Jumat, 08 Maret 2013

Instabilitas Baru Sepeninggal Chaves


Instabilitas Baru Sepeninggal Chaves
Anna Yulia Hartati  ;  Dosen Hubungan Internasional FISIP
Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang
SUARA MERDEKA, 08 Maret 2013

  
"Bila pengganti Chaves ternyata tidak lebih baik, berarti dia membutuhkan bantuan dari pihak luar"

DUNIA dikejutkan oleh kematian Presiden Venezuela Hugo Chavez pada Selasa (05/03/13) dalam usia 59 tahun akibat penyakit kanker yang dideritanya. Setelah mengalami infeksi baru pada bagian pernapasan, ia menghembuskan napas terakhir pada pukul 16.25 waktu Venezuela.

Kabar kematiannya diumumkan oleh Wapres Nicolas Maduro pada hari itu juga. Selama memerintah, Chavez dikenal sebagai tokoh sosialis terkemuka yang memiliki pengaruh besar, baik di kawasan Amerika Latin maupun dunia. Dia juga dikenal sebagai pemimpin yang antihegemoni Amerika Serikat (AS).

Ia sudah 14 tahun memimpin negara itu, dan berkait dengan kematiannya negara itu harus sesegera mungkin menggelar pemilu. Sebelumnya, Chavez sudah menunjuk Maduro sebagai penerus kekuasaannya. Secara historis, Venezuela merupakan salah satu negara Amerika Latin yang lebih stabil dalam berdemokrasi.

Negara itu mempunyai cadangan minyak terbesar di dunia, juga deposit besar batu bara, bijih besi, bauksit, dan emas dengan kualitas tinggi. Namun kekayaan sumber daya alam itu tidak paralel dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Sejumlah situs menyebut masih banyak rakyat hidup dalam kemiskinan.
Sosok Chaves yang prorakyat miskin lebih mendongkrak popularitasnya. Terlebih ia menjadi salah satu presiden di Amerika Latin yang berani menentang segala bentuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Kemenangan sayap kiri dalam merebut kekuasaan di negara-negara Amerika Latin seperti juga di Bolivia, Brasil, Argentina, Uruguay, Chile, hingga Ekuador di bawah pimpinan Rafael Correa, seperti melengkapi perjuangan Kuba Fidel Castro dalam menentang politik luar negeri Negeri Paman Sam.

Hal itu ditambah Iran dan Suriah yang juga tidak mau tunduk dengan berbagai intervensi dan invasi AS terhadap mereka. Amerika kemudian menyebut Chavez dan tiga presiden revolusioner yang lain, yaitu Fidel Castro, Evo Morales, dan Ahmadinejad sebagai Poros Setan (Robert E Quirk,2007).

Chavez makin terkenal justru setelah melancarkan kudeta yang akhirnya gagal pada 1992. Keluar dari penjara, dia mulai meniti karier politik sampai akhirnya memenangi pemilu dengan suara mutlak pada 1998. Pengusung ide Karl Marx, Lenin, dan Mao ini berobsesi menciptakan format baru sosialis dengan menjalankan kebijakan populis guna membantu kaum miskin.

Di bawah kepemimpinannya, Venezuela makin memperkuat pengaruh regionalnya melalui usulan diplomatik dan ekonomi kepada negara-negara Amerika Latin, termasuk Karibia.
Sepeninggal Chavez, Venezuela bakal menghadapi banyak tantangan yang bisa menimbulkan instabilitas. Pertama; dalam konteks hubungan dengan AS. Selama ini pemerintah Amerika memiliki hubungan  buruk dengan Chavez, yang berani menentang hegemoni Negeri Paman Sam.

Instabilitas Baru

Wapres Venezuela Nicolas Maduro bersama Menlu Elias Jaua bahkan berani mengusir atase pertahanan AS di tengah masa berkabung atas kematian Chaves. Maduro menuduh kematian Chavez merupakan hasil dari konspirasi jahat yang didalangi oleh AS.

Pada sisi lain, Presiden Obama memberikan dukungan penuh bagi keterbentukan demokratisasi yang lebih baik di Venezuela. Ini tantangan bagi pengganti Chavez, yang akan memberi arah perjalanan politik negara itu.

Kedua; keberadaan pihak oposisi. Kelompok oposisi, terdiri atas warga kelas atas dan kelas menengah, mengaku ”cukup menderita” berkait kebijakan sosialis yang terlalu memihak rakyat miskin. Bahkan tahun 2002 terjadi aksi ”pelengseran” Chavez, yang justru dimotori oleh komandan tertinggi militer, dan berpuncak pada Desember 2002 ketika oposisi menyerang dan melumpuhkan industri minyak.

Ketiga; situasi dalam masa transisi. Periode ini banyak berpengaruh terhadap perjalanan negara itu pada masa depan, terkebih dikaitkan dengan hasil pemilu mendatang. Banyak pihak meragukan sosok pengganti bisa mewarisi karisma pendahulunya, termasuk dalam arti mendapat dukungan rakyat dan militer.

Bila pengganti Chaves ternyata tidak lebih baik, berarti dia membutuhkan bantuan dari pihak luar, mengingat oposisi tidak akan tinggal diam memanfaatkan momentum ini.
Kondisi ini dikhawatirkan oleh banyak pihak menciptakan instabilitas baru, terlebih bila wakil Chaves tidak mampu menjalankan roda pemerintahan seperti pendahulunya.

Maduro memang tidak berangkat dari dunia militer. Pekerjaan pada masa mudanya adalah sopir bus. Namun itu dinilai bisa lebih mendekati rakyat. Persoalannya, beberapa kalangan berpendapat Manduro tidak memiliki kemampuan seperti Chavez. Halus tidaknya proses transisi pemerintahan ke depan amat bergantung pada kompromi antara pemerintah dan oposisi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar