Minggu, 10 Maret 2013

Sistem Inovasi Teknoindustri yang Pro-growth dan Pro-job


Sistem Inovasi Teknoindustri yang Pro-growth dan Pro-job
Ugay Sugarmansyah  ;  Direktur Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi BPPT
MEDIA INDONESIA, 09 Maret 2013



DI dalam UU No 17 Ta hun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, disebutkan bahwa dalam rangka memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global, diperlukan adanya dukungan penguatan sistem inovasi. Itu dilakukan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Disebutkan pula, langkah tersebut dilakukan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan.

Pengembangan sistem inovasi teknoindustri adalah pengembangan sistem inovasi pada tataran industrial atau lebih populer cluster industri. Itu bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri melalui pe nguatan rantai nilai (value chain) dan keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai. Cluster industri adalah jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait. Himpunan itu mencakup industri inti--yang menjadi `fokus perhatian', industri pemasok, industri pendukungnya, industri terkait, dan pembeli.

Kemudian pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian, pengembangan, dan perekayasaan). Lalu, institusi yang berperan menjembatani (misalnya broker dan konsultan). Kesemuanya dihubungkan dalam rantai proses peningkatan rantai nilai.

Teknoindustri dalam MP3EI

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 bertujuan mengangkat Indonesia menjadi negara maju, merupakan kekuatan 12 besar dunia pada 2025 dan 8 besar dunia pada 2045. Strategi utama upaya tersebut ditempuh melalui beberapa langkah.

Pertama, peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi, yaitu membangun pusat-pusat pertumbuhan di setiap koridor, dengan pengembangan cluster industri dan atau kawasan ekonomi khusus (KEK) berbasis sumber daya unggulan (komoditas). Kedua, penguatan konektivitas nasional, dengan penguatan konektivitas intra dan antarpusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi; konektivitas antarkoridor ekonomi (antarpulau); konektivitas internasional (gate perdagangan dan wisatawan). 
Ketiga, penguatan kemampuan SDM dan iptek nasional dengan meningkatkan kemampuan SDM dan iptek untuk mendukung pengembangan program utama.

Sebagai ilustrasi, tulisan ini mengambil salah satu kegiatan utama di dalam MP3EI, yaitu kelapa sawit yang dikembangkan dengan pendekatan cluster industri. Menurut Pahan (2011), aglomerasi industri kelapa sawit yang terjadi di Sumatra Utara, Riau, dan Kaltim belum mendapat justifikasi empiris sebagai cluster industri.

Teridentifikasi pula terdapat beberapa permasalahan, antara lain kelangsungan pasokan bahan baku dan jaminan bahan baku yang ramah lingkungan (dari proses di hulu sampai ke hilir).
Tim Studi BPPT (2012) menganalisis pengembangan cluster industri kelapa sawit belum optimal dilihat dari beberapa aspek dengan bobot yang berbeda, yaitu adanya beberapa kelemahan. Pertama, kelemahan kerangka umum yang kondusif bagi bisnis dan inovasi di dalam pengembangan cluster industri kelapa sawit. Kedua, kelemahan kelembagaan dan daya dukung iptek dan rendahnya kemampuan absorpsi dari cluster. Ketiga, kelemahan keterkaitan, interaksi dan kerja sama difusi inovasi; persoalan budaya inovasi. Keempat, kelemahan pada fokus, rantai nilai, kompetensi dan sumber pembaruan ekono mi dan sosial; serta kelemahan dalam merespons tantangan global. Tim studi juga menganalisis sebagai alternatif Kabupaten Pelalawan, Riau, juga berpotensi baik untuk dikembangkannya cluster industri kelapa sawit di koridor Sumatra.

Pro-growth dan Pro-Job

Dalam implementasi MP3EI perlu dilakukan fokus pada sektor atau subsektor yang akan memberikan peningkatan nilai tambah (value added) tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan peningkatan penyerapan tenaga kerja (pro-job).

Dalam kasus cluster industri kelapa sawit, menurut hasil perhitungan iterasi 1 data input output nasional 2010 yang bersumber dari BPS, dapat diidentifikasi sektor-sektor pada cluster industri kelapa sawit ini yang memiliki nilai dampak pengganda nilai tambah atau value added multiplier effects (angka di dalam kurung) yang bervariasi sebagai berikut: kelapa sawit (1,9); industri minyak nabati lain dan hewani (3,7); industri minyak goreng dari kelapa sawit (3,3); industri minyak goreng dari kelapa (3,1); industri sabun dan bahan pembersih (3,8); industri barang-barang kosmetik (3,6); barang-barang kimia lainnya (2,7); industri ransum pakan ternak/ikan (3,4); industri farmasi (2,6); industri konsentrat pakan ternak (3,6); industri bahan farmasi (2,6); biji-bijian kupasan (3,1); dan pestisida (2,9).

Nilai pengganda nilai tambah kelapa sawit sebagai sektor primer sebesar 1,9 yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan sektor terkait di depannya (forward linkages) yang menggunakan kelapa sawit sebagai input antaranya. Itu menandakan terjadinya peningkatan nilai tambah bila diolah lebih ke hilir.
Apabila dikelompokkan sektor-sektor atau subsektor yang memiliki nilai sama atau di atas dari nilai rata-rata, baik untuk pengganda nilai tambah maupun tenaga kerja, kelompok itu dikategorikan relatif lebih pro-growth dan sekaligus juga pro-job, yaitu industri minyak nabati lain dan hewani; industri minyak goreng dari kelapa sawit; industri sabun dan bahan pembersih; industri konsentrat pakan ternak; industri ransum pakan ternak/ikan; dan industri barang-barang kosmetik.

Implikasi Kebijakan

Dalam kasus cluster industri kelapa sawit--sebagai salah satu kegiatan utama MP3EI, penguatan sistem inovasi teknoindustri atau cluster industri kelapa sawit perlu dilakukan dengan memperbaiki kelemahan generik. Perbaikan mencakup beberapa hal. Pertama, dikem bangkannya kerangka umum yang lebih kondusif bagi inovasi dan bisnis di cluster industri kelapa sawit.

Kedua, diperkuatnya kelembagaan dan daya dukung iptek/ litbangyasa dan kemampuan absorpsi oleh industri. Ketiga, ditumbuhkembangkannya kolaborasi bagi inovasi dan ditingkatkannya difusi inovasi, praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbangyasa serta ditingkatkannya pelayanan berbasis teknologi. Keempat, didorongnya budaya inovasi; ditumbuhkembangkan dan diperkuatnya keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan cluster industri nasional dan daerah. Terakhir, diselaraskannya kesemua itu dengan perkembangan global.

Sebagian sumber daya nasional dalam litbangyasa jangka pendek perlu diarahkan kepada sektor atau subsektor di dalam cluster industri kelapa sawit pada kelompok yang relatif lebih pro-growth dan sekaligus juga pro-job. Selanjutnya perlu dipertimbangkan pula untuk melakukan litbangyasa tidak hanya pada kelompok yang pro-growth dan pro-job, tetapi juga perlu melekat di dalamnya yang pro-environment dan pro-innovation dalam upaya meningkatkan daya saing. Kebijakan tersebut akan berjalan efektif bila didukung kebijakan fiskal dan nonfiskal yang memihak. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar