagi ngapain. Yang penting kita tahu koridornya.

Saya sering dapat pertanyaan, mengapa Indonesia sekarang ke dalam banget? Lalu, bagaimana peran Indonesia selama ini di dunia internasional? Saya katakan tidak akan berubah. Justru paradigma sekarang memudahkan kita bermanuver di dunia internasional, bahkan kalau bisa peran itu ditingkatkan.

Persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015?

Intinya, kalau ada tantangan, ada peluang. Sekarang bergantung pada kita. Populasi ASEAN 600 juta orang. Sekitar 250 juta orang di antaranya warga Indonesia. Berarti ada 350 juta orang di luar Indonesia. Ini pasar. Peluang. Dari data statistik, perdagangan Indonesia dengan ASEAN lebih dari 26 persen. Berarti tak bisa dibantah, interaksi kita di ASEAN sangat signifikan. Belum lagi yang lain. Memang ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, tetapi kita tak perlu pesimistis terhadap pemberlakuan MEA. Kita punya potensi yang kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar