Kamis, 21 Maret 2013

Keterlibatan Libanon dalam Konflik Suriah


Keterlibatan Libanon dalam Konflik Suriah
Ibnu Burdah ;  Pemerhati Masalah Timur Tengah dan Dunia Islam,
Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 21 Maret 2013


SULIT membayangkan Libanon tak akan ‘terlibat’ dalam konflik yang semakin sulit dihentikan di Suriah. Kelompokkelompok sektarian di Libanon tidak mungkin netral dalam menanggapi isu-isu besar yang terjadi di Suriah. Keterlibatan Hezbollah dalam perang di beberapa wilayah Suriah dan di sepanjang garis perbatasan untuk membantu pasukan Assad semakin tampak ke permukaan.

Pasukan Libanon tampaknya membiarkan pasukan oposisi Suriah masuk ke beberapa wilayah perbatasan Libanon untuk menghindari gempuran pasukan Assad yang makin agresif. Sementara Assad mengecam keras pembiaran itu bahkan sempat mengancam Libanon. Pasukan Hezbollah yang pro-Assad berupaya mengusir pasukan oposisi itu dari perbatasan. Libanon terancam mengalami perpecahan akibat meluasnya konfl ik Suriah ke negeri itu.

Hubungan masyarakat Libanon dan Suriah sudah terlalu dalam dan seolah tidak mungkin dipisahkan oleh kekuatan dan keputusan politik apa pun. Harus disadari bahwa sejarah pemisahan Libanon dari Suriah bukanlah kehendak rakyat negeri itu, bukan pula kehendak para elite politik di wilayah itu. Sebagaimana yang dialami negara-negara Arab Timur lain (masyriq), pemisahan itu adalah hasil desain imperial.

Kendati Libanon-Suriah telah terpisah secara politik sejak 90 tahun yang lalu, hubungan masyarakat kedua negara masih sangat dekat, intensif, dan seolah-olah mereka tetaplah masyarakat yang satu yang tak terpisahkan oleh kaveling-kaveling negara bangsa buatan ‘penjajah’. Menilik kasus itu, pantas apabila para pemikir Arab revolusioner menyebut batas negara-negara lokal Arab saat ini sebagai ‘artifi sial’ saja. Hingga hari ini, para pemikir Arab, massa rakyat, dan retorika para pemimpin Arab Timur masih meratapi perpecahan dunia Arab menjadi banyak negara. Mereka bahkan kadang mengutuknya sekalipun mereka juga tak bisa lari dari realitas keterpecahan itu.

Kasus Libanon-Suriah membuktikan bahwa negara-bangsa yang diciptakan kekuatan imperial itu gagal memisahkan hubungan mendalam masyarakat kedua negara itu yang diikat oleh pertalian kekerabatan, kesatuan bahasa dan kultur, kesatuan geografi s, imajinasi kebersamaan masa lalu yang bergelimang kejayaan, dan kesamaan nasib akibat penindasan imperial Eropa. Jadi, hampir mustahil Libanon akan tenang-tenang saja ketika Suriah mengalami pergolakan hebat seperti sekarang ini.

Apalagi, pertempuran antara pasukan Assad dan milisi properubahan sudah meluas hampir ke semua titik perbatasan termasuk ke arah Israel. Luasnya perbatasan Libanon-Suriah yang tanpa pemisah alamiah signifikan seperti pegunungan besar ataupun lautan turut memperparah potensi merembetnya konflik Suriah ke wilayah Libanon.

Memperparah Keterpecahan

Perbedaan sikap terhadap keterlibatan Hezbollah di sepanjang garis perbatasan saat ini dan penyusupan sejumlah pasukan oposisi Suriah ke wilayah Libanon adalah bentuk baru perpecahan mendalam yang telah terjadi di Libanon selama ini.

Kelompok-kelompok Sunni dengan cepat memberikan respons sangat keras. Mereka menyalahkan Hezbollah dan Assad atas situasi sekarang ini. Mereka mengecam keras Hezbollah yang mulai membawa Libanon terlibat dalam konfl ik di Suriah itu. Karena itu, demonstrasi dan teriakan heroik anti-Suriah dan Hezbollah meluas di wilayah-wilayah Libanon. Mereka mengecam keras rezim Assad yang telah bermandikan darah rakyatnya seraya meneriakkan kesiapan mereka bertempur melawan anasir-anasir Assad hingga titik darah penghabisan demi kedaulatan Libanon.

Sejak awal konfl ik Suriah, posisi Hezbollah begitu jelas berada di belakang rezim Assad, dan sekarang buktibukti keterlibatan kelompok dukungan Iran itu semakin tak terbantahkan. Narasi yang dikemukakan kelompok ini sebagaimana biasa adalah perang terhadap Suriah dikobarkan oleh Barat dan antekanteknya di Timur Tengah untuk mempereteli tangantangan poros perlawanan yang terdiri dari Iran, Suriah, Hezbollah, dan pada tingkat tertentu Hamas.

‘Deklarasi’ beberapa negara Eropa (terutama Inggris dan Prancis), Turki, dan negaranegara Teluk untuk menyuplai persenjataan dan pendanaan untuk oposisi Suriah memperkuat argumen mereka, bahwa negara-negara tersebut memang terlibat dalam perang Suriah sejak awal. Keyakinan mereka itu kemudian diperkuat dengan dukungan AS atas keputusan tersebut.

Karena itu, Sekjen Hezbollah Hasan Nasrallah beberapa waktu lalu sudah menyatakan kesiapan kelompok itu untuk kemungkinan menceburkan diri dalam perang besar kawasan jika intervensi asing benar-benar dilakukan terhadap Suriah. Lagi-lagi, sekutu utama Suriah dan Iran di Libanon ini mengarahkan tuduhan kepada konspirasi Barat-Israel sebagai biang rentetan persoalan kawasan termasuk di Suriah. Pernyataan ini tentu dimaksudkan sebagai bantahan terhadap sebagian lapisan masyarakat Libanon yang secara psikologis telah telanjur menempatkan Hezbollah sebagai tertuduh atas kekacauan di Libanon saat ini.

Libanon adalah negara yang sejak lama telah mengalami perpecahan sektarian begitu mendalam terutama kelompok Sunni versus Syiah. Pergolakan yang terjadi di Suriah semakin mempertajam perpecahan itu antara kelompok Syiah yang pro-Assad dan kelompok Sunni yang propejuang perubahan. Sangat sulit melepaskan pengaruh Suriah terhadap kehidupan politik di Libanon atau sebaliknya. Keterlibatan kelompok-kelompok di Libanon yang semakin intens dalam konflik Suriah bisa menjadi ancaman serius bagi keutuhan negeri kecil nan indah itu. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar