Minggu, 14 Desember 2014

Sapu Jagat Masyarakat

                                            Sapu Jagat Masyarakat

Toeti Prahas Adhitama  ;   Anggota Dewan Redaksi Media Group
MEDIA INDONESIA,  12 Desember 2014

                                                                                                                       


APAKAH alam mengajarkan solidaritas? Apakah dia menuntut etika? Pertanyaan itu sering mengusik perasaan, lebih-lebih bila kita melihat ketimpangan yang keterlaluan. Anak-anak di bawah umur berpakaian compang-camping, bermain di tepi jalan raya; tak acuh akan keramaian lalu lintas yang bisa membahayakan jiwa mereka. Ke mana orangtua mereka? Siapa mereka?

Pemandangan seperti itu sering kita jumpai. Tanpa aba-aba, anak-anak itu datang dan pergi, entah dari mana. Mereka menemukan sepintas kegembiraan, lalu lari pergi. Orang-orang di sekitarnya, seperti tidak ada yang peduli. Bagaimana aturan masyarakat kita? Kapan waktu anak-anak itu belajar, istirahat, sekolah, bermain bersama saudara atau teman?

Pikiran seperti itu melintas di pikiran ketika kami menyaksikan acara `Kick Andy' tentang seorang ibu yang awalnya mengurus puluhan anak yatim piatu atas prakarsa pribadi. Setelah dicermati, kisah itu menakjubkan karena telah berkembang dari yang semula tiada menjadi yayasan abadi bernama Hati Suci. Konon sekarang yayasan itu mengasuh lebih dari 300 siswa, dari tingkat TK sampai dengan SMA. Siapa ibu itu?

Tersebutlah satu abad yang lalu seorang ibu bernama Ny. Lie Tjian Tjoen yang berprakarsa mendirikan Perkumpulan Ati Soetji untuk menolong anak perempuan, anak yatim piatu, dan anak telantar. Saat ini, yayasan yang bernama Hati Suci masih berdiri, mengupayakan beasiswa bagi anak-anak dari keluarga yang kurang beruntung.

Perkumpulan Ati Soetji bermula dari ditemukannya bayi di dekat rumah Ny. Lie; dan bukan hanya satu kali, melainkan juga berulang kali, beralih-alih tempat, yakni dari bawah pohon cemara, di dekat pot bunga, hingga di depan rumahnya. Bahkan, ada yang diberikan langsung oleh ibunya (yang menutup wajahnya dengan cadar). Sejak itu, bukan peristiwa yang dianggap mengejutkan lagi ketika ada bayi-bayi baru lahir tergeletak di sekitar tempat tinggal Ny. Lie. Bayibayi itu kemudian dibawa ke Panti Asuhan Hati Suci yang didirikan sendiri oleh Ny. Lie pada 1914.

Kisah yang dapat kita pelajari atau pertanyakan, bagaimana politik mengatur situasi masyarakat supaya jangan terjadi ketimpangan kesejahteraan berlebihan sehingga mengganggu nurani kemanusiaan? Bagaimana menyiasatinya? Dalam hal itu, khususnya yang langsung berkaitan dengan anak-anak dari kalangan tidak mampu, lebih-lebih dari kalangan yang boleh dikatakan tidak berkeluarga? Bagaimana perwakilan rakyat kita menangani kasus-kasus macam itu? Halo DPR?

Dapat dipastikan tontonan Kick Andy itu menggerakkan nurani banyak orang. Menemukan sistem atau jalan ke luar untuk mengatasi persoalan seperti itu rasanya jauh lebih bermartabat daripada menyaksikan `keroyokan' siapa yang menang atau siapa yang kalah dalam persoalan kasus perebutan posisi antarpartai untuk persoalanpersoalan atau kasus-kasus tertentu. Lebih-lebih bila menerawang ke depan, apa yang terjadi pada anak-anak kecil telantar itu dalam satu hingga tiga dasawarsa dari sekarang? Bukankah mereka juga yang nantinya menentukan bagaimana masa depan republik ini?

Secara spiritual, ada ramalan boleh percaya, boleh tidak, bahwa sebelum Jokowi terpilih dia diramalkan sebagai tokoh yang akan mengadakan pembersihan di masyarakat. Dia dibayangkan, seperti tokoh berjubah yang ada kalanya melepas jubahnya dan jubah itu berubah menjadi semacam sapu jagat yang akan membersihkan yang serbakotor di sekitarnya. Pertanyaan kami, apa yang akan dia dan anak buahnya lakukan bila melihat anak-anak kecil telantar sekarang ini menatap masa depan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar