Kamis, 21 Maret 2013

Nasib MP3EI dan Ancaman Kiamat Internet


Nasib MP3EI dan Ancaman Kiamat Internet
Mazwita Idrus  ;  Ketua Umum Lembaga Pengembangan
dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi
REPUBLIKA, 20 Maret 2013


MASTER PLAN Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dituangkan di dalam Perpres No 32/2011 memiliki rasional yang tepat jika dikaitkan dengan urgensi tantangan pembangunan ekonomi Indonesia ke depannya. Dinamika ekonomi dan politik, baik di dalam maupun luar negeri, menuntut negeri ini untuk responsif terhadap perubahan akibat kemajuan ekonomi yang ada.

Letak geografis Indonesia yang berada di jalur utama lalu lintas perdagangan dunia, serta bergesernya pusat ke kuat an ekonomi dan pertahanan dunia dari Atlantik ke Pasifik, menuntut Indonesia untuk memperkuat posisi geopolitik melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dalam negeri.

Tantangan lain bagi Indonesia ialah ketersediaan infrastruktur pendukung aktivitas perekonomian. Infrastruktur yang mendapatkan perhatian utama dalam MP3EI ialah infrastruktur yang mendorong konektivitas antarwilayah dalam rangka mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi. 
Termasuk di dalam infrastruktur konektivitas itu ialah pembangunan jalur transportasi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta seluruh regulasi dan aturan yang terkait dengannya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,35% pada 2012, yang tercatat sebagai nomor dua di Asia setelah China, perlu dicermati lebih lanjut jika dikorelasikan dengan variabel-variabel lainnya yang layak untuk meng-counter capaian tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan bersifat sustainable (berkesinambungan) apabila didukung oleh kegiatan produktif sektor riil domestik yang dipadukan dengan penanaman modal asing berjangka panjang (longterm FDI).

Laporan World Competitive Index (WCI) yang dikeluarkan World Economic Forum mencatat adanya penurunan peringkat Indonesia pada periode 2012. Indonesia tercatat berada di peringkat 46 pada 2011-2012 dan 44 pada 2009-2010. WCI juga mencatatkan bahwa hambatan kepastian hukum, birokrasi, dan kendala infrastruktur masih menjadi permasalahan utama dalam berinvestasi di Indonesia.

Minimnya kepastian hukum untuk mendukung percepatan pembangunan sektor TIK yang penting dalam mendukung MP3EI dapat dilihat dengan jelas pada polemik yang muncul dari kasus Indosat-IM2. Barubaru ini kalangan praktisi telekomunikasi di Indonesia ramai menyuarakan opini atas gugatan korupsi yang disampaikan Kejaksaan Agung ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) atas kerja sama penyediaan jasa telekomunikasi layanan internet oleh IM2 dengan Indosat.

Banyak yang berpendapat apabila pengadilan tipikor mengabulkan gugatan Kejagung, itu akan melibas ratusan operator internet (ISP) yang menggunakan jaringan Indosat serta penyelenggara telekomunikasi lainnya. Gugatan Kejaksaan Agung itu merupakan wujud pembungkaman yang mengarah pada kematian industri TIK, bahkan sebagai awal dari ‘kiamat internet’ di Indonesia.

Sebenarnya Kementerian Komunikasi dan Informatika  (Kemenkominfo) sebagai regulator utama industri TIK telah menyatakan secara lisan dan tertulis bahwa bentuk kerja sama yang dijalankan Indosat dan IM2 tidak menyalahi aturan dan sesuai dengan UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi, yang menjadi dasar hukum industri TIK.

Di samping itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga memutuskan untuk sementara menangguhkan keputusan audit BPKP yang menghitung jumlah kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun dari kerja sama penggunaan frekuensi di antara IndosatIM2 sampai adanya keputusan final. 

Persidangan di PTUN saat ini masih berlangsung, paralel dengan sidang-sidang di pengadilan tipikor.
Kontroversi seputar kasus Indosat-IM2, jika dibiarkan berlarut-larut, memiliki dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia. Hasil survei yang diselenggarakan International Telecommunication Union (ITU) mengungkapkan bahwa setiap peningkatan penetrasi internet sebesar 10% akan berdampak pada penerimaan domestik bruto (PDB) di negara tersebut sebesar 1,38%. Menurut data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan TIK Indonesia pada 2012 menyumbangkan kontribusi terhadap PDB sebesar 3,2%. Suatu jumlah yang sangat besar jika dibandingkan pertumbuhan sektor lainnya di Indonesia.

Seharusnya Kejaksaan Agung dapat lebih bijak mempelajari dengan saksama regulasi telekomunikasi atau setidaknya mempertimbangkan serius pendapat Kemenkominfo. Namun, mengingat kasus Indosat-IM2 telah berada di dalam ranah hukum, kita cuma bisa berharap pengadilan akan mengeluarkan putusan yang sebijak-bijaknya.  Jika kembali dikaitkan dengan MP3EI, entah bagaimana percepatan dan perluasan pembangunan di Indonesia dapat dijalankan di bawah kondisi ‘kiamat internet’. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar