Senin, 04 Maret 2013

Mengembangkan Pertanian Organik


Mengembangkan Pertanian Organik
Taufiq Hidayat ;  Mahasiswa Pascasarjana IPB,
Penerima Bakrie Graduate Fellowship
SUARA KARYA, 04 Maret 2013


Menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka secara nasional dan internasional saat ini, konsumen mengharapkan adanya produk pertanian yang kandungan residu bahan kimianya rendah bahkan nol. Ini menuntut petani merubah pola pertaniannya. Salah satu pola pertanian yang dapat diterapkan adalah pertanian berkelanjutan dengan sistem pertanian organik.

Apalagi, kualitas lahan pertanian saat ini secara umum sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, sehingga upaya pemulihan tingkat kesuburan tanah dengan pemakaian bahan organik mutlak dilaksanakan secara serentak dalam bentuk gerakan massal.

Dalam suatu kegiatan kunjungan lapangan oleh mahasiswa Pascasarjana IPB Departemen Agronomi dan Hortikultura di daerah Cisarua Bogor, Januari lalu, terdapat sebuah tempat pengembangan pertanian organik. Lahan tersebut memiliki luas sekitar 15 hektar yang dikelola oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB). Yayasan dengan motto The Organic Way All in Harmony ini dikembangkan oleh Pastor Agatho Elsener dan dikenal sebagai salah satu yayasan pioner dan pusat pengembangan pertanian organis di Indonesia.

Yayasan ini mengaplikasikan sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat dengan memanfaatkan bahan organik sebagai input produksi. Tanaman organik yang dikembangkan terutama sayuran dan berusaha menyediakan benih lokal organik. Selain fokus memproduksi tanaman organik, yayasan ini juga menjadi tempat pelatihan atau magang bagi mahasiswa ataupun masyarakat yang tertarik mengembangkan pertanian organik.

Pertanian organik di Yayasan BSB hingga kini pun masih memiliki banyak kendala. Salah satunya terkait masalah sertifikasi produksi. Adanya tuntutan konsumen dan persaingan pasar yang cukup ketat, menjadikan produsen wajib menjamin kualitas hasil produksinya dengan menyertakan sertifikat. Belum adanya lembaga resmi untuk sertifikasi yang bersifat internasional menjadi kendala untuk melakukan sertifikasi. Sementara, biaya sertifikasi sendiri terbilang mahal untuk kalangan petani di Indonesia. Selain itu, untuk pasar organik belum terlalu luas dan hanya diminati oleh beberapa swalayan dan agen penjualan tanaman organik yang tentunya dengan berbagai syarat yang telah ditetapkan.

Sementara pengembangan pertanian organis di BSB untuk sementara masih fokus pada tanaman sayuran saja. Ada sekitar 50 jenis tanaman yang dikembangkan seperti jenis brassica, jagung manis, wortel dan lainnya. Dalam bedengan dengan ukuran 10 m2 terdapat tanaman yang ditanam secara tumpangsari. Selain untuk memanfaatkan luas lahan, juga untuk menjaga adanya gangguan hama dan menyeimbangkan kesuburan tanah dengan melakukan pergiliran tanaman dalam luasan lahan tertentu.

Untuk pengendalian hama, pihak BSB menggunakan pestisida alami dengan memanfaatkan tanaman yang berfungsi sebagai pestisida nabati yang tumbuh di sekitar kebun. Karena tanamannya masih terbatas, pegembangan pestisida nabati masih belum optimal akibat masih terbatasnya bahan baku di sekitar kebun. Untuk mencegah hama pada tanaman selada, karyawan menyemprotkan ekstrak tanaman kacang babi (trefosia) sebanyak sekali seminggu tergantung tingkat serangannya (30%).

Untuk mencegah munculnya hama tersebut, maka dilakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai hama pada tanaman yang sudah terserang sebelumnya. Tak sedikit juga masih dapat ditemukan burung, katak, belalang, kupu-kupu dan berbagai jenis serangga lainnya yang dapat menjadi musuh alami bagi hama tersebut. Adanya populasi hama dan predator yang hidup bersama di perkebunan sayur, maka hama dapat dikontrol secara alami oleh predator. Keanekaragaman hayati seperti ini sengaja dilestarikan agar semakin stabil ekosistemnya.

Tahap panen tanaman dilakukan hampir setiap pekan karena beragamnya jenis tanaman yang ditanam dengan masa tanam yang berbeda-beda. Tanaman dipetik dan dibersihkan, sedangkan sisa tanaman masih dimanfaatkan sebagai kompos. Kendati dipanen setiap pekan, tetapi produksinya dapat berjalan terus-menerus dengan pengaturan pola tanam dan panen secara berkala. Hasil panen lalu ditimbang dan dipilah-pilah sesuai keinginan pelanggan. Sayur-sayur lalu dikemas dalam plastik khusus, untuk menjaga kesegarannya. Selain disebarkan ke berbagai tempat pelanggan, konsumen juga dapat membelinya langsung di toko BSB.

Selain jenis sayuran, pihak yayasan juga memproduksi kripik hasil olahan beberapa jenis tanaman seperti wortel, singkong dan sebagainya. Selain itu, juga diproduksi tape hasil fermentasi singkong serta beberapa bumbu-bumbu masakan lainnya. Namun, kripik yang disediakan masih mentah atau belum siap dikonsumsi langsung karena adanya asumsi masyarakat jika kripik yang dijual dalam bentuk jadi, maka nilai organisnya hilang akibat menggunakan minyak goreng dari tanaman sawit olahan yang tidak organis.

Selanjutnya, pihak yayasan masih ingin mengembangkan pertanian organis dengan melibatkan peternakan di dalamnya. Dengan mengembangkan peternakan sapi perah atau kambing, maka akan dapat memproduksi hasil lainnya seperti susu atau daging. Dari kotorannya pun dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik. Penyediaan makanannya juga cukup mudah karena dapat memanfaatkan vegetasi rumput yang tumbuh liar disekitar kebun.

Yayasan BSB dapat dijadikan contoh pengembangan pertanian, khususnya hasil pertanian organis dengan sistem dan pola tertentu. Membangun pertanian organis dapat dilakukan di mana saja. Hanya saja, menciptakan kesadaran akan hidup organis lebih rumit karena harus berhadapan dengan rasa egois, perasaan dan kebiasaan. Pengembangan pertanian organis perlu memperhatikan pengelolaan produksi, manajemen pasar yang transparan serta yang lebih penting lagi, mewujudkan sikap organis dalam kehidupan sehari-hari. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar