MASTER PLAN Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) yang dituangkan di dalam Perpres No 32/2011 memiliki
rasional yang tepat jika dikaitkan dengan urgensi tantangan pembangunan
ekonomi Indonesia ke depannya. Dinamika ekonomi dan politik, baik di dalam
maupun luar negeri, menuntut negeri ini untuk responsif terhadap perubahan
akibat kemajuan ekonomi yang ada.
Letak geografis Indonesia yang berada di jalur utama lalu lintas
perdagangan dunia, serta bergesernya pusat ke kuat an ekonomi dan pertahanan
dunia dari Atlantik ke Pasifik, menuntut Indonesia untuk memperkuat posisi
geopolitik melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dalam
negeri.
Tantangan lain bagi Indonesia ialah ketersediaan infrastruktur
pendukung aktivitas perekonomian. Infrastruktur yang mendapatkan perhatian
utama dalam MP3EI ialah infrastruktur yang mendorong konektivitas
antarwilayah dalam rangka mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi.
Termasuk di dalam infrastruktur konektivitas itu ialah pembangunan jalur transportasi
dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta seluruh regulasi dan
aturan yang terkait dengannya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,35% pada 2012, yang tercatat
sebagai nomor dua di Asia setelah China, perlu dicermati lebih lanjut jika
dikorelasikan dengan variabel-variabel lainnya yang layak untuk meng-counter capaian tersebut.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan bersifat sustainable (berkesinambungan) apabila didukung oleh kegiatan
produktif sektor riil domestik yang dipadukan dengan penanaman modal asing
berjangka panjang (longterm FDI).
Laporan World Competitive Index
(WCI) yang dikeluarkan World Economic
Forum mencatat adanya penurunan peringkat Indonesia pada periode 2012.
Indonesia tercatat berada di peringkat 46 pada 2011-2012 dan 44 pada
2009-2010. WCI juga mencatatkan bahwa hambatan kepastian hukum, birokrasi,
dan kendala infrastruktur masih menjadi permasalahan utama dalam
berinvestasi di Indonesia.
Minimnya kepastian hukum untuk mendukung percepatan pembangunan
sektor TIK yang penting dalam mendukung MP3EI dapat dilihat dengan jelas
pada polemik yang muncul dari kasus Indosat-IM2. Barubaru ini kalangan
praktisi telekomunikasi di Indonesia ramai menyuarakan opini atas gugatan
korupsi yang disampaikan Kejaksaan Agung ke pengadilan tindak pidana
korupsi (tipikor) atas kerja sama penyediaan jasa telekomunikasi layanan
internet oleh IM2 dengan Indosat.
Banyak yang berpendapat apabila pengadilan tipikor mengabulkan
gugatan Kejagung, itu akan melibas ratusan operator internet (ISP) yang
menggunakan jaringan Indosat serta penyelenggara telekomunikasi lainnya.
Gugatan Kejaksaan Agung itu merupakan wujud pembungkaman yang mengarah pada
kematian industri TIK, bahkan sebagai awal dari ‘kiamat internet’ di
Indonesia.
Sebenarnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai regulator utama
industri TIK telah menyatakan secara lisan dan tertulis bahwa bentuk kerja
sama yang dijalankan Indosat dan IM2 tidak menyalahi aturan dan sesuai
dengan UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi, yang menjadi dasar hukum
industri TIK.
Di samping itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga memutuskan
untuk sementara menangguhkan keputusan audit BPKP yang menghitung jumlah
kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun dari kerja sama penggunaan frekuensi
di antara IndosatIM2 sampai adanya keputusan final.
Persidangan di PTUN
saat ini masih berlangsung, paralel dengan sidang-sidang di pengadilan
tipikor.
Kontroversi seputar kasus Indosat-IM2, jika dibiarkan berlarut-larut,
memiliki dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia. Hasil survei yang
diselenggarakan International
Telecommunication Union (ITU) mengungkapkan bahwa setiap peningkatan
penetrasi internet sebesar 10% akan berdampak pada penerimaan domestik
bruto (PDB) di negara tersebut sebesar 1,38%. Menurut data Badan Pusat
Statistik, pertumbuhan TIK Indonesia pada 2012 menyumbangkan kontribusi
terhadap PDB sebesar 3,2%. Suatu jumlah yang sangat besar jika dibandingkan
pertumbuhan sektor lainnya di Indonesia.
Seharusnya Kejaksaan Agung dapat lebih bijak mempelajari dengan
saksama regulasi telekomunikasi atau setidaknya mempertimbangkan serius
pendapat Kemenkominfo. Namun, mengingat kasus Indosat-IM2 telah berada di
dalam ranah hukum, kita cuma bisa berharap pengadilan akan mengeluarkan
putusan yang sebijak-bijaknya. Jika
kembali dikaitkan dengan MP3EI, entah bagaimana percepatan dan perluasan
pembangunan di Indonesia dapat dijalankan di bawah kondisi ‘kiamat
internet’. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar