DI dalam UU No 17 Ta hun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025,
disebutkan bahwa dalam rangka memperkuat perekonomian domestik dengan
orientasi dan berdaya saing global, diperlukan adanya dukungan penguatan
sistem inovasi. Itu dilakukan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan
iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Disebutkan
pula, langkah tersebut dilakukan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berbasis pengetahuan.
Pengembangan sistem inovasi teknoindustri
adalah pengembangan sistem inovasi pada tataran industrial atau lebih
populer cluster industri. Itu bertujuan untuk meningkatkan daya saing
industri melalui pe nguatan rantai nilai (value chain) dan keterkaitan pada
semua tingkatan rantai nilai. Cluster industri adalah jaringan dari
sehimpunan industri yang saling terkait. Himpunan itu mencakup industri
inti--yang menjadi `fokus perhatian', industri pemasok, industri
pendukungnya, industri terkait, dan pembeli.
Kemudian pihak/lembaga yang menghasilkan
pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian,
pengembangan, dan perekayasaan). Lalu, institusi yang berperan menjembatani
(misalnya broker dan konsultan). Kesemuanya dihubungkan dalam rantai proses
peningkatan rantai nilai.
Teknoindustri
dalam MP3EI
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 bertujuan mengangkat
Indonesia menjadi negara maju, merupakan kekuatan 12 besar dunia pada 2025
dan 8 besar dunia pada 2045. Strategi utama upaya tersebut ditempuh melalui
beberapa langkah.
Pertama, peningkatan potensi ekonomi
wilayah melalui koridor ekonomi, yaitu membangun pusat-pusat pertumbuhan di
setiap koridor, dengan pengembangan cluster
industri dan atau kawasan ekonomi khusus (KEK) berbasis sumber daya
unggulan (komoditas). Kedua, penguatan konektivitas nasional, dengan
penguatan konektivitas intra dan antarpusat pertumbuhan dalam koridor
ekonomi; konektivitas antarkoridor ekonomi (antarpulau); konektivitas
internasional (gate perdagangan dan wisatawan).
Ketiga, penguatan kemampuan
SDM dan iptek nasional dengan meningkatkan kemampuan SDM dan iptek untuk
mendukung pengembangan program utama.
Sebagai ilustrasi, tulisan ini mengambil
salah satu kegiatan utama di dalam MP3EI, yaitu kelapa sawit yang
dikembangkan dengan pendekatan cluster
industri. Menurut Pahan (2011), aglomerasi industri kelapa sawit yang
terjadi di Sumatra Utara, Riau, dan Kaltim belum mendapat justifikasi empiris
sebagai cluster industri.
Teridentifikasi pula terdapat beberapa
permasalahan, antara lain kelangsungan pasokan bahan baku dan jaminan bahan
baku yang ramah lingkungan (dari proses di hulu sampai ke hilir).
Tim Studi BPPT (2012) menganalisis pengembangan
cluster industri kelapa sawit belum optimal dilihat dari beberapa aspek
dengan bobot yang berbeda, yaitu adanya beberapa kelemahan. Pertama,
kelemahan kerangka umum yang kondusif bagi bisnis dan inovasi di dalam
pengembangan cluster industri kelapa sawit. Kedua, kelemahan kelembagaan
dan daya dukung iptek dan rendahnya kemampuan absorpsi dari cluster.
Ketiga, kelemahan keterkaitan, interaksi dan kerja sama difusi inovasi;
persoalan budaya inovasi. Keempat, kelemahan pada fokus, rantai nilai,
kompetensi dan sumber pembaruan ekono mi dan sosial; serta kelemahan dalam
merespons tantangan global. Tim studi juga menganalisis sebagai alternatif
Kabupaten Pelalawan, Riau, juga berpotensi baik untuk dikembangkannya
cluster industri kelapa sawit di koridor Sumatra.
Pro-growth
dan Pro-Job
Dalam implementasi MP3EI perlu dilakukan
fokus pada sektor atau subsektor yang akan memberikan peningkatan nilai
tambah (value added) tinggi untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth)
dan peningkatan penyerapan tenaga kerja (pro-job).
Dalam kasus cluster industri kelapa sawit,
menurut hasil perhitungan iterasi 1 data input output nasional 2010 yang
bersumber dari BPS, dapat diidentifikasi sektor-sektor pada cluster
industri kelapa sawit ini yang memiliki nilai dampak pengganda nilai tambah
atau value added multiplier effects (angka di dalam kurung) yang bervariasi
sebagai berikut: kelapa sawit (1,9); industri minyak nabati lain dan hewani
(3,7); industri minyak goreng dari kelapa sawit (3,3); industri minyak
goreng dari kelapa (3,1); industri sabun dan bahan pembersih (3,8);
industri barang-barang kosmetik (3,6); barang-barang kimia lainnya (2,7);
industri ransum pakan ternak/ikan (3,4); industri farmasi (2,6); industri
konsentrat pakan ternak (3,6); industri bahan farmasi (2,6); biji-bijian
kupasan (3,1); dan pestisida (2,9).
Nilai pengganda nilai tambah kelapa sawit
sebagai sektor primer sebesar 1,9 yang relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan sektor terkait di depannya (forward linkages) yang menggunakan kelapa sawit sebagai input
antaranya. Itu menandakan terjadinya peningkatan nilai tambah bila diolah
lebih ke hilir.
Apabila dikelompokkan sektor-sektor atau
subsektor yang memiliki nilai sama atau di atas dari nilai rata-rata, baik
untuk pengganda nilai tambah maupun tenaga kerja, kelompok itu
dikategorikan relatif lebih pro-growth dan sekaligus juga pro-job, yaitu
industri minyak nabati lain dan hewani; industri minyak goreng dari kelapa
sawit; industri sabun dan bahan pembersih; industri konsentrat pakan
ternak; industri ransum pakan ternak/ikan; dan industri barang-barang
kosmetik.
Implikasi
Kebijakan
Dalam kasus cluster industri kelapa sawit--sebagai salah satu kegiatan
utama MP3EI, penguatan sistem inovasi teknoindustri atau cluster industri kelapa sawit perlu
dilakukan dengan memperbaiki kelemahan generik. Perbaikan mencakup beberapa
hal. Pertama, dikem bangkannya kerangka umum yang lebih kondusif bagi
inovasi dan bisnis di cluster industri kelapa sawit.
Kedua, diperkuatnya kelembagaan dan daya
dukung iptek/ litbangyasa dan kemampuan absorpsi oleh industri. Ketiga,
ditumbuhkembangkannya kolaborasi bagi inovasi dan ditingkatkannya difusi
inovasi, praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbangyasa serta
ditingkatkannya pelayanan berbasis teknologi. Keempat, didorongnya budaya
inovasi; ditumbuhkembangkan dan diperkuatnya keterpaduan pemajuan sistem
inovasi dan cluster industri nasional dan daerah. Terakhir, diselaraskannya
kesemua itu dengan perkembangan global.
Sebagian sumber daya nasional dalam
litbangyasa jangka pendek perlu diarahkan kepada sektor atau subsektor di
dalam cluster industri kelapa sawit pada kelompok yang relatif lebih pro-growth dan sekaligus juga pro-job. Selanjutnya perlu
dipertimbangkan pula untuk melakukan litbangyasa tidak hanya pada kelompok
yang pro-growth dan pro-job, tetapi juga perlu melekat
di dalamnya yang pro-environment
dan pro-innovation dalam upaya meningkatkan daya saing. Kebijakan tersebut
akan berjalan efektif bila didukung kebijakan fiskal dan nonfiskal yang
memihak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar