Terkait munculnya video di situs youtubey ang menyerupai
Densus 88 sedang memamerkan kekerasan, citra polisi semakin menakutkan.
Karena itu, harus segera diubah untuk mewujudkan kemanusiaan yang adil dan
beradab yang sesuai dengan hak asasi manusia. Urgensinya, Polri harus
memiliki agenda serius untuk mengubah citra polisi supaya tidak semakin
menakutkan bagi masyarakat.
Layak diakui, sejak era reformasi po lisi di Indonesia
semakin sering bertindak keras dan kerap terlihat menggunakan senjata api.
Banyak penjahat dan teroris yang ditembak mati dalam proses penangkapan.
Maka, tidak berlebihan jika citra polisi Indonesia semakin menakutkan.
Ironisnya, walaupun citra polisi semakin menakutkan
karena sering melakukan kekerasan dengan senjata api, keamanan masih saja
sering terganggu.
Misalnya, masih banyak kasus kejahatan seperti perampokan dan pembunuhan.
Maka, kesannya seolah-olah penjahat dan polisi berlomba-lomba da lam ke
kerasan.
Bagi masyarakat beradab, kekerasan polisi maupun
kekerasan penjahat sama- sama menakutkan. Dengan kata lain, bagi
masyarakat, ketika melihat polisi melakukan kekerasan yang menelan korban
pasti merasa ketakutan, walaupun korbannya itu penjahat atau teroris. Perasaan
takut terhadap kekerasan, termasuk kekerasan yang dilakukan polisi, adalah
manusiawi. Itu sebabnya, bagi masyarakat beradab akan cenderung menolak
segala jenis kekerasan.
Menurut rumus psikososial, kekerasan polisi dan penjahat
sama-sama dapat merusak kenyamanan hidup bermasya rakat. Maka,
bangsa-bangsa yang beradab akan menolak berbagai jenis kekerasan dengan
membuat peraturan dan undang-undang. Dengan demikian, keamanan dan
kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara sebagai inti dari hak asasi
manusia akan dapat terwujud.
Konkretnya, semakin beradab suatu bangsa akan semakin
serius berupaya menolak semua jenis kekerasan, termasuk kekerasan yang
dilakukan oleh aparat keamanan (polisi). Maka, di negara-negara maju banyak
polisi hanya membawa pentungan dan borgol (tidak membawa senjata api)
ketika sedang bertugas menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan
sehari-hari.
Tim Reserse
Keseriusan menolak kekerasan, khu susnya bagi aparat
keamanan, sebenarnya bisa diwujudkan dengan mem perkuat tim reserse di
lingkungan kepolisian. Semakin kuat jajaran tim reserse akan semakin
efektif menjaga keamanan tanpa banyak melakukan kekerasan.
Di Indonesia, tim reserse tampaknya perlu diperkuat
lagi, supaya polisi tidak semakin sering melakukan kekerasan ketika
menangkap penjahat. Jika tim reserse sudah kuat, upaya memburu dan
menangkap penjahat (termasuk anggota teroris) pasti dapat dilakukan tanpa
banyak melakukan kekerasan.
Berkaitan dengan upaya memperkuat tim reserse,
seharusnya Densus 88 juga berusaha memperkecil kekerasan ke tika sedang
memburu kelompok teroris. Dalam hal ini, Densus 88 seharusnya berusaha
menjadi tim reserse yang bertugas khusus menangani terorisme dengan teknik
penyamaran tanpa perlu pamer senjata otomatis supaya tidak semakin
menakutkan bagi masyarakat.
Selama ini, aksi-aksi Densus 88 ketika sedang memburu
kelompok teroris sangat menyeramkan karena selalu menggunakan senjata
otomatis dan senjata berat. Misalnya, setiap kali menyergap tersangka
teroris, Densus 88 melakukan tembakan selama berjam-jam yang disiarkan
langsung oleh televisi.
Aksi penumpasan teroris seperti itu tentu dapat dianggap overacting dan boros (dalam
menggunakan senjata api), karena tidak mengutamakan teknik penyergapan
dengan cara menyamar sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh tim reserse.
Tersangka teroris seharusnya dapat ditangkap hidup-hidup
jika Densus 88 mengutamakan teknik reserse. Namun, kenyataannya Densus 88
lebih senang membantai tersangka teroris dengan banyak tembakan. Kesannya,
seolah-olah aparat keamanan di Indonesia senang pamer senjata canggih,
padahal akibatnya sama dengan pamer kekerasan kepada masyarakat luas. Jika
sudah demikian, teroris dan polisi sama-sama menakutkan bagi masyarakat,
karena seolah- olah sedang berlomba-lomba memamerkan kekerasan.
Karena itu, Polri harus dapat mem- perkuat tim reserse
termasuk Densus 88 supaya lebih banyak bertugas dengan teknik menyamar agar
agenda pemberantasan terorisme dan kriminalitas di Indonesia bisa berjalan
lebih baik. Jika tim reserse sudah kuat, setiap pelaku kejahatan termasuk
teroris mungkin dapat ditangkap hidup-hidup sehingga dapat diajukan ke
pengadilan dan kemudian divonis sesuai dengan hukum yang berlaku.
Masyarakat beradab tentu ingin selalu aman dan nyaman
tanpa sering melihat aksi-aksi kekerasan polisi ketika menangkap penjahat
(termasuk teroris). Dan semua orang beradab juga pasti tidak ingin melihat
polisi bertindak lebih brutal melebihi penjahat dan teroris. Namun,
setidaknya dalam pandangan polisi, kekerasan polisi tampaknya tidak akan
surut, jika terorisme dan kriminalitas semakin mengancam keamanan dan
kenyamanan bangsa. Dalam hal ini, kekerasan polisi dapat dianggap sebagai
kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan. Seperti pepatah klasik, "Jika Anda ingin damai harus siap
untuk perang, dan jika Anda ingin aman dan nyaman harus keras pada semua
pihak yang ingin mengganggu keamanan dan kenyamanan."
Jika sudah demikian, memang sangat dilematis bagi
polisi. Jika polisi semakin keras akan menakutkan, tapi jika polisi lembek
pasti masyarakat juga akan takut kepada penjahat dan teroris. Karena itu,
tampaknya ma syarakat harus belajar memahami aksi- aksi kekerasan polisi
terhadap penjahat dan teroris demi terwujudnya keamanan dan kenyamanan,
meski harus dengan menahan rasa takut yang bersifat manusiawi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar