MENJELANG 2014, banyak
kandidat yang berlomba untuk mempromosikan diri sebagai calon Presiden
Indonesia. Berbagai cara mereka tempuh, mulai dari mengiklankan diri,
melakukan politik blusukan, mendirikan partai, hingga aktif mendekati
partai-partai. Mayoritas kandidat yang ada masih berasal dari tokoh lama
atau politisi lama dengan pencitraan baru. Dari 259 juta lebih penduduk
Indonesia, kita seakan kesulitan menemukan pemimpin yang tepat untuk
membawa Indonesia ke gerbang kemajuan, kesejahteraan, keadilan, dan
kemakmuran.
Kalau kita serius berusaha, banyak potensi
kepemimpinan yang mampu memimpin perubahan di Indonesia. Banyak orang
Indonesia yang masih bersih, berkomitmen, lurus, mempunyai visi, dan siap
melakukan perubahan. Potensipotensi kepemimpinan itu ada di banyak tempat,
baik di pemerintah, partai politik, maupun kampus dan organisasi
masyarakat, di tingkat nasional dan lokal. Namun, karena wacana ini banyak
dihegemoni oleh oligarki partai dan didominasi oleh politik Jakarta,
potensi kepemimpinan itu mengalami hambatan untuk muncul.
Perlunya Pemimpin Alternatif
Mencermati model kepemimpinan
dan para pemimpin yang ada sekarang, Indonesia memang sedang mengalami
dilema besar dan berada di persimpangan jalan. Dengan potensi ekonomi,
sumber daya alam dan manusia, posisinya di Asia, serta jumlah penduduknya,
Indonesia sangat strategis di mata dunia. Laju pertumbuhan ekonomi dan
potensi masa depan Indonesia menjadikannya sebagai negara yang
diperhitungkan oleh Barat, setelah China dan India (Hugh White, 2012).
Tidak mengherankan jika Australia dan banyak negara Barat lainnya ingin
lebih memfokuskan kerja samanya dengan Asia, terutama ketiga negara itu.
Sayangnya, karena para
pemimpin sekarang ini kurang tegas, tidak cekatan, penuh pertimbangan,
serta sibuk menjaga citranya, menjadikan Indonesia gamang. Mestinya seorang
pemimpin haruslah berdiri di garda depan dengan menyingsingkan baju, fokus
bekerja, berkomitmen pada kebutuhan rakyat, serta menjadikan kemakmuran dan
kemajuan Indonesia sebagai tujuan utama. Yang terlihat, pemerintah dan para
pemimpin sibuk dengan urusan pribadi, urusan partai, serta pencitraan diri.
Banyak pencitraan positif yang dibangun di luar negeri, tapi pekerjaan
rumah di dalam negeri tak kunjung juga ditangani.
Dalam kondisi yang sedemikian itu, wacana
untuk memunculkan pemimpin alternatif untuk Indonesia 2014 menjadi
pekerjaan yang harus segera direalisasikan. Pemunculan pemimpin alternatif
yang sudah diketahui track recordnya,
visi dan misinya, gaya hidupnya, serta komitmennya untuk membuat kebijakan
yang prorakyat haruslah menjadi agenda bersama. Dengan pemimpin yang
menjadikan nilai-nilai keutamaan publik (public virtue) dan keinginan yang gigih (passion) untuk mengabdi pada rakyat sebagai landasan
kepemimpinannya, masa depan Indonesia yang lebih baik bukan lagi mimpi
belaka.
Kita butuh pemimpin yang berkomitmen menerapkan imbauan Manuel L
Quezon, “My loyalty to my party ends
when my loyalty to my country begins.“ Dengan begitu,
kebijakan-kebijakan publik yang akan ia ambil dan terapkan diharapkan
berorientasi pada rakyat.
Memunculkan pemimpin-pemimpin alternatif
untuk masa depan Indonesia perlu dilakukan agar kebijakan dan anggaran
negara bisa lebih diproyeksikan untuk kebaikan dan kesejahteraan rakyat.
Banyak anggaran yang selama ini menguap, hanya dinikmati segelintir orang,
dan menjadi ajang korupsi untuk pendanaan partai. Ketika rakyat serius dan
rajin membayar pajak, banyak pejabat dan pengusaha besar yang bermasalah
dengan pembayaran pajak mereka.
Para pemimpin alternatif itu diharapkan
tidak mengulangi kesalahan para pendahulu mereka yang tanpa beban enggan
membayar pajak dan menikmati fasilitas negara tanpa peduli dengan rakyat.
Sebagaimana dikatakan oleh Vaclav Havel (1992), politik bukanlah cara untuk
menipu atau memerkosa hak-hak rakyat. Politik adalah cara untuk mendukung
kebahagiaan dan kepentingan umum guna membuat dunia yang lebih baik.
Mencari
Strategi
Yang menjadi kendala utama pemunculan kepemimpinan
alternatif sekarang ini ialah masih sentralnya peran partai politik sebagai
lembaga tunggal untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin negara. Konsekuensinya,
banyak calon pemimpin alternatif yang kesulitan muncul karena tidak
bergabung dengan partai politik. Semestinya, partai politik sebagai pilar
penting demokrasi harus mengubah orientasi dan paradigma kerjanya dengan
mendorong munculnya pemimpin alternatif. Indonesia punya preseden positif
tentang itu. Di era kemerdekaan dan demokrasi parlementer banyak partai
politik yang serius menyuarakan dan menjadi penyalur aspirasi rakyat. Perlu
juga ada rekayasa sosial dan politik agar para tokoh alternatif itu bisa
mendapat tempat di partai politik, entah dengan aktif di dalamnya atau ada
sekelompok orang baik di partai politik yang mendorong perubahan di
internal partai.
Selain itu, masyarakat sipil perlu bekerja
sama dengan media, lembaga riset, kampus, dan partai politik untuk
memunculkan pemimpin alternatif.
Selama ini, ketika kita menanyakan kepada rakyat siapa pemimpin yang mereka
harapkan, rata-rata jawabannya ialah calon pemimpin yang populer dan banyak
muncul di media. Umumnya, kita hanya mengikuti pendapat rakyat yang
sebetulnya sudah terpengaruh oleh pencitraan-pencitraan politik calon
pemimpin. Mestinya, kita menyeleksi calon pemimpin yang ada dan kemudian
mempromosikan calon pemimpin itu kepada rakyat. Kita perlu membuat
panggung-panggung sosial, budaya, dan politik yang bisa mendorong
pemunculan pemimpin alternatif ini. Panggung-panggung itulah yang nantinya
diharapkan mendekatkan calon pemimpin dengan rakyat di bawah agar mereka
dapat berdialog dengan rakyat.
Yang juga tidak kalah penting, pemunculan
pemimpin alternatif ini juga bisa dimulai dari pemetaan para pemimpin lokal
yang sudah terbukti berhasil dan berkomitmen untuk rakyat. Juga para
pemimpin dari komunitas lain seperti kampus, dunia usaha, ormas, dan
profesi lainnya. Seperti di Amerika Serikat dan negara maju lainnya, banyak
pemimpin yang muncul setelah sebelumnya sukses mengabdi untuk rakyat, baik
sebagai gubernur, senator, maupun profesi lain.
Sayangnya, banyak pemimpin Indonesia yang
muncul secara tiba-tiba karena oligarki ekonomi, politik, dan militer masih
menguasai politik kita. Namun, kita harus tetap optimistis bahwa pemunculan
pemimpin alternatif ini penting dan harus dilakukan bersama. Mahatma Gandhi
mengatakan, “Lebih baik menyalakan
lilin daripada terus mengutuk kegelapan.” Itulah yang harus kita
lakukan segera agar masa depan Indonesia yang adil dan gemilang segera
menjadi kenyataan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar