Kamis, 07 Maret 2013

Menjurus Kondisi Darurat Narkoba


Menjurus Kondisi Darurat Narkoba
Kunarto Marzuki  ;  Analis Intelijen Badan Narkotika Nasional (BNN) 
SUARA MERDEKA, 07 Maret 2013


PENANGKAPAN Iptu Hendro Priyo Wibisono, perwira Polda Jawa Tengah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah pada Senin, 25 Februari 2013 terkait dengan penyalahgunaan narkoba, menambah panjang daftar aparat atau figur publik yang terjerembab dalam lubang hitam jaringan narkoba di Indonesia.

Sebelumnya, pada 6 September 2012 BNN menangkap Ketua DPRD Kabupaten Pemalang Waluyo AT dalam kasus serupa. Setelah itu, medio Januari 2013, publik kembali dikejutkan oleh penangkapan hakim Puji Wijayanto. Hakim asal Blora itu tertangkap tangan saat mengonsumsi sabu dan ekstasi dalam ’’pesta’’ di sebuah tempat hiburan di Jakarta Barat.

Sederet kejadian itu makin menunjukkan bahwa narkoba tak hanya menyasar anak muda yang broken home, sedang mencari identitas diri, atau para pekerja seni. Realitasnya, narkoba sudah masuk dalam kehidupan pejabat, aparat penegak hukum, dan figur publik yang seharusnya menjadi anutan.

Tak salah bila sebagian masyarakat khawatir Jateng saat ini sedang menuju kondisi darurat narkoba? Terlebih provinsi ini memiliki 2 bandara internasional yang punya akses langsung dari dan ke Kuala Lumpur atau Singapura. 
Sindikat narkoba saat ini cenderung memilih bandara daerah untuk transit sebelum narkoba mereka kirim ke Jakarta. Mengapa demikian? Kemelemahan pengamanan dan keterbatasan peralatan kepabeanan menjadi pertimbangan bagi sindikat narkoba untuk memilih bandara daerah. Terkait bandara internasional, mereka mengarah Malaysia yang kini juga menjadi basis transit peredaran narkoba di Asia. 

Kita tentu masih ingat penyelundupan sabu-sabu dan heroin, total sekitar 7 kg, yang melibatkan kurir Rosmalinda dari Kuala Lumpur, dan terungkap di Bandara A Yani Semarang. Seandainya barang itu lolos sampai ke Jakarta, berapa banyak anak bangsa yang akan menjadi korban.

Semarang juga memiliki Pelabuhan Tanjung Emas, yang melayani kapal dengan rute antarpulau. Laut adalah jalur yang dirasa paling aman untuk menyelundupkan narkoba dari luar negeri atau dilewatkan antarpulau.

Pada November 2012 BNN mengungkap upaya penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi dari Shenzen China melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Pada medio 2012, Direktorat Narkoba Bareskrim Polri juga mengungkap penyelundupan sekitar 60 kg sabu melalui Pelabuhan Ratu Jabar. Pada Juli 2011, penulis terlibat dalam operasi pengungkapan penyelundupan 250 butir ekstasi dari Belanda melalui Singapura, kemudian dilewatkan melalui jalur laut Batam dan Tanjung Priok.

Penulis hanya mengingatkan betapa besar kesempatan menyelundupkan narkoba melalui Tanjung Emas. Terlebih berkait keterbatasan jumlah personel aparat kita yang tidak mungkin memantau secara maraton semua titik rawan penyelundupan. Keberadaan Bandara Adi Sumarmo Solo dan A Yani Semarang serta Pelabuhan Tanjung Emas Semarang tentu harus menjadi perhatian.

Kemenjamuran tempat hiburan malam, seperti diskotek, pub, dan karaoke di kota-kota kecil di Jateng, menjadi faktor tambahan peredaran narkoba. Kita bisa melihat dari keterungkapan jaringan peredaran sabu di Baturraden oleh BNN pada September 2012. Jaringan ini menjadikan sejumlah tempat hiburan di Purwokerto sebagai basis pemasaran sabu dan ekstasi. 

Sinergi Proaktif

Faktor lain yang menyebabkan Jateng berisiko berstatus darurat narkoba adalah keberadaan sejumlah bandar narkoba kelas kakap di lembaga pemasyarakatan (LP), semisal di Nusakambangan Cilacap dan Kedungpane Semarang. Tanpa bermaksud menyalahkan aparat Dirjen Pemasyarakatan, dalam kenyataannya bandar narkoba di LP besar di provinsi ini masih bebas mengendalikan peredaran narkoba di luar LP melalui ponsel atau fasilitas mobile banking (m-banking).

Penangkapan Iptu Hendro dari Polda Jateng menjadi bukti betapa bandar narkoba di dalam LP belum jera. Napi kasus narkoba masih leluasa menjalankan operasinya dengan melibatkan kurir (peluncur) di luar LP. Razia rutin supaya ponsel tidak beredar bebas di LP perlu terus dilakukan.

Demikian halnya dengan LP Nusakambangan, para bandar masih bisa menjalankan bisnis haram mereka. Bahkan baru-baru ini Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi memvonis mati bandar narkoba Syafrudin alias Kapten (SM, 02/03/13). Syafrudin dan Hartoni merupakan napi Nusakambangan yang kembali disidik oleh BNN pada Desember 2011 karena terbukti mengedarkan narkoba dari balik jeruji besi. Dalam aksinya, mereka dibantu mantan kepala LP Narkotika Nusakambangan Marwan Adli yang sudah divonis 13 tahun penjara.

Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan di Jateng, baik kepolisian, BNN, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham maupun Bea dan Cukai mempererat sinergi untuk menangkal penyelundupan dan peredaran narkoba. Masyarakat juga harus proaktif melaporkan informasi mengenai dugaan penyalahgunaan narkoba. Termasuk konsistensi ketegasan aparat penegak hukum bila ada personel yang menjadi bagian dari sindikat narkoba. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar