Sabtu, 02 Maret 2013

Perempuan dan Bahaya AIDS


Perempuan dan Bahaya AIDS
Mansata Indah Dwi Utari ; Guru di Yayasan Assalam Kradenan, Grobogan, Jateng
SUARA KARYA, 01 Maret 2013


Kenyataan pahit harus diterima perempuan Indonesia. Dari laporan media massa, dewasa ini semakin banyak ibu rumah tangga di Indonesia terjangkit HIV/AIDS. Data Kementerian Kesehatan dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia menyatakan selama Januari-Desember 2011, data kasus AIDS menjadikan ibu rumah tangga menjadi kelompok tertinggi dengan 622 kasus. Pada 2005, angka itu mencapai 19,5 persen dan melonjak hampir dua kali lipat pada 2011, yaitu 34 persen. (Perempuan.com, 26/5)
Bahkan di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, angka perempuan pengidap HIV/AIDS terus meningkat. Data Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) DKI Jakarta menyebutkan, hingga triwulan II tahun 2012, tercatat sebanyak 9.883 kasus baru HIV di kalangan perempuan. Dari data sebelumnya, jumlah kasus HIV dan AIDS di kalangan perempuan juga terus meningkat cukup signifikan dari tahun ke tahun. (beritajakarta.com, 13/11)

Sebagai kaum hawa, kita patut prihatin menyaksikan kondisi ini. Pasalnya, hampir bisa dipastikan penyakit ini berpeluang besar menurun ke anak. Tentunya hal ini akan merugikan bagi si anak. Ia tak berdosa namun mengapa harus menanggung petakanya? Bahkan masa depan si anak itu pun dapat dip[astikan bakal terancam. Bagi si perempuan sendiri, kondisi tersebut memiliki konsekuensi sosial yang tidak ringan. Ia harus menerima perlakuan diskriminatif dari masyarakat bahkan mungkin dikucilkan.

Tiga Faktor

Perempuan lebih rentan terjangkit penyakit HIV/AIDS dibanding laki-laki. Paling tidak, ada tiga faktor yang memperkuat alasan tersebut. Pertama, faktor biologis. Secara biologis perempuan lebih rentan daripada laki-laki. Hal ini terjadi karena hubungan seks membuat alat reproduksi perempuan bisa terluka dan dengan gampang virus HIV masuk melalui luka tersebut.

Menurut penelitian, konsentrasi HIV dalam sperma seorang laki-laki pengidap HIV jauh lebih tinggi dibandingkan dalam alat reproduksi perempuan. Sehingga, penularan HIV dari laki-laki ke perempuan lebih besar dibandingkan sebaliknya. Apalagi, perempuan juga memiliki ancaman biologis lainnya, yakni pemerkosaan.

Kedua, faktor ekonomi. Kemiskinan sering menyeret perempuan untuk melakukan pekerjaan berisiko tinggi, seperti terpaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK). Ketika pasokan sumber daya ekonomi, yang biasanya diperoleh dari laki-laki terputus, maka perempuan bisa nekat melakukan pekerjaan apa saja. Sehingga, semakin banyak pula yang terpaksa melakukan transaksi seks untuk survive. Singkatnya, perempuan tanpa akses ekonomi yang cukup, kehidupannya akan kian memburuk.

Ketiga, faktor sosial budaya. Perempuan tidak mendapat akses pengetahuan yang cukup. Masih banyak kita jumpai bahwa banyak di antara perempuan tidak mendapat pendidikan yang layak. Sebagian masyarakat pun masih menganggap bahwa perempuan harus menurut kehendak laki-laki (sang suami). Sehingga, tak perlu memperoleh pendidikan dengan baik. Hal ini yang menyebabkan perempuan mudah terkena tipu daya. Ia hanya manut tanpa bertanya apakah suaminya mengidap penyakit HIV/AIDS atau tidak.

Waspada

Sebagai kaum yang sering menjadi pihak korban dari penyakit HIV/AIDS, perempuan sangat perlu memberdayakan dirinya agar bisa terhindar dari infeksi HIV/AIDS. Untuk itu, perempuan perlu meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Salah satunya adalah dengan cara meningkatkan pengetahuan mengenai berbagai hal terkait HIV/AIDS.

Perempuan diharapkan paham betul dengan penyakit HIV/AIDS mulai dari penyebab penularan, bagaimana mencegahnya, sampai hal apa yang harus dilakukan saat terdeteksi terinfeksi virus ini. Hal ini perlu dilakukan semata agar dapat mengurangi atau meminimalkan laju pertumbuhan jumlah penderita HIV/AIDS.

Hal lain yang perlu diperhatikan perempuan adalah dengan meningkatkan kewaspadaan mereka. Salah satu bentuk kewaspadaan yang dapat dilakukan perempuan adalah dengan meningkatkan kemauan dan kemampuan mereka untuk saling terbuka dengan pasangan resmi mereka. Tujuannya agar dapat mendeteksi secara dini bila terdapat penyakit-penyakit tertentu termasuk HIV/AIDS pada salah satu pasangan.

Selain itu, hal yang pasti agar terhindar dari risiko terjangkit virus HIV-AIDS adalah selalu setia kepada pasangan resmi, bersikap saling menghargai, terbuka membicarakan semua masalah dengan cara lebih bijak, dan selalu mendekatkan diri pada Allah SWT.
Pemerintah juga perlu berperan aktif mengantisipasi semakin maraknya peredaran HIV/AIDS. Khususnya bagi perempuan. Peran pemerintah dapat dilakukan melalui penyuluhan bekerja sama dengan lembaga-lembaga keperempuanan setingkat desa. Tujuannya adalah untuk proses penyadaran bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit mematikan dan dapat menular kapan pun dan ke siapa pun.

Bagaimanapun juga mencegah lebih baik daripada mengobati. Perempuan adalah tombak estafet lahirnya generasi bangsa. Melalui tangan dingin kita, lahir generasi-generasi tangguh. Namun, bila kita sudah terjangkit HIV/AIDS bagaimana dengan nasib generasi selanjutnya? Terlalu banyak yang harus dikorbankan akibat HIV/AIDS. Waspadalah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar