Kamis, 07 Maret 2013

Politik dan Daya Tarik Investasi


Politik dan Daya Tarik Investasi
Edy Purwo Saputro  ;  Dosen di FE Universitas Muhammadiyah Solo,
Program Doktor Konsentrasi Pemasaran
REPUBLIKA, 05 Maret 2013


Wapres Boediono dalam pidatonya pada penyelenggaraan The Economist Conference Indonesian Summit menegaskan, Indonesia memiliki dua pilar kestabilan yang sangat penting, yaitu politik dan ekonomi makro. Artinya, bila salah satunya tidak stabil maka akan memicu sentimen negatif terhadap iklim perekonomian.

Fakta ini mengindikasikan, kisruh politik menjelang pesta demokrasi 2014 tampaknya makin mencemaskan dan sejumlah parpol saling menyerang untuk membuktikan bahwa tak ada satu pun parpol yang bersih dari kasus. Bahkan, parpol yang selama ini diklaim bersih juga terkena kasus. Konsekuensi memanasnya iklim politik ini memberikan dampak negatif terhadap kinerja perekonomian, terutama daya tarik untuk investasi.

Realitas memanasnya iklim sosial politik dan intrik, membuat tantangan ke depan makin berat untuk memacu daya tarik investasi di Indonesia. Paling tidak, hal ini terkait prestasi yang telah diraih sebelumnya, yaitu Indonesia mendapat predikat invesment grade. Predikat ini menjadikan Indonesia sebagai daerah nyaman berinvestasi. Selain kasus intrik politik, persoalan lain adalah ketersediaan infrastruktur di daerah. Kepala daerah pada era otonomi daerah harus dipacu untuk bisa memasarkan daerahnya sehingga semakin menarik investor untuk berinvestasi, utamanya yang padat modal.

Sinergi

Perlu ada sinergi antara iklim sospol, investasi, dan infrastruktur bagi pemerintah untuk mempercepat pembangunan dan meredam intrik politik yang semakin tidak sehat. Kebijakan investasi tak akan memberi prospek terhadap daya tariknya jika tidak didukung ketersediaan infrastruktur yang memadai dan jaminan sospol yang aman. Karena itu, setiap daerah harus memacu pendapatan asli daerah (PAD) dengan berbagai kebijakan strategis dan menjaga iklim sospol yang aman.

Mengacu realitas ini, memang diakui bahwa tantangan pembangunan ke depan semakin berat, tidak hanya tantangan internal, tapi juga eksternal. Berkaca dari peliknya persoalan ekonomi, salah satu bahasan yang sangat menarik dipaparkan, yaitu problem investasi. Sayangnya, arus investasi dalam lima tahun terakhir terkendala krisis di Eropa. Hal ini menjadi ancaman serius, terutama dikaitkan makin banyaknya regulasi yang kurang mendukung investasi. Paling tidak, ini terlihat dari kasus perda ganda pelaksanaan otonomi daerah serta iklim sospol menjelang pesta demokrasi 2014 yang cenderung semakin mencuat konflik terkait kasus-kasus korupsi.

Karena itu, penetapan investment grade seharusnya menjadi acuan untuk bisa lebih memacu geliat investasi di daerah, termasuk komitmen membangun infrastruktur sebagai langkah mendukung daya tarik investasi. Hal ini tentu menjadi tantangan serius dikaitkan dengan perkembangan iklim sospol dan urgensi dari realisasi investasi untuk memacu kinerja perekonomian.

Urgensi membangun sinergi antara iklim sospol, investasi, dan infrastruktur, data BKPM menunjukkan PMA 2011, yaitu Rp 175,3 triliun, naik dibanding 2010, yaitu Rp 148 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja 266.822 orang.
Kemudian, PMDN 2011, yaitu Rp 76 triliun, naik dibanding 2010, yaitu Rp 60,5 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 137.039 orang. Hal ini memberikan pengaruh positif terkait daya tarik investasi, terutama mengacu teror bom beberapa waktu lalu, bencana di berbagai daerah, dan minimnya infrastruktur di daerah. Karena itu, sangat beralasan jika pada era otda ini, kepala daerah semakin dituntut kreatif memasarkan daerahnya agar mampu menarik sebanyak mungkin investor. 
Kondisi ini tentu juga harus didukung oleh pemerintah pusat, terutama melalui regulasi dan jaminan iklim sospol secara makro.

Fakta daya tarik investasi dan relevansinya dengan predikat investment grade memberi warning pentingnya penegakan hukum dan kepatuhan kepada kontrak, selain juga perlu pemberian insentif yang membuat investor berminat menanamkan modal. Hal ini memicu pemerintah lebih proaktif menyikapi berbagai kendala investasi yang ada, khususnya PMA. 

Predikat investment grade bukan satu-satunya jaminan yang menjadi daya tarik investasi. Jadi, tantangan untuk memacu daya tarik investasi semakin berat dan untuk saat ini persoalan iklim sospol adalah prioritas. Faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah jaminan pemerintahan yang bersih. Fakta tentang laju korupsi yang tinggi secara tidak langsung menjadi kendala daya tarik investasi. Ini justru mengingatkan peringkat korupsi di Indonesia versi PERC dan juga versi sejumlah pemeringkat lain. Hal ini sangat ironis, terutama dikaitkan dengan komitmen memacu daya tarik investasi dan penetapan daerah proinvestasi.

Sayangnya, publikasi sejumlah pemeringkat tidak justru memacu untuk lebih berbenah, tetapi sebaliknya lebih korup. Bahkan, sejumlah tokoh penting di parpol ikut terjebak kasus korupsi. Kontrol publik penting untuk meminimalisasinya dan seharusnya ada peringatan atau sanksi sosial bagi parpol yang tokoh-tokohnya terjebak kasus megaskandal korupsi.

Adanya sinergi antara memanasnya iklim sospol, investasi, dan infrastruktur maka harus ada strategic planning untuk lebih memacu gairah kembali, terutama harus ditetapkan di bidang-bidang yang paling menarik investor, termasuk juga membangun infrastruktur yang memadai. Cara lainnya untuk memacu daya tarik investasi, yaitu dengan memfokuskan daerah realisasi investasi yang terbesar. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar