Brain drain dalam istilah umum berarti arus tujuan para
ilmuwan dan orang-orang pintar di dunia. Brain drain merupakan arus modal
sumber daya manusia (SDM) yang andal. Dalam pemahaman imigrasi, brain drain
menunjukkan adanya kelompok besar individu yang memiliki keterampilan
teknis atau pengetahuan, yang berpindah dari suatu negara ke negara lain.
Perpindahan tersebut biasanya dengan berbagai alasan, yang meliputi dua
aspek yang masing-masing berasal dari negara ataupun dari individu yang
bersangkutan.
Brain drain Indonesia memiliki potensi orang-orang
cerdas dan pintar di bidangnya. Sebagai contoh, menurut data Ikatan Ilmuwan
Indonesia Internasional, sekitar 7.000 PhD, master, bahkan profesor,
tersebar di seluruh dunia, dalam berdiaspora dan berkarier di luar tanah
air Indonesia. Orang-orang potensial dan pintar ini bertahan di berbagai
belahan dunia, dan tidak kembali ke Indonesia, dengan berbagai alasan.
Namun, apa pun alasannya, orang-orang pintar ini merupakan potensi
Indonesia yang tak ternilai harganya. Bangsa Indonesia selayaknya
memanfaatkan keberadaan mereka di berbagai negara maju dewasa ini.
Untuk memanfaatkan brain drain Indonesia, mungkin kita
bisa belajar dari Amerika Serikat dalam memanfaatkan brain drain. Semboyan
Amerika adalah destinasi bagi orang-orang pintar, yang disemboyankan
sebagai "Dream of America". Tentunya, semua bangsa di dunia
mempunyai cita-cita yang tinggi dan mulia, demikian pula Amerika Serikat,
memproklamasikan diri dengan jargonnya, "American Dream".
"American Dream" adalah etos nasional Amerika
Serikat, dalam upaya mengimplementasikan cita-cita nasionalnya, demi
kebebasan seluruh tumpah darah dan masyarakat Amerika Serikat. Kebebasan
tersebut meliputi kebebasan untuk mendapatkan kesempatan demi kemakmuran
dan kesuksesan yang dicapai melalui kerja keras. Dalam istilah yang lebih
nyata, "hidup harus lebih baik, lebih sukses, dan lebih paripurna
untuk semua orang, dengan tidak membeda-bedakan kelas sosial atau
asal-usul". Ide dari "American Dream" berakar dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang menyatakan bahwa "semua
manusia diciptakan sama" dan bahwa mereka "diberkati oleh
Pencipta mereka dengan hak mutlak tertentu" termasuk hak "hidup,
kebebasan, dan kebahagiaan".
Dalam perkembangannya, "American Dream" menyiratkan
kesempatan bagi seluruh masyarakat Amerika untuk mencapai kemakmuran,
termasuk kesempatan bagi anak-anak untuk tumbuh dan menerima pendidikan
yang baik dan karier tanpa hambatan. Amerika Serikat merupakan negara para
imigran. Mayoritas penduduknya adalah pendatang, sehingga sangat terasa di
negeri, suasana tanpa membeda-bedakan berdasarkan kelas, kasta, agama, ras,
atau etnis, termasuk para imigran.
Aspirasi "American Dream" dalam arti luas
menunjukkan mobilitas yang sistematis dan diarahkan ke seluruh penjuru
dunia, dalam semua bidang. Misalnya: bisnis, agama, filantropi, Hollywood,
serikat buruh, dan lembaga kepresidenan Washington, dalam menjangkau dunia
dengan cara yang demokratis. Dengan strategi yang luar biasa canggihnya:
dalam untaian kalimat "visi kemajuan sosial global, visi demokratis
dunia, dan keberdayaan dunia", yang dibungkus oleh komponen utama: (1)
keyakinan bahwa negara-negara lain bisa dan mampu mereplikasi pengalaman
kemajuan Amerika, (2) kemajuan berwirausaha, (3) dukungan untuk akses bagi
keterbukaan perdagangan dan investasi, (4) promosi aliran bebas informasi
dan budaya, serta (5) pemerintah akan melindungi perusahaan swasta dan
merangsang serta mengatur partisipasi Amerika dalam pertukaran ekonomi dan
budaya internasional.
Dengan konsep di atas, berbondong-bondonglah seluruh
ahli, ilmuwan, pakar, dan orang-orang potensial memasuki Amerika. Dan
keberadaan orang-orang hebat tersebut dipermudah untuk memiliki izin
tinggal, permanent resident (Green Card),bahkan kemudahan untuk berpindah
kewarganegaraan.
Kondisi seperti di atas akan secara spontan menjadi
magnet atau daya tarik yang luar biasa bagi orang-orang pintar di dunia,
untuk memasuki Amerika Serikat. Dengan demikian, ratusan ribu hingga jutaan
doktor atau PhD bermimpi untuk melanjutkan pendidikan, berkarier, bahkan
menetap dan menjadi warga negara Amerika.
Dampak dari kondisi tersebut, tak diragukan lagi, lebih
dari 50 persen (338 orang) penerima Hadiah Nobel menetap di AS. Demikian
pula mayoritas universitas-universitas terbaik di dunia berada di Amerika
Serikat (70 dari 100 universitas terbaik di dunia berada di Amerika
Serikat). Demikian pula, terjadi ledakan teknologi informasi, digital,
komputer, dan pelayanan kesehatan di Amerika Serikat. Ini semua tak terlepas
dari dan merupakan dampak positif brain drain tersebut di atas. Amerika
Serikat menjadi seperti surganya orang-orang pintar di dunia.
Apa yang bisa kita petik dari brain drain
tersebut, untuk menjadi motivasi dan membangun suatu strategi bagi kemajuan
Indonesia? Sebetulnya, Indonesia dapat memetik manfaat juga, dari para
pakar, atau ilmuwan, profesor, atau orang-orang Indonesia yang telah
menetap, bahkan telah menjadi warga negara, di AS. Yaitu menjadikan mereka
sebagai duta, untuk melakukan transfer teknologi, transfer pengetahuan,
transfer budaya, hingga transfer dolar sebagai devisa negara. Demikian
pula, menjadikan mereka sebagai agen Indonesia yang tersebar di
negara-negara maju, untuk melanjutkan transformasi, demi kemajuan Indonesia
tercinta. Sebab, tidak bisa dimungkiri, di dalam batin dan sanubari mereka,
terpatri rasa cinta yang mendalam, rasa rindu yang luar biasa, bahkan suatu
keyakinan dan kemauan keras untuk berbuat demi kemajuan di tanah air
tercinta. ●
|
artikel ini sangat menarik,
BalasHapusSalam aslian