Pesta
Itu Pun Usai Sudah
Refly Harun ;
Pengamat Hukum Tata Negara dan Pemilu
|
KOMPAS,
22 Agustus 2014
THE game is over, perlombaan sudah usai. Saya ingin memulai dengan kalimat tersebut
dalam memaknai putusan Mahkamah Konstitusi yang mentahbiskan kemenangan
pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan menolak gugatan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa dalam persidangan yang digelar di MK, Kamis (21/8).
Kita semua berharap segala prahara yang ditimbulkan dalam
prosesi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 dapat
segera diakhiri. Pihak yang menang jangan terlalu jemawa dan semoga mau
merangkul yang kalah untuk membangun republik ini. Sementara di pihak lain,
mereka yang kalah mudah-mudahan mampu menerima dengan kejernihan yang
sejernih-jernihnya.
Tiga parameter
Praktis tidak ada kejutan berarti dalam putusan MK kali ini.
Dengan tiga parameter yang tersaji, kita sesungguhnya dapat menentukan arah
putusan jauh-jauh hari sebelumnya. Pertama, melalui isi permohonan yang
sebenarnya sangat tidak meyakinkan. Kedua, melalui sajian bukti yang
terhampar selama delapan kali sidang yang tidak menguatkan. Ketiga, melalui
yurisprudensi lembaga pengawal konstitusi tersebut yang sudah mengajarkan
kita.
Dengan ketiga parameter tersebut, dalam banyak kesempatan, saya
selalu mengatakan bahwa 99 persen permohonan ditolak, Angka 1 persen masih
disisakan karena masih mengkhawatirkan subyektivitas hakim konstitusi yang
berlebihan. Ternyata, hakim-hakim MK kali ini telah secara tepat memutuskan
perkara ini. Saya berharap jejak-jejak Akil Mochtar benar-benar sudah habis
di lembaga yang awalnya sangat kita agungkan tersebut.
Secara garis besar, dalil-dalil permohonan yang diajukan kubu
Prabowo-Hatta dinyatakan tidak terbukti. Mengenai dalil bahwa pasangan calon
nomor urut 1 tersebut unggul dengan 50,26 persen, tidak ada satu saksi pun
yang menguatkan klaim kemenangan tersebut.
Elaborasi atas klaim itu sendiri juga sangat tidak meyakinkan.
Sebab, mereka tidak mampu membuktikan penambahan suara Prabowo-Hatta hampir 5
juta suara dan pengurangan suara Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hampir 4
juta suara dari yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22
Juli lalu.
Dalam putusannya, MK telah menjawab dan mengonfirmasi beberapa
hal. Yang paling utama adalah soal daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).
Masalah DPKTb ini menjadi argumen utama yang mengonsumsi mayoritas proses
pembuktian di MK.
Dengan titik masuk soal DPKTb, kubu Prabowo-Hatta mendalilkan
telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang
dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Ahli yang diajukan Prabowo-Hatta,
seperti Margarito Kamis dan Said Salahudin, menyatakan bahwa DPKTb cacat
hukum karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang menjadi landasan
hukum utama pelaksanaan Pilpres 2014. Putusan MK tanggal 6 Juli 2009 yang
membolehkan penggunaan KTP dan paspor serta identitas kependudukan lainnya
bagi mereka yang belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) dinilai
tidak berlaku lagi karena merupakan respons situasional Pilpres 2009.
Argumen-argumen tersebut rontok di tangan sembilan hakim
konstitusi. Soal DPKTb, MK menyatakan bahwa DPKTb tidak cacat hukum.
Peraturan KPU yang mengatur tentang DPKTb sah karena tidak dicabut oleh KPU
dan tidak dibatalkan oleh pengadilan melalui mekanisme judicial review di
Mahkamah Agung.
Kendati materi DPKTb seharusnya diatur dengan undang-undang,
tetapi karena UU Pilpres 2009 tidak berubah, tindakan KPU mengatur DPKTb
justru secara materiil bermaksud melindungi hak konstitusional warga negara.
Hal ini tentu saja tidak bertentangan dengan konstitusi dan putusan MK
tanggal 6 Juli 2009 yang menjadi dasar dibolehkannya unregistered voters
untuk memilih. Tidak terbukti pula bahwa DPKTb digunakan untuk memobilisasi
pemilih demi memenangkan salah satu pasangan calon.
Mengenai pembukaan kotak suara sebelum ketetapan MK tanggal 8
Agustus, yang juga banyak dipersoalkan, MK tidak memberikan penilaian apakah
hal itu melanggar kode etik atau tidak karena bukan ranah MK untuk
menilainya. Namun, MK menggarisbawahi tidak ada bukti bahwa dengan tindakan
tersebut rekapitulasi suara atau data dalam kotak suara itu berubah.
Hal penting lainnya soal pemilihan di Papua, MK meneguhkan
kembali sistem noken dan ikat. Namun, dengan catatan agar pada masa depan
harus diadministrasikan secara baik dari tingkat awal (mulai dari TPS)
sebagai alat kontrol untuk menjaga kemurnian suara.
MK mengakui ada beberapa pelanggaran dalam proses pemilihan
presiden di Papua, tetapi tidak terjadi di banyak tempat, sebagaimana
didalilkan pemohon. Lagi pula, andai pemungutan suara diulang akibat
pelanggaran tersebut, kemenangan Jokowi-JK tidak akan tergoyahkan.
Dalil-dalil lain pemohon, seperti pengabaian daftar penduduk
potensial pemilihan dalam pemilu (DP4) dan tidak dilaksanakannya rekomendasi
Bawaslu/Panwaslu, juga tidak terbukti.
Merekat kembali
keterpecahan
Putusan sudah dijatuhkan. Tentu tidak semua pihak akan puas
dengan putusan tersebut. Namun, secara substantif, saya menilai putusan MK
kali ini sudah sebagaimana yang saya pikirkan sejak awal berdasarkan
penyimakan terhadap putusan-putusan MK selama ini. Adalah kewajiban kita
sebagai warga negara untuk menaati putusan tersebut.
Upaya-upaya yang sudah dan akan dilakukan Prabowo-Hatta untuk
mempersoalkan terus hasil pilpres di segenap lini mudah-mudahan dihentikan
sebab langkah-langkah itu sesungguhnya tidak akan berpengaruh lagi terhadap
hasil pilpres. Tanggal 20 Oktober nanti akan hadir presiden ketujuh kita
dalam diri Joko Widodo dan wakilnya, M Jusuf Kalla.
Akhirnya, mudah-mudahan kita bisa belajar dari kebesaran hati
John McCain ketika kalah dalam pertarungan dengan Barack Obama dalam
pemilihan presiden AS tahun 2008. Kata John McCain, ”My friends, we have come to the end of a long journey. The American
people have spoken and they have spoken clearly. A little while ago, I had
the honor of calling Senator Barack Obama to congratulate him on being
elected the next president of the country that we both love. I will do all in
my power to help him lead us through the many challenges we face. I urge all
Americans who supported me to join not only in congratulating him but offering
our next president our goodwill and honest effort to find the necessary
compromises to bridge our differences.”
Menjembatani perbedaan untuk mengatasi segala tantangan bagi
negara yang kita cintai ini mudah-mudahan menjadi panasea untuk merekatkan
kembali keterpecahan hanya karena kompetisi Pilpres 2004. Selamat Jokowi-JK, selamat pula kepada
Prabowo-Hatta. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar