Selasa, 02 Desember 2014

Ruang Bersama Pendidikan Tinggi

                            Ruang Bersama Pendidikan Tinggi

Mesdin Simarmata  ;   Bekerja di Bappenas
KOMPAS,  01 Desember 2014

                                                                                                                       


SALAH satu terobosan kelembagaan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah pembentukan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi. Harapannya tentu agar menjadi motor penggerak inovasi di Indonesia. Apa saja pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar mendapat hasil maksimal dan menjadi basis peningkatan produktivitas nasional?

Dari perspektif pembangunan iptek, perguruan tinggi mempunyai karakteristik unik. Di perguruan tinggi berkumpul ribuan individu yang ingin mendalami, menguasai, dan mengembangkan pengetahuan. Keunggulan utama universitas adalah sumber daya manusia yang senantiasa diperbarui, yaitu mahasiswa. Potensi inilah yang harus dimanfaatkan maksimal.

Memanen ide-ide segar dari khalayak juga menjadi perhatian para ilmuwan. Konsep ba dari Ikojiro Nonaka banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang inovatif, seperti Mirosoft, Cisco, dan Sony. Konsep ba berasal dari seorang filsuf bernama Kitaro Nishida yang menjelaskan perlunya ”ruang bersama” dalam kehidupan masyarakat. Ikojiro Nonaka menyebutnya tempat lahirnya ide-ide baru.

Di salah satu perusahaan high-tech di AS, ruang bersama diciptakan dengan menyediakan tempat ngobrol di dekat lift yang dilengkapi coffee maker. Setiap insinyur atau ilmuwan yang bertemu setelah keluar lift atau sebelum masuk lift bisa melanjutkan perbincangan di sini. Hasilnya, jumlah temuan di perusahaan meningkat tajam.

Di tempat lain, yaitu perusahaan baja di AS, karyawan yang punya ide segar tentang teknologi atau solusi yang lebih baik diminta menuliskannya dalam secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak suara.

Setiap dua minggu, pimpinan eksekutif (CEO) membaca satu per satu dan memilih beberapa untuk dipaparkan dalam forum resmi. Usulan yang terbaik langsung diuji-terapkan dan meminta pengusul untuk memimpin proyeknya. Saat itu, industri baja di AS sudah dianggap uzur (sunset) karena kalah dengan pesaingnya dari Asia. Ternyata, dengan menerapkan cara itu muncul temuan-temuan baru dan membuat perusahaan berjaya kembali.

Pendidikan tinggi

Ruang bersama di dunia pendidikan tinggi sangat kompleks. Di negara maju, ruang bersama ini dimulai dari ruang kuliah tempat ide-ide yang sudah menjadi batang tubuh pengetahuan mata kuliah diperbincangkan dan didalami. Perbincangan ini menjadi sumber inspirasi lahirnya ide-ide baru, baik dalam tugas-tugas kuliah maupun proposal riset.

Setiap tahun, serikat-serikat ilmiah tidak hanya menerbitkan jurnal ilmiah, tetapi juga menyelenggarakan seminar hasil-hasil riset yang disertai dengan pameran temuan-temuan baru ataupun lowongan kerja bagi wisudawan baru.

Hajatan ini menjadi agenda wajib bagi para direktur teknologi perusahaan untuk ditengok dan yang menarik dikembangkan lebih lanjut. Keseluruhan mekanisme ini membentuk ruang bersama dan terjalinnya jaringan peneliti seminar yang oleh de Solla Price disebut invisible college.

Membangun ruang bersama di Indonesia tidak perlu mulai dari nol. Beberapa komponennya sudah ada. Awal tahun 1990, Ditjen Pendidikan Tinggi yang dimotori oleh Profesor Yayah Koswara bersama Dikcy R Munaf (ITB) memprakarsai program Hibah Bersaing di kalangan dosen-dosen perguruan tinggi negeri.

Oleh Triono Soendoro dari Bappenas, program ini diadopsi menjadi program Riset Unggulan Terpadu (RUT) di Kementerian Ristek. Perangkat pengelolaan RUT ini terdiri atas Dewan Riset Nasional (DRN) sebagai ex-ante quality assurance dengan tugas menyeleksi proposal, memantau perkembangan, dan mengevaluasi riset yang didanai.

Perangkat lain yang tidak kalah penting adalah forum komunikasi peneliti seminat untuk menggodok pemikiran dan memperluas ranah riset di Indonesia. Yang lain adalah jurnal ilmiah. Jurnal ilmiah semestinya dikelola secara independen dari lembaga penelitian sehingga mampu menjalankan fungsi sebagai ex-post quality assurance dengan hanya menerbitkan hasil-hasil riset yang berkualitas. Untuk itu, perlu reviewer yang berkualitas dan independen.

Litbang kementerian

Bagaimana dengan litbang di kementerian? Sewaktu penulis memulai kuliah di ITB, di barat laut kampus ada dua lembaga mentereng, yaitu Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (DPMB) unit kerja dari Ditjen Cipta Karya-Pekerjaan Umum, dan Balai Sellulosa milik Ditjen Industri Kimia Dasar-Perindustrian.

Sekarang, kedua lembaga ini dan lembaga sejenis tidak lagi di bawah direktorat jenderal teknis, tetapi disatukan dalam badan penelitian dan pengembangan (balitbang). Manis secara administrasi, tetapi tidak tepat menurut konsep ruang bersama.

Alur pengetahuan pertama dimiliki oleh mereka yang meneliti dan mengembangkan, sedangkan alur kedua dimiliki oleh mereka yang bekerja di unit teknis yang menyediakan produk atau layanan ke masyarakat. Interaksi keduanya harus intensif.

Untuk itu, kedua alur pengetahuan harus berada dalam ruang bersama. Dari perspektif ini, tatanan kelembagaan litbang yang lama lebih tepat karena menyatu dengan unit kerja teknis dalam satu direktorat jenderal.

Setelah kelembagaan dibenahi, pekerjaan rumah berikutnya adalah menata praktik pengelolaan (manajemen). Mengelola inovasi berbeda dengan mengelola administrasi bank karena menyangkut pergerakan ide dari yang abstrak menjadi barang dan jasa atau solusi teknis yang nyata (value creation). Di era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), pengelolaan inovasi menjadi kunci keberhasilan.

Pelaksanaan manifesto manajemen di atas butuh dukungan semua pemangku kepentingan yang mencakup pemangku kebijakan administrasi pemerintahan, pemangku kebijakan administrasi anggaran, dan tentu pimpinan lembaga yang bersangkutan. Dalam bahasa kontemporer, inilah salah satu bentuk revolusi mental untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar