Selasa, 19 Maret 2013

Aksi Korporasi Ancora dan Aliran Dana Century


Aksi Korporasi Ancora dan Aliran Dana Century
Eddy OS Hiariej  ;  Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum 
Universitas Gadjah Mada
KORAN SINDO, 18 Maret 2013

  
Bailout Bank Century adalah salah satu isu besar yang menjadi perhatian publik belakangan ini. Besarnya skala bailout Bank Century dan dugaan tindakan pidana dalam pelaksanaannya menyerap perhatian publik pada kasus ini. 

Alhasil, wajar jika hal apa pun yang diduga memiliki keterkaitan dengan masalah ini akan mendapatkan sorotan utama. Belakangan ini beberapa pihak akhirnya ikut terseret ke dalam pusaran masalah dalam konteks pengembangan kasus aliran dana Bank Century tersebut. Salah satunya yang menarik perhatian publik adalah proses akuisisi terhadap PT Graha Nusa Utama (GNU) yang disebut- sebut menerima aliran dana Bank Century. 

Tak ayal tudingan aksi pencucian uang dialamatkan pada perusahaan yang melakukan aksi akuisisi tersebut yaitu PT Ancora Land bersama-sama dengan PT Uni Menara Komunikasi. Jika dirunut, aksi bisnis ini bermula dari PT Ancora Land yang bersama-sama dengan PT Uni Menara Komunikasi memulai proses akuisisi 51% saham PT Graha Nusa Utama (GNU) dan PT Nusa Utama Sentosa (NUS) pada 2008. Tujuan utama akuisisi tersebut adalah mendapatkan sebidang tanah di bilangan Fatmawati yang dimiliki GNU-NUS. 

Tanah itu dibeli GNU dari Yayasan Fatmawati pada 2003 dengan harga Rp65 miliar, di mana dalam periode 2003-2005, PT GNU telah melakukan pembayaran total sebesar Rp25 miliar. Sedangkan pembayaran sebesar Rp40 miliar berasal dari dana internal PT Ancora Land pada 2010-2011. 

Kendati demikian, dalam perkembangannya terdapat anggapan dari Tim Pengawas (Timwas) Kasus Century bahwa PT Ancora Land diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dengan alasan bahwa Ancora Land telah melakukan akuisisi saham GNU yang terlibat dalam tindak pidana perbankan. 

Sementara untuk pihak yang terkait langsung dengan pidana perbankan ini yaitu Direktur Utama GNU Toto Kuntjoro sudah mendapatkan vonisnya yang diterbitkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Oktober 2011 dan berkekuatan hukum tetap pada November 2012. Schaffmeister, Sutorius, dan Keijzer mengajarkan bahwa untuk menentukan perbuatan pidana harus berdasarkan tiga syarat. 

Pertama, memenuhi semua bestandeel delict (unsur-unsur delik). Artinya, semua yang terdapat dalam rumusan delik harus dibuktikan menurut hukum acara pidana. Kedua, perbuatan tersebut bersifat melawan hukum. Ketiga, perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut dan harus diberikan sanksi. (Hukum Pidana, Sahetapy) Konsep “sifat melawan hukum” adalah satu frase yang memiliki empat makna. 

Pertama, sifat melawan hukum umum yaitu syarat umum dapat dipidananya perbuatan. Kedua, sifat melawan hukum khusus, kata “melawan hukum” terdapat dalam rumusan delik sehingga sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya perbuatan. Ketiga, sifat melawan hukum formal, semua unsur dari rumusan delik terpenuhi. Keempat, sifat melawan hukum materil. 

Hukum pidana juga mengenal alasan yang menghapus pidana (strafuit sluitings gronden) yaitu ihwal yang dapat mengakibatkan orang yang telah melakukan sesuatu dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang menjadi tidak dapat dihukum (Sathocid Kartanegara). Strafuit sluitings gronden terdiri atas alasan pembenar dan alasan pemaaf. 

Alasan pembenar menghapuskan dapat dipidananya perbuatan, sedangkan alasan pemaaf menghapuskan dapat dipidananya pelaku atas perbuatannya. 

Menurut Jan Remmelink, ada tiga tipe perbuatan yang memenuhi asas ”tiada pidana tanpa kesalahan” yaitu kesesatan mengenai kemampuan untuk bertindak sesuai dengan tuntutan undang-undang (mistake of capacity to act according to the law), kesesatan mengenai hukum/kekeliruan berkenaan dengan situasi-kondisi faktual (mistake of the law/rechtsdwaling/ error of fact), dan kesesatan mengenai fakta (mistake of fact/feitelijkdwaling). 

Merujuk pada konsep-konsep yang sudah dijabarkan di awal, anggapan bahwa Ancora Land diduga terlibat tindak pidana pencucian uang dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, apa yang dilakukan PT Ancora Land adalah murni kebijakan bisnis yang berada pada ranah hukum perdata dan disebut business judgments rule yaitu kebijakan korporasi yang diwakili direksi berdasarkan itikad baik, dapat dipertanggungjawabkan, dan dilakukan demi kepentingan korporasi, sehingga demi hukum kebijakan ini harus dilindungi. 

Begitupun asas hukum lainnya bahwa PT Ancora Landmengakuisisi GNU yang beriktikad baik harus dilindungi secara hukum atas segala kepentingannya. Kedua, pelunasan pembayaran yang dilakukan Ancora pada 2010-2011 sebagai bagian dari pelaksanaan akuisisi saham GNU dan saat PT Ancora Land melakukan akuisisi saham tersebut tidak ada proses hukum terhadap GNU, terlebih aset GNU saat itu hanya tanah di bilangan Fatmawati. 

Kalaupun dalam aset tersebut ada hasil tindak pidana dari Robert Tantular dan/atau Toto Kuncoro, dalam konteks hukum pidana, Ancora Land mengalami feitelijke dwaling atau kesesatan fakta. Perlu dijelaskan bahwa tidak selamanya kesengajaan dalam hukum pidana dapat dijatuhi pidana jika terdapat kesesatan di dalamnya. 

Ada lima kesesatan yaitu error in persona (gugatan salah alamat), error in objecto (kesalahan objek yang disengketakan), aberitio actus (kesengajaan tindak pidana, namun salah kena), rechtsdwaling (kesesatan hukum), dan feitelijke dwaling (kesesatan fakta). 

Dua dari kesesatan yang tidak dapat dijatuhi pidana adalah rechtsdwaling dan feitelijke dwaling. PT Ancora Land mengalami kesesatan fakta yang membuktikan tidak ada dolus malus (niat jahat) sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana berdasarkan asas “tiada pidana tanpa kesalahan” yang juga merupakan alasan penghapus pidana. Tegasnya PT Ancora Land secara hukum pidana tidak dapat dinyatakan turut terlibat. 

Ketiga, dengan kesesatan fakta yang dialami Ancora Land, menurut hukum pidana, PT Ancora Land tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sebagaimana diajarkan oleh GA van Hamel yaitu kehendak orang harus sedemikian rupa sehingga ia mengerti nilai perbuatannya. Artinya, pelaku harus secara sadar mengetahui semua bagian perbuatannya tersebut adalah terlarang. Faktanya, PT Ancora Land tidak mengetahui status aset GNU yang diakuisisinya. 

Kalaupun dalam aset tersebut ada yang merupakan hasil atau alat yang dipakai Robert Tantular dan/atau Toto Kuncoro, PT Ancora Land tidak dapat dilibatkan dalam proses pidananya. Jadi, Timwas Century seyogianya bisa lebih jernih memandang kasus ini. Janganlah iktikad baik PT Ancora Land mengakuisisi PT GNU disalahartikan sebagai niat jahat untuk menguasai aset (lahan Fatmawati) yang dikatakan dibeli dari hasil pencucian uang. ● 

1 komentar: