Petisi
K-13 untuk Mendikbud
Sudaryanto ; Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
|
HALUAN,
17 Desember 2014
Bapak Anies Baswedan yang terhormat.
Tulisan ini sebagai petisi
penulis terhadap keputusan Anda selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) yang telah menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 atau K-13,
Jumat (5/12) lalu. Atas keputusan Anda itu, kurikulum pengganti Kurikulum
2006 itu dihentikan karena dinilai mengandung banyak masalah. Pertanyaannya
kini, apa dan bagaimana implikasi dari penghentian K-13 itu?
Banyak pihak menilai bahwa
implementasi K-13 terkesan dipaksakan. Salah satu pihak yang menilai hal itu
ialah Prof Hafid Abbas dari UNJ (Kompas, 13/3/2013). Ia mengkritik keras
bahwa modus perubahan kurikulum lebih terkesan sebagai ikhtiar dadakan karena
tidak didahului persiapan yang lebih matang. Buktinya, perencanaan anggaran
K-13 selalu berubah-ubah dalam rapat koordinasi dengan DPR saat itu.
Ditambah lagi kurang gencarnya
sosialisasi K-13 kepada para guru sehingga konsep kurikulum pengganti
Kurikulum 2006 itu tidak jelas, bahkan dipahami secara berbeda-beda oleh para
guru. Di kemudian hari, terjadi pula keterlambatan pengiriman buku ajar K-13
siswa dan guru di sekolah, padahal Mendikbud (saat itu) Mohammad Nuh telah
berjanji akan mengirimkannya sebelum semester dimulai. Hingga kini keterlambatan
itu ternyata masih terjadi saja.
Repot Memberi Penilaian
Selain itu, tak sedikit guru mengeluh
repotnya memberikan penilaian terhadap siswanya secara deskriptif dan per
orang. Dalam K-13, penilaian hasil pembelajaran disampaikan dalam
bentuk deskripsi kemampuan siswa (per orang). Bisa dibayangkan, jika di
kelas terdapat 30 siswa, maka seorang guru mata pelajaran (mapel) harus membuat
penilaian deskripsi 30 siswa pula. Bagi para guru, hal ini sangat menyita
waktu di tengah kesibukan mengajar dan lain-lain.
Berbeda dengan K-13, dalam Kurikulum
2006, penilaian hasil pembelajaran dalam bentuk deskripsi kompetensi mata
pelajaran, bukan kemampuan siswa. Jadi, para guru cukup menulis kompetensi
pelajaran mana yang sudah dicapai dan belum dicapai. Lagi pula, selama ini
tak banyak siswa yang memperhatikan perihal deskripsi kompetensi mata
pelajaran di lembar rapot. Justru para siswa lebih tertarik melihat angka
hasil mata pelajaran.
Pak Menteri yang percaya diri,
jika Anda dan tim memilih agar K-13 dilanjutkan dengan koreksi/perbaikan,
maka di tangan Anda pula perbaikan-perbaikan harus dilakukan. Pertama, Anda
perlu mengatasi persoalan keterlambatan buku ajar K-13 siswa dan guru di sekolah.
Kurikulum apapun yang diterapkan, termasuk K-13, para guru selalu bertipe
textbook thinking. Mereka tak pernah lepas dari buku ajar dan lembar kerja
siswa (LKS) di kelas.
Kedua, Anda perlu menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan bagi guru semua mapel, baik guru PNS maupun guru non-PNS,
baik guru di pusat maupun di daerah secara periodik. Sekadar usul, Anda bisa
mendayagunakan keberadaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) serta Kelompok
Kerja Kepala Sekolah/Madrasah guna mendorong para guru aktif dalam pelatihan
guru. Misalnya, pelatihan inovasi mengajar, penyusunan proposal PTK, dsb.
Jujur saja, para guru kita
terbilang rendah pengalaman dalam hal pelatihan guru. Secara prediktif, saya
bisa menyebut jumlah 2-4 guru di sekolah yang intens mengikuti pelatihan
guru, selebihnya banyak guru yang abai. Jadi, jika Pak Menteri berhasil
mendayagunakan kembali forum MGMP dan KKS/KKM ke arah pelatihan guru yang
sifatnya ilmiah, kreatif, dan inovatif, hal itu merupakan langkah tepat dan
patut didukung oleh siapa pun, termasuk penulis.
Kembali ke Kurikulum 2006
Pak Menteri yang pekerja keras,
jika Anda dan tim memilih agar K-13 ditunda, maka di tangan Anda pula
Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberlakukan
lagi. Hanya saja, Anda perlu mencatat bagian mana yang dianggap baik dan
kurang baik/perlu diperbaiki dalam implementasi Kurikulum 2006. Saya pikir
sudah banyak hasil penelitian yang mengungkapkan tentang implementasi kurikulum
tersebut.
Salah satu keunggulan dari
Kurikulum 2006 ialah pihak sekolah/guru diberikan keleluasaan dalam mengajar
di kelas. Misalnya saja, materi ajar boleh sesuai dengan kekhasan tiap-tiap
sekolah. Namun, hal itu juga yang menjadi kelemahan dari kurikulum pengganti
Kurikulum 2004 itu, yakni disparitas sarana dan prasarana sekolah. Sekolah
yang memiliki perpustakaan unggul tentu gampang untuk memberikan bahan
bacaan bagi siswanya.
Di sini, sarana dan prasarana
sekolah menjadi faktor yang lebih dominan daripada faktor kurikulum semata.
Sebagus apapun kurikulum dirancang oleh pemerintah, termasuk K-13 dan Kurikulum
2006, jika tak ada guru yang berkinerja baik dan sarana dan prasarana
sekolah yang lengkap, maka kurikulum tinggallah kurikulum. Hemat saya, Menteri
Anies perlu bekerja keras guna membenahi mutu standar pelayanan minimal, tak
hanya kurikulum saja.
Dalam hal ini, pihak sekolah
juga dituntut harus berbenah diri dalam mempersiapkan sarana dan prasarana
secara lengkap. Mulai dari perpustakaan, laboratorium bahasa dan IPA, ruang
teater, hingga lapangan olah raga yang memadai. Kesemua sarana dan
prasarana itu layak disediakan oleh pihak sekolah apabila pelaksanaan pembelajaran
ingin terbilang sukses. Tanpa itu, sekali lagi, kurikulum tinggallah kurikulum.
K-13 tinggallah K-13.
Menteri Anies yang optimis,
penghentian pelaksanaan K-13 tak perlu disesali atau bahkan dicaci-maki.
Alih-alih begitu, kita semua justru memperoleh pelajaran dari hal tersebut.
Bahwa pelaksanaan kurikulum semestinya memperhatikan aspek-aspek
pendukungnya, antara lain, guru, siswa, buku teks, sarana-prasarana sekolah,
serta orang tua siswa. Aspek terakhir yang disebut bahkan sering dilupakan
oleh pengambil kebijakan selama ini.
Untuk itu, kini saatnya Menteri
Anies turun tangan membenahi sektor pendidikan dasar dan menengah. Harap
diingat, Indonesia bukanlah Jawa, dan Jawa bukanlah Jakarta. Oleh karena itu,
Menteri Anies harus rajin blusukan ke sekolah-sekolah di seluruh wilayah
Indonesia, agar mengerti apa-apa saja yang patut diperbaiki. Keputusan
penghentian K-13 pada Jumat (5/12) lalu merupakan gebrakan pertama
dan bukan yang terakhir.
Salam hormat dari saya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar