Rabu, 17 Desember 2014

Tantangan Abe Pasca Pemilu

                                    Tantangan Abe Pasca Pemilu

Ahmad Safril  ;   Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga
JAWA POS,  17 Desember 2014

                                                                                                                       


KEMENANGAN Partai Demokrat Liberal (LDP) dalam pemilu Jepang Minggu (14/12) semakin mengukukan posisi Perdana Menteri Shinzo Abe. Bersama mitra koalisinya, Partai Komeito, LDP menguasai Majelis Rendah Parlemen Jepang dengan menduduki 317 di antara 475 kursi (Jawa Pos, 15/12/2014). Meskipun hanya diikuti 29,11 persen pemilih, kemenangan telak itu telah memulihkan mandat terhadap pemerintah untuk menjalankan program ekonomi yang disebut Abenomics.

Sejak berkuasa pada 2012, Abe memprioritaskan pemulihan ekonomi sebagai agenda utama. Prioritas itu didasari oleh suatu fakta bahwa perekonomian Jepang mengalami stagnasi dua dekade terakhir hingga akhirnya disalip Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Melalui Abenomics, politikus berusia 60 tahun itu menginginkan Jepang bangkit kembali sebagai kekuatan ekonomi global.

Abenomics bersandarkan kepada tiga pilar. Yakni, kebijakan moneter, stimulus fiskal, dan reformasi struktural. Kombinasi tiga pilar itu dipandang Abe merupakan resep paling ampuh untuk mengentaskan Jepang dari deflasi dan memicu depresiasi yen. Pelemahan yen berdampak kepada terdongkraknya ekspor Jepang seiring dengan semakin kompetitifnya produk-produk Negeri Matahari Terbit itu di pasar global.

Namun, dampak positif tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Setahun terakhir perekonomian Jepang kembali dilanda resesi. Alih-alih memulihkan kondisi perekonomian, kebijakan Abe untuk meningkatkan pajak penjualan dari 5 persen menjadi 8 persen pada April lalu justru memicu kenaikan harga. Kondisi buruk itulah yang akhirnya mendorong Abe mengadakan pemilu dua tahun lebih cepat daripada jadwal semula pada 2016.

Di tengah resesi ekonomi yang menerjang Jepang, Abe ingin mendapatkan mandat baru yang lebih segar dari rakyat untuk meneruskan Abenomics. Di balik tujuan utama itu, cucu mantan PM Nobusuke Kishi tersebut sesungguhnya juga ingin meraup dukungan rakyat untuk meloloskan kebijakannya mengamandemen Konstitusi Jepang yang mensyaratkan Japan Self-Defense Force (JSDF) hanya berfungsi terbatas sebagai alat pertahanan negara dan merevitalisasi program nuklir untuk mengurangi ketergantungan Jepang kepada impor energi.

Kini, setelah mandat kembali diraih, tantangan yang dihadapi Abe pasca pemilu bukan soal besar kecilnya dukungan rakyat. Tetapi, dia dihadapkan kepada kondisi struktural domestik dan situasi regional yang tidak sepenuhnya mendukung implementasi kebijakan yang hendak diterapkannya. Pertama, Abenomics membutuhkan sumber tenaga produktif yang besar, sementara struktur demografis Jepang justru timpang. Kedua, perubahan paradigma militer berpotensi menimbulkan ketegangan kawasan gara-gara reaksi keras Tiongkok dan Korea Selatan.

Krisis Demografi

Negara yang kuat adalah negara yang ditopang oleh kekuatan anak-anak muda produktif berdaya saing tinggi. Tenaga produktif yang memenuhi pasar kerja merupakan salah satu kunci pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan tenaga produktif, pasar akan terus bergairah dan ekonomi bakal bergerak tanpa henti.

Persoalannya, sepanjang dua dekade terakhir, manakala jumlah tenaga produktif Jepang terus berkurang, populasi orang tua malah meningkat. Pada 2014, tercatat sekitar 63,7 juta penduduk usia produktif (15–64 tahun) dan 23,1 juta orang tua (usia 65 tahun ke atas) di Jepang. Jika dibandingkan dengan 1990-an, penduduk usia produktif tahun ini berkurang 5 juta dan populasi orang tua meningkat hingga dua kali lipat.

Kekurangan tenaga produktif itu sebenarnya bisa diatasi dengan mengimpor pekerja. Namun, Jepang tidak melakukan itu secara aktif untuk menghindari imigrasi besar-besaran. Karena itu, wajar jika populasi Jepang lebih cepat menua bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang lain. Akibatnya, produktivitas Jepang harus difokuskan untuk menopang hidup puluhan juta warga negaranya yang berusia lanjut. Dampak negatifnya, daya saing global Jepang berpotensi menurun.

Krisis demografi yang dialami Jepang adalah ancaman serius bagi kesuksesan agenda Abenomics. Kebijakan Abe untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan tenaga produktif berlimpah yang terserap dalam pasar kerja. Abenomics hanya akan berhasil jika problem struktural demografis telah teratasi. Tanpa itu, pertumbuhan ekonomi Jepang bisa jadi akan tetap melambat.

Konstelasi Geopolitik

Salah satu kekhawatiran negara-negara di Asia Timur atas kemenangan telak LDP adalah kemungkinan semakin mulusnya upaya Abe mengubah militer Jepang menjadi semakin agresif. Suara mayoritas yang dimiliki koalisi LDP dalam parlemen Jepang memungkinkan mereka dengan mudah mengamandamen pasal 9 Konstitusi Jepang terkait dengan posisi dan peran JSDF. Jika hal itu terjadi, konflik geopolitik di kawasan berpotensi muncul seiring ketakutan Tiongkok dan Korea Selatan bahwa Jepang akan mengerahkan armada ke wilayah konflik di Laut Tiongkok Timur.

Sejatinya, opini publik Jepang terhadap isu tersebut terbelah. Sejumlah kalangan megkritisi rencana Abe itu. Namun, dengan dukungan rakyat yang baru saja diraih melalui pemilu, tampaknya Abe tidak akan goyah untuk mendorong amandemen konstitusi. Abe berpandangan bahwa agresivitas militer Jepang tidak berarti pengerahan pasukan ke wilayah konflik, tetapi berkerja sama dengan negara lain untuk mengamankan kepentingan nasional bersama.

Meski demikian, dalam realisme politik internasional, janji Abe itu belum tentu bisa dipercaya. Sebagai negara yang masih menyimpan luka masa lalu yang disebabkan agresivitas militer Jepang pada Perang Dunia II, Tiongkok dan Korea Selatan kini bersiaga mereaksi perubahan status militer Jepang tersebut. Jika keduanya bereaksi keras dan menimbulkan ketegangan kawasan, publik Jepang sangat mungkin menuntut Abe untuk membatalkan kebijakannya demi stabilitas ekonomi negara. Bagaimanapun, yang paling dibutuhkan rakyat Jepang saat ini adalah perbaikan kondisi ekonomi. Hal itu bisa diwujudkan jika tercipta stabilitas kawasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar