KEPERGIAN Presiden Venezuela Hugo Chavez diantar isak
tangis jutaan rakyatnya dan bela sungkawa masyarakat di luar negaranya yang
mengaguminya. Mereka mungkin tidak terlalu tahu dan tidak peduli sistem
ekonomi yang dijalankan Chavez. Yang lebih mereka kenang ialah rasa
kepeduliannya kepada rakyat banyak. Tayangan peristiwa itu menimbulkan rasa
haru.
Bahwa Chavez menjelma menjadi tokoh kontroversial tampak jelas dari
berbagai obituarium yang beredar di seluruh dunia. Sebenarnya, apakah dia
pahlawan atau pengkhianat bagi rakyat, itu tergantung sudut mana untuk
melihatnya. Walaupun dianggap tokoh yang mengutamakan kepentingan rakyat di
satu pihak, di lain pihak dia dianggap ganjalan bagi kebijakan ekonomi
pasar bebas yang sedang mengglobal dewasa ini; yang juga dianggap
memelopori demokrasi ekonomi. Tarik ulur mengenai pandangan kontroversial
itu tidak pernah reda.
Sekadar contoh, segolongan masyarakat merasa sukses menjalankan
perekonomian bila modal asing mengalir lancar ke negeri mereka. Namun, ada
wanti-wanti, investasi asing bukan masalah bisnis semata. Bagaimana efeknya
lebih jauh? Bagaimana kalau modal asing mendominasi situasi hingga negara tujuan
investasi berperan tidak lebih dari penampung modal luar?
Rakyat banyak menyambut sukaria barang-barang impor yang harganya
murah; tetapi mengabaikan pertimbangan bahwa kreativitas anak negeri bisa
berangsur mati sebagai akibatnya. Idealnya, jangan modal asing dibiarkan
mengerdilkan kemampuan negeri sendiri. Dibutuhkan pemikiran dan pengaturan
jeli.
Mencari Kesempurnaan
Bila melihat perkembangan dunia sejauh ini, berbagai sistem ekonomi
yang dulunya berjauhan tampaknya makin membaur. Yang disebut sistem
kapitalis sudah lama bergerak ke arah sistem sosialis. Sekadar contoh, di
banyak negara yang disebut kapitalis, biaya pendidikan rakyat ditanggung
negara, pajak bisa sangat progresif, ada jaminan sosial untuk kesehatan,
dan ada penetapan target untuk pertumbuhan ekonomi--semua itu mencirikan
sistem sosialis.
Sebaliknya, sistem sosialis dan partai-partai sosialis pun sekarang
sudah menyadari banyak segi positif dalam desentralisasi manajemen ekonomi,
dalam penggabungan kepemimpinan kolektif dan perorangan, dalam penggunaan
insentif laba secara terbatas. Di negara-negara sosialis diadakan
eksperimen untuk memakai pabrik-pabrik mereka guna memproduksi
barang-barang konsumsi. Para manajernya diberi kesempatan menangani usaha
sesuai dengan permintaan pasar. Tidak terlalu banyak petunjuk atau
perencanaan di pusat hingga perusahaan itu hampir-hampir seperti milik
swasta.
Fakta itu pernah diungkap Profesor Eugene Staley (1906-1989) dari
Lembaga Riset Stanford yang banyak berpengalaman di negara-negara
berkembang dan banyak menulis soal implikasi pembangunan ekonomi di
negara-negara berkembang. Menurut pengalamannya, peranan negara dalam
pembangunan ekonomi di negara-negara itu menjadi topik yang masih saja
kontroversial dan membangkitkan reaksi emosional. Diskusi-diskusi tentang
itu sering bersifat doktriner, sekalipun tidak ada sistem yang sifatnya
murni lagi. Misalnya, kapitalisme tidak seperti yang berlaku di abad ke-19.
Maka, beda antarsistem ekonomi sebenarnya tidak meraksasa seperti kalau
dilihat secara sepintas.
Masalah Kepedulian
Kecenderungannya, dengan sistem yang dijalankan masing-masing,
masyarakat manusia umumnya bergerak menuju kepada kepedulian yang lebih
besar antarsesama. Di setiap negara, berbagai peraturan dan undang-undang
dirumuskan untuk menjamin tidak ada lagi kesewenangan seperti di
rezim-rezim komunis ataupun kapitalis di masa lampau.
Sistem demokrasi yang digandrungi masyarakat dunia pun terus-menerus
dikawal dan diamati. Misalnya, jangan sampai terlalu liberal sehingga
memungkinkan pihak-pihak tertentu bersikap terlalu bebas tanpa merujuk
nuraniseperti yang terkesan sedang terjadi di negeri ini; terlalu banyak
pelanggaran HAM dengan mengatasnamakan demokrasi. Sudah tentu permainan
kalangan elite seperti itu memorak-porandakan segala norma yang selama ini
diyakini rakyat. Berbagai wacana dan diskusi diramaikan media. Silang
pendapat sering menimbulkan tanda tanya dan tawa: tak malu-malunya orang
mempertahankan pendapat yang nyata-nyata salah, dibela dengan alasan-alasan
yang katanya sesuai aturan hukum. Rakyat bingung. Kapan selesainya?
Jusuf Kalla pernah berkata, “Semua bergantung pada bagaimana
pimpinannya.“ Dengan berpegang pada kata-kata bijak itu, mungkin menjelang
2014 merupakan masa paling tepat untuk memilih pemimpin yang pas bagi
rakyat negeri ini. Apakah dia seperti Chavez, Obama, Gandhi, atau founding
fathers kita sendiri? Rakyat yang berhak memilih. Rakyat yang menjadi raja.
Kalau saja partai-partai politik menyadari peran mereka--demi asas
persamaan dan terwujudnya falsafah Pancasila--sudah saatnya pendidikan
politik dilancarkan bersama, tanpa terlalu mengutamakan ambisi pribadi
ataupun kelompok seperti yang dipertontonkan sekarang.
Kalau saja masing-masing menyadari kelemahannya, dan jeli memilih apa
yang menjadi fokus perhatian, tidak ada yang perlu bertepuk dada ketika
orang memuji demokrasi kita, ketika pertumbuhan ekonomi disebut
mengesankan, atau jumlah kelas menengah terus meningkat; apalagi bila
melihat puluhan juta rakyat masih digerus kemiskinan, sebagian kehilangan
jiwa secara sia-sia karena terlambat mendapat pertolongan; atau
kejadiankejadian lain yang membuktikan ketidakpedulian terhadap rakyat
jelata.
Semoga saja kita semua jeli memilih pemimpin masa depan agar terhapus
semua bayangan suram. Semoga partai-partai politik yang peduli siap
memfokuskan perhatian demi kemaslahatan bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar