Sudah
menjadi pemahaman umum bahwa timpangnya aset syariah perbankan Indonesia
tidak terlepas dari timpangnya akses masyarakat terhadap outletsyariah.
Solusi office channeling belum
benar-benar dioptimalkan secara regulasi, policy, dan kepraktisan di lapangan. Jika outlet bank konvensional berhasil dimotivasi untuk menjual
produk syariah, ketimpangan ini dapat segera teratasi. Pertanyaannya
adalah, mengapa outlet induk konvensional enggan menjual produk bank umum
syariah (BUS)?
Ada
beberapa jawaban. Pertama, bukan produknya, melainkan produk unit usaha
syariah (UUS) atau BUS yang dibawahi banknya. Kedua, bukan bagian dari key performance indicator (KPI)-nya.
Walau secara moral didorong oleh pimpinan, tidak ada KPI yang secara formal
mewajibkan menjual produk syariah. Ketiga, walau didorong dan diberi KPI,
tidak secara langsung berdampak terhadap laporan keuangannya (menambah
aset, profit, dan lain-lain). Keempat, tidak ada dorongan dari pimpinan.
Kelima, pimpinan tidak didorong oleh pimpinan yang lebih tinggi (otoritas
moneter).
Bila
demikian halnya, akankah konsep ini (bank konvensional menjual produk syariah)
lebih mudah diterapkan pada UUS? Jawabannya: Ya. Tetapi, harus disadari
bahwa bank-bank pemerintah dan bank-bank besar yang dapat diharapkan
melonjakkan aset syariah, sudah tidak lagi punya UUS.
Terobosan Paradigma
Fatwa
haram MUI adalah bagi bunga bank. Artinya, jasa bank konvensional tidak
haram kecuali untuk produk-produk yang terkait bunga. Atau, lebih spesifik
lagi perbuatan (transaksi) membungakan uang di bank adalah haram.
Sementara, badannya (institusinya) tidak haram. Jika demikian, bolehkah
bank konvensional bertransaksi secara syariah?
Menurut
hemat saya, jawabanya adalah boleh sepanjang tidak ada kaidah syariat Islam
yang dilanggar. Kita sering mendengar tentang Rasulullah yang berdagang
dengan siapa saja sepanjang dilaksanakan sesuai syariat Islam.
Jika kita berani menerobos, membebaskan kepala dari belenggu-belenggu, mitos-mitos,
dan memperlakukan muamalah sesuai dengan kaidah, transaksi syariah akan
melonjak dahsyat dan dalam waktu singkat menjadi rahmat bagi bangsa. Indonesia
akan menyalip Malaysia sebagai garda terdepan keuangan syariah dunia.
Salah
satu kedahsyatan tersebut akan terjadi jika bank konvensional diperbolehkan
mengeluarkan tabungan syariah sepanjang dana pihak ketiga (DPK) yang
terkumpul tersebut disalurkan secara (kepada pembiayaan) syariah. Bayangkan, seluruh outlet perbankan nasional (20 ribu lebih)
menjadi akses tabungan syariah.
Untuk
mewujudkan hal tersebut, ada sejumlah regulasi yang harus disiapkan. Pertama, hilangkan batas maksimum penempatan dana bank induk konvensional
pada BUS yang merupakan anak perusahaannya. Atau, batas maksimum penempatan
dana syariah tersebut proporsional dengan kepemilikan pada BUS. Kedua,
penelaahan kanal akuntansi dan desain yang lebih fleksible, tapi tetap menjamin
pemisahan arus kas. Ketiga, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan
sosialisasi serta pelurusan paradigma di masyarakat.
Seluruh
outlet bank konvensional akan dengan senang hati menjual tabungan syariahnya
karena berupa produk sendiri, bagian dari KPI, dan berkontribusi langsung
kepada laporan keuangannya. Bank-bank syariah akan bermekaran karena DPK
syariah bukan lagi barang langka. Current
Account and Savings (CASA) akan melonjak, efisiensi membaik, BUS akan
lebih menarik penabung, dan pembiayaan lebih bersaing. Dengan meningkatnya
profit, BUS akan mampu merekrut bankir-bankir kelas satu.
Masyarakat
akan diuntungkan. Kalau sebelumnya puas dengan layanan andal dan pembiayaan
murah di bank konvensional, kini nilai tambah baru tanpa mengorbankan
kelebihan yang sudah ada. Masyarakat dapat bersyariah di seluruh outlet bank
konvensional.
Yakin
pada kekuatan/keamanan tabungan bank-bank terbesar milik pemerintah? Kelak
bukan hanya aman uangnya, melainkan secara akidah aman akhiratnya dengan
pilihan tabungan syariah di bank-bank konvensional.
Lalu, bagaimana nasib bank-bank syariah yang berafiliasi pada bank konvensional?
Akankah tersaingi induk? Tidak! Mereka akan menikmati berlimpahnya DPK
murah dari induknya. Perlahan tapi pasti, transaksi syariah akan dominan di
negara Muslim terbesar ini.
BUS
dapat lebih berkonsentrasi menyalurkan dan menjaga kualitas pembiayaan yang
sekarang harganya lebih bersaing, sehingga menarik debitur-debitur berkualitas.
Keuntungan yang sama akan dinikmati pula oleh UUS dan merembes juga ke bank
pembiayaan rakyat syariah (BPRS) dan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS).
Regulator keuangan maupun DSN akan terangkat namanya di mata dunia Islam,
demikian pula pemerintahnya.
Dominannya keuangan syariah akan meningkatkan perilaku yang lebih bermoral
dalam perdagangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar