SULIT membayangkan Libanon tak
akan ‘terlibat’ dalam konflik yang semakin sulit dihentikan di Suriah.
Kelompokkelompok sektarian di Libanon tidak mungkin netral dalam menanggapi
isu-isu besar yang terjadi di Suriah. Keterlibatan Hezbollah dalam perang
di beberapa wilayah Suriah dan di sepanjang garis perbatasan untuk membantu
pasukan Assad semakin tampak ke permukaan.
Pasukan Libanon tampaknya membiarkan
pasukan oposisi Suriah masuk ke beberapa wilayah perbatasan Libanon untuk
menghindari gempuran pasukan Assad yang makin agresif. Sementara Assad
mengecam keras pembiaran itu bahkan sempat mengancam Libanon. Pasukan
Hezbollah yang pro-Assad berupaya mengusir pasukan oposisi itu dari
perbatasan. Libanon terancam mengalami perpecahan akibat meluasnya konfl ik Suriah
ke negeri itu.
Hubungan masyarakat Libanon dan Suriah
sudah terlalu dalam dan seolah tidak mungkin dipisahkan oleh kekuatan dan
keputusan politik apa pun. Harus disadari bahwa sejarah pemisahan Libanon
dari Suriah bukanlah kehendak rakyat negeri itu, bukan pula kehendak para
elite politik di wilayah itu. Sebagaimana yang dialami negara-negara Arab
Timur lain (masyriq), pemisahan
itu adalah hasil desain imperial.
Kendati Libanon-Suriah telah terpisah
secara politik sejak 90 tahun yang lalu, hubungan masyarakat kedua negara
masih sangat dekat, intensif, dan seolah-olah mereka tetaplah masyarakat
yang satu yang tak terpisahkan oleh kaveling-kaveling negara bangsa buatan
‘penjajah’. Menilik kasus itu, pantas apabila para pemikir Arab
revolusioner menyebut batas negara-negara lokal Arab saat ini sebagai
‘artifi sial’ saja. Hingga hari ini, para pemikir Arab, massa rakyat, dan
retorika para pemimpin Arab Timur masih meratapi perpecahan dunia Arab
menjadi banyak negara. Mereka bahkan kadang mengutuknya sekalipun mereka
juga tak bisa lari dari realitas keterpecahan itu.
Kasus Libanon-Suriah membuktikan bahwa
negara-bangsa yang diciptakan kekuatan imperial itu gagal memisahkan
hubungan mendalam masyarakat kedua negara itu yang diikat oleh pertalian
kekerabatan, kesatuan bahasa dan kultur, kesatuan geografi s, imajinasi
kebersamaan masa lalu yang bergelimang kejayaan, dan kesamaan nasib akibat
penindasan imperial Eropa. Jadi, hampir mustahil Libanon akan tenang-tenang
saja ketika Suriah mengalami pergolakan hebat seperti sekarang ini.
Apalagi, pertempuran antara pasukan Assad
dan milisi properubahan sudah meluas hampir ke semua titik perbatasan
termasuk ke arah Israel. Luasnya perbatasan Libanon-Suriah yang tanpa
pemisah alamiah signifikan seperti pegunungan besar ataupun lautan turut
memperparah potensi merembetnya konflik Suriah ke wilayah Libanon.
Memperparah
Keterpecahan
Perbedaan sikap terhadap keterlibatan
Hezbollah di sepanjang garis perbatasan saat ini dan penyusupan sejumlah
pasukan oposisi Suriah ke wilayah Libanon adalah bentuk baru perpecahan
mendalam yang telah terjadi di Libanon selama ini.
Kelompok-kelompok Sunni dengan cepat
memberikan respons sangat keras. Mereka menyalahkan Hezbollah dan Assad
atas situasi sekarang ini. Mereka mengecam keras Hezbollah yang mulai
membawa Libanon terlibat dalam konfl ik di Suriah itu. Karena itu,
demonstrasi dan teriakan heroik anti-Suriah dan Hezbollah meluas di
wilayah-wilayah Libanon. Mereka mengecam keras rezim Assad yang telah
bermandikan darah rakyatnya seraya meneriakkan kesiapan mereka bertempur
melawan anasir-anasir Assad hingga titik darah penghabisan demi kedaulatan
Libanon.
Sejak awal konfl ik Suriah, posisi Hezbollah
begitu jelas berada di belakang rezim Assad, dan sekarang buktibukti
keterlibatan kelompok dukungan Iran itu semakin tak terbantahkan. Narasi
yang dikemukakan kelompok ini sebagaimana biasa adalah perang terhadap
Suriah dikobarkan oleh Barat dan antekanteknya di Timur Tengah untuk
mempereteli tangantangan poros perlawanan yang terdiri dari Iran, Suriah,
Hezbollah, dan pada tingkat tertentu Hamas.
‘Deklarasi’ beberapa negara Eropa (terutama
Inggris dan Prancis), Turki, dan negaranegara Teluk untuk menyuplai
persenjataan dan pendanaan untuk oposisi Suriah memperkuat argumen mereka,
bahwa negara-negara tersebut memang terlibat dalam perang Suriah sejak
awal. Keyakinan mereka itu kemudian diperkuat dengan dukungan AS atas
keputusan tersebut.
Karena itu, Sekjen Hezbollah Hasan
Nasrallah beberapa waktu lalu sudah menyatakan kesiapan kelompok itu untuk
kemungkinan menceburkan diri dalam perang besar kawasan jika intervensi
asing benar-benar dilakukan terhadap Suriah. Lagi-lagi, sekutu utama Suriah
dan Iran di Libanon ini mengarahkan tuduhan kepada konspirasi Barat-Israel
sebagai biang rentetan persoalan kawasan termasuk di Suriah. Pernyataan ini
tentu dimaksudkan sebagai bantahan terhadap sebagian lapisan masyarakat
Libanon yang secara psikologis telah telanjur menempatkan Hezbollah sebagai
tertuduh atas kekacauan di Libanon saat ini.
Libanon adalah negara yang sejak lama telah
mengalami perpecahan sektarian begitu mendalam terutama kelompok Sunni
versus Syiah. Pergolakan yang terjadi di Suriah semakin mempertajam
perpecahan itu antara kelompok Syiah yang pro-Assad dan kelompok Sunni yang
propejuang perubahan. Sangat sulit melepaskan pengaruh Suriah terhadap
kehidupan politik di Libanon atau sebaliknya. Keterlibatan
kelompok-kelompok di Libanon yang semakin intens dalam konflik Suriah bisa
menjadi ancaman serius bagi keutuhan negeri kecil nan indah itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar