Menghadapi persaingan pasar yang
semakin terbuka secara nasional dan internasional saat ini, konsumen
mengharapkan adanya produk pertanian yang kandungan residu bahan kimianya
rendah bahkan nol. Ini menuntut petani merubah pola pertaniannya. Salah
satu pola pertanian yang dapat diterapkan adalah pertanian berkelanjutan
dengan sistem pertanian organik.
Apalagi, kualitas lahan pertanian saat
ini secara umum sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, sehingga
upaya pemulihan tingkat kesuburan tanah dengan pemakaian bahan organik
mutlak dilaksanakan secara serentak dalam bentuk gerakan massal.
Dalam suatu kegiatan kunjungan lapangan
oleh mahasiswa Pascasarjana IPB Departemen Agronomi dan Hortikultura di
daerah Cisarua Bogor, Januari lalu, terdapat sebuah tempat pengembangan
pertanian organik. Lahan tersebut memiliki luas sekitar 15 hektar yang
dikelola oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB). Yayasan dengan motto The
Organic Way All in Harmony ini dikembangkan oleh Pastor Agatho Elsener dan
dikenal sebagai salah satu yayasan pioner dan pusat pengembangan pertanian
organis di Indonesia.
Yayasan ini mengaplikasikan sistem
pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat dengan memanfaatkan
bahan organik sebagai input produksi. Tanaman organik yang dikembangkan
terutama sayuran dan berusaha menyediakan benih lokal organik. Selain fokus
memproduksi tanaman organik, yayasan ini juga menjadi tempat pelatihan atau
magang bagi mahasiswa ataupun masyarakat yang tertarik mengembangkan
pertanian organik.
Pertanian organik di Yayasan BSB hingga
kini pun masih memiliki banyak kendala. Salah satunya terkait masalah
sertifikasi produksi. Adanya tuntutan konsumen dan persaingan pasar yang
cukup ketat, menjadikan produsen wajib menjamin kualitas hasil produksinya
dengan menyertakan sertifikat. Belum adanya lembaga resmi untuk sertifikasi
yang bersifat internasional menjadi kendala untuk melakukan sertifikasi.
Sementara, biaya sertifikasi sendiri terbilang mahal untuk kalangan petani
di Indonesia. Selain itu, untuk pasar organik belum terlalu luas dan hanya
diminati oleh beberapa swalayan dan agen penjualan tanaman organik yang
tentunya dengan berbagai syarat yang telah ditetapkan.
Sementara pengembangan pertanian
organis di BSB untuk sementara masih fokus pada tanaman sayuran saja. Ada
sekitar 50 jenis tanaman yang dikembangkan seperti jenis brassica, jagung
manis, wortel dan lainnya. Dalam bedengan dengan ukuran 10 m2 terdapat
tanaman yang ditanam secara tumpangsari. Selain untuk memanfaatkan luas
lahan, juga untuk menjaga adanya gangguan hama dan menyeimbangkan kesuburan
tanah dengan melakukan pergiliran tanaman dalam luasan lahan tertentu.
Untuk pengendalian hama, pihak BSB
menggunakan pestisida alami dengan memanfaatkan tanaman yang berfungsi
sebagai pestisida nabati yang tumbuh di sekitar kebun. Karena tanamannya
masih terbatas, pegembangan pestisida nabati masih belum optimal akibat
masih terbatasnya bahan baku di sekitar kebun. Untuk mencegah hama pada
tanaman selada, karyawan menyemprotkan ekstrak tanaman kacang babi
(trefosia) sebanyak sekali seminggu tergantung tingkat serangannya (30%).
Untuk mencegah munculnya hama tersebut,
maka dilakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai hama pada tanaman
yang sudah terserang sebelumnya. Tak sedikit juga masih dapat ditemukan
burung, katak, belalang, kupu-kupu dan berbagai jenis serangga lainnya yang
dapat menjadi musuh alami bagi hama tersebut. Adanya populasi hama dan
predator yang hidup bersama di perkebunan sayur, maka hama dapat dikontrol
secara alami oleh predator. Keanekaragaman hayati seperti ini sengaja dilestarikan
agar semakin stabil ekosistemnya.
Tahap panen tanaman dilakukan hampir
setiap pekan karena beragamnya jenis tanaman yang ditanam dengan masa tanam
yang berbeda-beda. Tanaman dipetik dan dibersihkan, sedangkan sisa tanaman
masih dimanfaatkan sebagai kompos. Kendati dipanen setiap pekan, tetapi
produksinya dapat berjalan terus-menerus dengan pengaturan pola tanam dan
panen secara berkala. Hasil panen lalu ditimbang dan dipilah-pilah sesuai
keinginan pelanggan. Sayur-sayur lalu dikemas dalam plastik khusus, untuk
menjaga kesegarannya. Selain disebarkan ke berbagai tempat pelanggan,
konsumen juga dapat membelinya langsung di toko BSB.
Selain jenis sayuran, pihak yayasan
juga memproduksi kripik hasil olahan beberapa jenis tanaman seperti wortel,
singkong dan sebagainya. Selain itu, juga diproduksi tape hasil fermentasi
singkong serta beberapa bumbu-bumbu masakan lainnya. Namun, kripik yang
disediakan masih mentah atau belum siap dikonsumsi langsung karena adanya
asumsi masyarakat jika kripik yang dijual dalam bentuk jadi, maka nilai
organisnya hilang akibat menggunakan minyak goreng dari tanaman sawit
olahan yang tidak organis.
Selanjutnya, pihak yayasan masih ingin
mengembangkan pertanian organis dengan melibatkan peternakan di dalamnya.
Dengan mengembangkan peternakan sapi perah atau kambing, maka akan dapat
memproduksi hasil lainnya seperti susu atau daging. Dari kotorannya pun
dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik. Penyediaan makanannya juga cukup
mudah karena dapat memanfaatkan vegetasi rumput yang tumbuh liar disekitar
kebun.
Yayasan BSB dapat dijadikan contoh
pengembangan pertanian, khususnya hasil pertanian organis dengan sistem dan
pola tertentu. Membangun pertanian organis dapat dilakukan di mana saja.
Hanya saja, menciptakan kesadaran akan hidup organis lebih rumit karena
harus berhadapan dengan rasa egois, perasaan dan kebiasaan. Pengembangan
pertanian organis perlu memperhatikan pengelolaan produksi, manajemen pasar
yang transparan serta yang lebih penting lagi, mewujudkan sikap organis
dalam kehidupan sehari-hari. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar