Profesionalitas
dalam Penilaian Amdal
M Daud Silalahi ; Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas
Padjadjaran (Unpad)
|
SUARA
MERDEKA, 17 Desember 2014
“Izin suatu usaha atau kegiatan bahkan bisa
dicabut bila syarat izin lingkungan dilanggar pada tahap operasi”
IZIN
mengenai lingkungan sebenarnya bisa dikatakan regulasi yang ”baru dikenal”,
yang kemudian diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan (PP Nomor 27/2012). Izin itu diterbitkan oleh menteri
Lingkungan Hidup, gubernur, atau bupati/ wali kota sesuai kewenangannya
setelah pihak yang akan melaksanakan kegiatan, menyusun amdal terkait
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup atas wilayah yang terkena
dampak usaha itu.
Problematika
hukum yang akhir-akhir ini terjadi adalah adanya gugatan terhadap izin
lingkungan ke peradilan administratif oleh pihak yang khawatir akan rusak
atau tercemarnya lingkungan hidup terkait suatu kegiatan usaha. Padahal, izin
itu telah dilengkapi amdal. Pertanyaannya, apakah izin lingkungan bisa
digugat mengingat telah dilengkapi dokumen amdal sebagai kajian akademis?
Konsep amdal berlatar analisis ilmiah lintas disiplin ilmu dan bersifat
holistik secara ekologis.
Karena
itu, amdal dirumuskan secara sistematis untuk mengidentifikasi, memprediksi,
mengevaluasi, atau menilai kemungkinan terjadinya dampak signifikan terkait
rencana kegiatan dalam proses pengambilan keputusan. Maksudnya supaya dampak
negatifnya dapat dicegah atau diminimalkan. Hasil kajian amdal dijadikan
dasar penerbitan izin lingkungan setelah diuji secara ilmiah berdasarkan
kompetensi ilmu yang terkait guna menjamin validitasnya.
Kajian
ilmiah yang sistemik dan komprehensif tersebut tidak mungkin dilakukan atau
dinilai oleh orang yang tidak berkompeten, atau bukan ahlinya. Pasalnya,
sedari awal penyusunan dokumen itu dimaksudkan supaya sejak perencanaan
hingga pelaksanaan, bisa dirancang instrumen pengelolaan yang terbaik, dan
bisa dinilai oleh Komisi Amdal.
Kompetensi Keahlian
Komisi
itu mempunyai otoritas dengan latar belakang kompetensi/keahlian khusus yang
diperoleh melalui pendidikan khusus pula.
Rezim
UUPPLH itulah yang kemudian diadopsi oleh PP Nomor 27/2012 dengan
memperkenalkan izin lingkungan dalam proses amdal, sebagai pengintegrasi
berbagai bentuk izin lingkungan yang berlaku sebelumnya. Rezim ini sekaligus
meningkatkan kapasitas instansi di bidang lingkungan dalam proses pemantauan
ketaatan secara tegas melalui izin lingkungan.
Mekanisme
pemantauan ketaatan atas pelaksanaan izin lingkungan bisa mengakibatkan
penangguhan, bahkan pembatalan izin usaha bila terbukti ada pelanggaran izin
lingkungan (Pasal 40 UUPPLH). Hal itu suatu perubahan yang mendasar dari PP
Amdal sebelumnya. Bahkan guna menjamin validitas amdal secara ilmiah, ada
persyaratan kompetensi keahlian anggota Komisi Amdal untuk boleh menilainya,
dan otoritas Komisi itu dinyatakan dengan lisensi, sesuai dengan PP Amdal dan
izin lingkungan.
Anggota
Komisi itu wajib memiliki sertifikat amdal yang diperoleh lewat kursus supaya
ia bisa menilai amdal, baik secara teknis maupun ilmiah. Terkait dengan
transparansi, ketidakberpihakan dan prinsip keterwakilan dari pemangku
kepentingan dan perwakilan lingkungan maka Komisi Amdal selalu beranggotakan
wakil organisasi lingkungan, kemungkinan terkena dampak, dan wakil daripusat
studi lingkungan (PSL) sebagai perwakilan keahlian/ilmiah. Karena itu secara
hukum, amdal dan izin lingkungansebagai hasil kajian ilmiah dalam sistemhukum
lingkungan tidak dapat diuji berdasarkanprinsip-prinsip umum hukum
administrasi negara.
Atas
dasar kerangka berpikir itu pula, para hakim di Jepang menyebut kajian ilmiah
itu sebagai verifikasi ilmiah. Bahkan Cartagena
Protocol 2000 menyebutnya guna menjamin ”kepastian ilmiah” dalam proses keputusan
layak lingkungan, bukan kepastian hukum. Pasalnya, keputusannya itu
berdasarkan validitas ilmiah yang tidak bisa ”jatuh” oleh sistem hukum administrasi
melalui PTUN. Mengacu konsep amdal dan izin lingkungan berdasarkan layak
lingkungan secara ilmiah, saya berpendapat ada kekeliruan berpikir ilmiah
dari sebagian masyarakat.
Hal itu
mengingat penilaian layak lingkungan oleh Komisi Amdal selalu ditetapkan
bersama-sama dengan wakil organisasi lingkungan yang secara hukum mewakili
lingkungan,dan juga masyarakat yang mungkin terkena dampak. Hal itu supaya
hasil penilaian layak secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, bisa dipenuhi. Bahkan
pada tahap pelaksanaannya, instrumen pengelolaan dan pemantauan (RKL danRPL)
berdasarkan amdal bisa terus diperbaiki sesuai dengan perkembangan iptek.
Atas dasar pemikiran itu, publik bisa memperoleh pemahaman bahwa keberadaan
amdal dimaksudkan guna meningkatkan kualitas pengambilan keputusan yang lebih
baik.
Alat
ukur ilmunya yang digunakan pun lebih akurat, termasuk memakai pilihan
instrumen pemantauan dan pengelolaanlingkungan yang terbaik. Berkembangnya
izin lingkungan dalam generasi keempat amdal pada tahun 2012, akan memberikan
kekuatan pemantauan (Pasal 40 UUPPLH), antara lain artinya bisa menghentikan
atau mencabut izin usaha/kegiatan bila syarat izin lingkungan dilanggar pada
tahap operasi. Amdal memiliki konsep sebagai kajian ilmiah dengan biaya
sangat mahal dan waktu lama (75 hari kerja).
Jadi,
bila amdal dan izin lingkungan sebagai instrumen pemantauan ketaatan serta
instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan dijadikan sengketa di PTUN
maka tujuan dari amdal secara otomatis hilang. Padahal penyusunan amdal
dimaksudkan pertama;untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui sistem
pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang efektif dan efisien.
Kedua;
menyejahterakan masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan seiring dengan
perkembangan iptek. Ketiga; membuka peluang baru pertumbuhan ekonomi. Penolakan
amdal secara hukum (PPAmdal) hanya dapat terjadi karena dua alasan, yaitu
bila pada penilaian amdal disimpulkan (1) dampak negatif lebih besar dari
dampak positif (cost-benefit analysis),
dan (2) bila dampak negatif tidak dapat ditanggulangi dengan teknologi yang
ada (analisis risiko lingkungan).
Berkait timbulnya kekhawatiran terjadinya dampak lingkungan yang
serius, yang disebut dampak penting dalam UUPPLH, justru merupakan tujuan
dari pentingnya penyusunan amdal. Pasalnya, berdasarkan kajian amdal oleh
para ahli dan penilaian oleh Komisi Amdal maka dampak negatif tersebut bisa
dicegah atau diminimalisasi sejak sedini mungkin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar