Sabtu, 13 Desember 2014

Rindu Dahlan Iskan

                                                 Rindu Dahlan Iskan

Ali Kusno  ;   Cerpenis dan Pengkaji Bahasa di Kantor Bahasa Kalimantan Timur
KOMPAS,  13 Desember 2014

                                                                                                                       


Saya sendiri besok sudah berangkat ke Lombok, Bima, lalu jalan darat ke Dompu, Tambora, dan Sumbawa Besar. Saya juga harus langsung kerja, kerja, kerja. Seperti moto lama saya.

BEGITULAH penggalan tuturan Dahlan Iskan dalam tulisan ”Ini Dia Kabinet Kerja, Kerja, Kerja: Sedikit Drama sebelum Kerja”. Banyak pembaca koran maupun media online yang dibuat terpana dan penasaran oleh tulisan Dahlan Iskan. Ada yang berpendapat seperti diajak jalan-jalan. Ada pula yang berpendapat asyik menggelitik. Saya mencoba memotret tulisan Dahlan Iskan dari sudut kajian bahasa.

Bahasa penulis maupun jurnalis bisa saja sama, tetapi gayanya pasti beda. Kekhasan penulis dapat tecermin dari tulisan. Tulisan Dahlan dapat dikategorikan sebagai feature. Feature dimaksudkan untuk memberikan hiburan sebagai bacaan sedap, mendidik, rileks, dan ringan. Feature yang disajikan Dahlan memiliki kekhasan.

Pertama, pilihan judul yang menarik. Judul feature Dahlan efektif membuat pembaca tertarik dan penasaran. Judul-judul yang pernah dipakai antara lain ”Semoga Waras Listrik di Kegilaan BBM”, ”Di Balik Jonan yang Meringkuk dan Danang yang Meringis”, dan ”Dari Mitsui Menjadi Milik Anak Negeri”.
Kedua, optimalisasi teras (lead) yang sempurna. Sebuah teras (lead) yang menarik menjadi daya pikat awal seseorang membaca tulisan. Berhenti membaca atau meneruskan. Dahlan mampu memikat pembaca dengan teras yang sempurna.

Ketiga, penggunaan humor. Feature Dahlan segar dengan selingan humor, seperti pada feature ”Gerak Gerbong Mandalika Menuju Toba”. Angin bertiup sejuk. Bulan yang mendekati purnama tampak menor di langit bersih. Seperti baru keluar dari salon.

Keempat, penggunaan kalimat pendek. Dahlan menghindari kalimat panjang melelahkan. Kalimat pendek menjadi pilihan Dahlan, seperti dalam feature ”Bandara Kamil dan Pelabuhan Bergarbarata”. Garbarata? Yes! Inilah untuk kali pertama penumpang kapal dilewatkan garbarata. Seperti naik pesawat saja. Tidak lagi lewat tangga di dinding kapal yang bergoyang-goyang itu. Yes! Pelindo III memulainya! Sejarah!

Kelima, gaya deskripsi yang gamblang. Gaya deskripsi membuat pembaca memperoleh kesan mengenai hal yang digambarkan. Feature Dahlan memikat dengan deskripsi yang gamblang. Pembaca ikut merasakan petualangan Dahlan dalam feature ”Gerak Gerbong Mandalika Menuju Toba”. Seusai rapat, senja sudah lewat. Saya langsung menuju pantai terindah di kawasan Mandalika, di belakang Novotel: Pantai Kuta. Saya duduk di atas pasir putih menghadap laut selatan.

Keenam, gaya narasi seperti orang berkisah. Bertutur secara naratif dapat diibaratkan seperti orang berkisah. Dahlan berkisah tentang perjalanannya ke Balikpapan dalam feature perjalanan ”Jembatan Fenomenal di Tangan Perusahaan Fenomenal”. Setelah meninjau Bandara Baru Sepinggan, Balikpapan, saya berkesimpulan: sudah siap diresmikan kapan saja Presiden SBY menghendaki. Terminal bandara itu sangat membanggakan. Besarnya dua kali lipat dari bandara baru Surabaya.

Ketujuh, feature-feature Dahlan kaya akan sentuhan gaya bahasa. Gaya bahasa bagi Dahlan ibarat dandanan bagi tulisan. Tulisan menjadi cantik nan menarik. Sentuhan gaya bahasa Dahlan terasa dalam feature ”Presiden Baru tanpa Bulan Madu”. Contoh lain, anggaran untuk pesantren, PAUD, dan sekolah swasta. APBN bidang pendidikan itu besarnya seperti gajah bengkak.

Kedelapan, tidak terikat kaidah kebahasaan. Dahlan tidak ingin dibatasi aturan-aturan dalam menuangkan gagasan. Dahlan memiliki karakter feature yang mendobrak aturan kebahasaan. Dobrakan tersebut terlihat seperti pada feature ”Xiao Ping Guo sebelum Jalan ke Thamrin”. Tapi, juga ada satu gerakan senam yang tidak akan dimainkan lagi: Dahlan Style. Sebab, syair lagunya tidak cocok lagi. Ada kalimat ”Dahlan Iskan seorang menteri” di dalam lagu Sunda Cirebonan yang dinyanyikan Diana Sastra itu.

Kesembilan, menutup dengan klimaks ataupun antiklimaks. Penutup feature yang bagus mampu memberikan kesan yang mendalam. Dahlan suka mengakhiri tulisan dengan klimaks ataupun antiklimaks. Berikut penutup feature ”Telah Lahir sang Penari Langit Nasional”. Ricky terdiam sejenak. Kepalanya menunduk. Wajahnya menatap ke bumi. Sesaat kemudian baru dia berucap. ”Saya akan tetap di Indonesia. Seadanya,” jawab Ricky. ”Saya akan meneruskan semua ini semampu saya,” tambah dia.

Dalam penutup tersebut, Dahlan Iskan piawai melibatkan emosi menggugah empati. Pembaca ikut hadir dalam diri Dahlan dan Ricky. Begitu emosi pembaca sampai pada puncak suasana dan rasa, saat itu pulalah tulisan diakhiri.
Merindukan Dahlan Iskan

Dahlan Iskan besar di lingkungan jurnalistik. Meski sempat tersesat dalam pemerintahan dan politik. Melalui feature, Dahlan berbicara, bercerita, dan bersenda gurau dengan pembaca. Karakteristik feature Dahlan akan terus bertambah seiring derap langkah sepatu kets yang enggan berhenti. Segesit gerakannya dengan baju putih digulung. Baju yang sekarang menjadi tren pegawai pemerintahan.

Penulis dan masyarakat akan selalu merindu Dahlan Iskan, hadir dalam untaian tulisan. Merindu feature Dahlan Iskan yang free dari menteri. Semoga Dahlan Iskan terus melahirkan feature-feature baru, seperti moto lamanya: Kerja, Kerja, Kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar