Jumat, 15 Maret 2013

Tim Tiga Paus


Tim Tiga Paus
H Witdarmono ;  Wartawan
KOMPAS, 15 Maret 2013

  
Rabu, 13 Maret 2013, Beberapa Menit Setelah Pukul 19.00 CET (Waktu Eropa Tengah), Asap Putih Muncul Dari Cerobong Kapel Sistina, Vatikan, Tempat Ke-115 Kardinal Memilih Paus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik. Habemus Papam ”Kita Punya Paus”, Begitu Kata Kardinal Jean-Louis Tauran Kepada Jemaat Yang Memadati Lapangan Santo Petrus. Sejak Detik Itu Sejarah Gereja Katolik Tercatat Memiliki Tiga Paus, Satu Dengan Tanda Petik.
Yang Pertama: Paus Fransiskus, Yang Sebelumnya Dikenal Dengan Nama Kardinal Jorge Mario Bergoglio, Anak Keluarga Imigran Italia Yang Lahir Pada 1936 Di Buenos Aires, Argentina. Sosok Bergoglio, Mantan Uskup Agung Buenos Aires Ini, Unik. Ahli Dalam Teknologi Kimia Sekaligus Filsafat Dan Teologi, Yang Ditempuhnya Di Jerman. Karena Itu, Selain Bahasa Latin, Bergoglio Juga Menguasai Tiga Bahasa Modern: Spanyol, Italia, Dan Jerman.
Yang Kedua Adalah Paus Emeritus Benediktus XVI, Yang Kini Tinggal Di Puri Gandolfo Di Teng- Gara Roma. Tentang Benediktus XVI Banyak Yang Sudah Tahu. Paus Yang Sebelumnya Dikenal Sebagai Kardinal Joseph Ratzinger Ini Adalah Teolog Asal Jerman Bertaraf Internasional. Ia Banyak Menulis, Punya Kelompok Ilmiah, Dan Dikenal Memiliki Analisis Tajam Perihal Iman Dan Teologi. Paus Benediktus XVI Pun Kemudian Lebih Dikenal Sebagai ”The Teaching Pope”.
Yang Ketiga Adalah Paus ”Hitam”, Adolfo Nicolás Pachón, Superior Jenderal Serikat Jesus (SJ). Tahun Kelahiran Imam Jesuit Asal Spanyol Ini Sama Dengan Paus Fransiskus, Yaitu 1936. Para Superior Jenderal SJ, Yang Merupakan Pemimpin Tertinggi Para Imam Jesuit, Sering Disebut Sebagai Il Papa Nero ”Paus Hitam”, Karena Model Pemilihannya Mirip Pemilihan Paus. Yang Membe- Dakan, Jubah Mereka Hitam. Sebutan Itu Juga Menyiratkan Bahwa Mereka Sering Berbeda Pandangan Dengan Paus Yang Berke- Dudukan Di Roma. Namun, Tidak Pernah Ada Kudeta Dari Il Papa Nero Karena Tingkat Ketaatan Mereka Kepada Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Itu Sangat Tinggi, Perinde Ac Cadaver ”Seperti (Taatnya) Mayat”.
Saling Terkait
Ada Keterkaitan Batin Dan Kesamaan Pandangan Hidup Di Antara Ketiga Paus Itu. Kardinal Ber- Goglio, Yang Kini Menjadi Paus Fransiskus, Adalah Anggota SJ. Spiritualitas Dan Paham-Pahamnya Mengacu Pada Latihan Roha- Ni Dari Ignatius Of Loyola (1491- 1556), Perwira Tentara Spanyol Yang Mendirikan SJ. Penghayatan Tiga Kaul SJ—Kemiskinan, Kemurnian, Dan Ketaatan—Yang Dijalaninya Dengan Semangat Spartan Merupakan Jiwa Yang Menggerakkan Aktivitasnya, Sama Seperti Yang Dilakukan Para Pengikut Il Papa Nero.
Pilihan Nama Fransiskus Adalah Gambarannya. Nama Itu Bisa Menunjuk Pada Sosok Fransiskus Xaverius (1506-1552), Misionaris Jesuit Abad XVI Yang Tanpa Takut Dan Tak Kenal Putus Asa Pergi Ke India, Indonesia, Dan Jepang Untuk Menyebarkan ”Kabar Kesela- Matan”. Asia, Khususnya Jepang Dan Filipina, Adalah Juga Wilayah Kerja Adolfo Nicolas Sebelum Ia Menjadi Il Papa Nero.
Namun, Nama Fransiskus Juga Bisa Mengacu Pada Sosok Fransiskus Asisi (1182-1226), Pemuda Kaya Dari Asisi, Italia, Yang Meninggalkan Bisnis Kainnya Yang Sukses Dan Terjun Mengabdi Pada Kaum Hina Dina. Fransiskus Asisi Adalah Pendiri Ordo Fratrum Minorum (Serikat Saudara-Saudara Dina). Tampaknya Nama Itu Dipilih Karena Selama Menjadi Imam, Uskup, Dan Kardinal Jesu-It, Jorge Bergoglio Mewujudkan Pengabdian Kepada Umatnya Dengan Orientasi Hidup Dan Bekerja Bersama Rakyat Jelata.
Paus Fransiskus Dan Paus Emeritus Benediktus XVI Juga Saling Kenal. Pada Konklaf 2005, Nama Bergoglio Merupakan ”Saingan” Dari Kardinal Ratzinger, Yang Kemudian Terpilih Menjadi Paus Benediktus XVI. Kesamaan Belajar Teologi Di Jerman Membuat Keduanya Bisa Liat Berdiskusi Dalam Berbagai Persoalan Iman Dan Moral.
Beberapa Teolog Mengatakan, Terpilihnya Kardinal Bergoglio Menjadi Paus Akan Memberi Udara Segar Bagi Kehidupan Gereja Katolik Di Masa Depan. Selama Ini, Sejak Berakhir Konsili Vatikan II (1962-1965), Gereja Katolik Menghadapi Sejumlah Persoalan Besar: Sekularisme, Keterlibatan Politik, Ketakadilan Di Dunia Ketiga, Runtuhnya Kaidah Moral, Serta Masuknya Pandangan Baru Mengenai Seksualitas.
Empat Paus Terakhir, Paulus VI (Memerintah 1963-1978), Yo- Hanes Paulus I (1978), Yohanes Paulus II (1978-2005), Dan Bene- Diktus XVI (2005-2013) Berusaha Menangani Masalah-Masalah Itu Dengan Pola Sendiri-Sendiri. Sejarah Kini Mencatat, Paulus VI Telah Jadi Benteng Kokoh Dalam Gejolak Gereja Setelah Konsili Vatikan II.
Wafatnya Yohanes Paulus I Yang Hanya Menjadi Paus Selama 33 Hari Mengajarkan Bahwa Penanganan Masalah Melalui Model Para Paus Dari Italia Yang Sudah Ratusan Tahun Harus Diganti Dengan ”Udara Luar Italia”. Dan Yo- Hanes Paulus II Yang Berasal Dari Polandia, Negeri Yang Selama Beberapa Dekade Dikuasai Nazisme Dan Komunisme, Lalu Memberi Udara Segar Itu Melalui Lawatan- Nya Ke Sejumlah Negara.
Paus ”Komunikator” Ini Berpe- Ran Besar Dalam Meruntuhkan Komunisme Dunia. Lalu Paus Benediktus XVI Dengan Ortodoksi- Nya Di Bidang Iman Dan Teologi Berusaha Membuat Gereja Lebih Bermutu Meski Harus Banyak Kehilangan Anggotanya.
Jeritan Ke Surga
Kini Harapan Baru Diletakkan Kepada Paus Fransiskus Untuk Memberi Arahan Dan Kepemimpinan Kepada Umat Katolik Yang Jumlahnya Sekitar 1,2 Miliar Jiwa. Di Sini Latar Belakang Argentina Dan Amerika Latin Mungkin Bisa Menjadi Petunjuk Mengenai Bagaimana Gereja Di Masa Depan.
Argentina Bukan Produsen Para Teolog Pembebasan. Kolombia, Peru, Dan Brasil Adalah Ladang Subur Tumbuhnya Teologi Pembe- Basan. Namun, Justru Di Argenti- Na Semangat Teologi Pembebasan, Khususnya Di Kalangan Masyarakat Dan Elite Gereja, Tumbuh Subur. Gereja Argentina Adalah Salah Satu Gereja Yang Mengecam IMF, Mazhab Ekonomi Neoliberalisme, Dan Penggusuran Rumah-Rumah Rakyat Untuk Kepentingan Industri.
Sebagai Uskup Agung Buenos Aires, Kardinal Bergoglio Sangat Menekankan Gereja Harus ”Keluar Ke Jalan-Jalan Memberi Kesaksian Dan Memengaruhi Kebijaksanaan Publik”. Khotbahnya Yang Terkenal Adalah ”Jeritan Ketidakadilan Sebagai Dosa Sosial Telah Sampai Di Surga”. Ini Berarti, Di Bawah Kepemimpinan Paus Fransiskus, Gereja Masa Datang Harus Menjadi Gereja Yang Mampu Mengajak Masyarakat Di Sekitarnya Peduli Pada Mereka Yang ”Kecil” Melalui Contoh Kehidupan Konkret Maupun Melalui Ajaran Sosial Yang Tajam.
”Suara Gereja Harus Terdengar Sampai Ke Pusat Kekuasaan,” Ujar Uskup Bergoglio Ketika Di Pertengahan 1970-An Harus Berhadapan Dengan Sejumlah Kasus Penculikan Warga Zaman Rezim Diktator Argentina, Jorge Videla.
Jangan Lagi Terdengar Lagu ”Don’t Cry For Me Argentina” (1978), Mungkin Itulah Harapan Bergoglio. Sebagai Paus Fransiskus, Ia Pasti Akan Mengganti Lirik Tim Rice Itu Dengan Lirik Lagu ”Lord, Make Me An Instrument Of Your Peace”, Yang Merupakan Cuplikan Doa Fransiskus Asisi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar