Penenggelaman
Kapal Asing
Sudjito ; Guru Besar Ilmu Hukum dan Kepala Pusat Studi
Pancasila UGM
|
KORAN
SINDO, 04 Desember 2014
Pejabat
publik di negeri ini pintar menggagas ide-ide terkait dengan kepentingan
bangsa. Contoh, untuk menyelamatkan kekayaan laut, kapal asing yang
tertangkap mencuri ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia, akan
ditenggelamkan. Ini ide bagus, cemerlang.
Diyakini,
tindakan tegas berupa penenggelaman dapat memberikan efek jera. Sepantasnya,
terhadap ide bagus itu mengalir dukungan berbagai pihak, mulai presiden,
menteri, DPR, sampai rakyat. Persoalannya, kapan direalisasikan? Ataukah
berhenti sebagai sindrom wacana penegakan hukum?
Ditilik
secara mendasar, pencurian kekayaan laut oleh kapal asing selama ini terus
berlangsung, terkait dengan mata rantai antara faktor kerakusan manusia,
munculnya paham liberalisme, dan bercokolnya sistem ekonomi kapitalis.
Globalisasi sebagai proses kapitalisasi ekonomi liberal, tidak lain berakar
pada perilaku manusia individu ataupun bangsa, mengumbar nafsu keserakahan
atas kekayaan alam, dan tidak segan- segan mengorbankan kepentingan bangsa
lain.
Globalisasi
telah memunculkan pembagian kekuasaan tidak merata dan tidak seimbang.
Dominasi kekuasaan atas kekayaan alam, berikut teknologi, regulasi maupun
penegakan hukumnya, berada di tangan aktor global, sedangkan pelaku ekonomi
di negara-negara berkembang terpinggirkan.
Kondisi
demikian semakin membuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis menjadi faktor
pendorong terjadinya kejahatan internasional terorganisasi, berlanjut pada
perlapisan sosial dalam skala global. Penumpukan kekuasaan di tangan aktor
global, berkonsekuensi secara linier dengan penguasaan kekayaan alam, baik
secara legal maupun ilegal.
Berhadapan
dengan semakin marak dan intensifnya pencurian kekayaan laut, hukum pun sulit
secara apriori mengaktualisasikan diri, kecuali terbirit-birit membuntutinya,
dan gagal mengatasinya. Cengkeraman hukum di tangan aktor global, merupakan
kunci bagi penjelasan, mengapa substansi hukum nasional maupun internasional
diskriminatif, dan penegakan hukum terhadap kejahatan internasional lemah.
Dilihat
dari aspek ekonomi, globalisasi merupakan suatu proses pengintegrasian
ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sistem ekonomi global.
Semua mekanisme perekonomian dikendalikan oleh aktoraktor global, yakni
transnational corporations (TNCs), international financial institutions
(IFIs), seperti: World Bank maupun
International Monetery Fund (IMF), melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO),
sesungguhnya didasarkan pada paham neoliberalisme.
Paham neoliberalisme secara prinsipiil tidak berbeda dengan paham
liberalisme lama, hanya karena waktu, konteks pemunculannya kembali, serta
skala dan strateginya yang berbeda. Dengan kata lain, neoliberalisme pada
dasarnya merupakan kembalinya paham liberalisme Adam Smith (1776) di era
globalisasi. Perlu diingat bahwa paham liberalisme pernah tenggelam pada saat
terjadi krisis berkepanjangan yang menimpa kapitalisme awal abad XIX.
Dalam perjalanan selanjutnya di akhir abad XX, pertumbuhan ekonomi dan
akumulasi kapital dari golongan kapitalis menjadi lambat. Beberapa
hambatannya adalah proteksi, paham keadilan sosial, kesejahteraan bagi rakyat
dan berbagai tradisi adat pengelolaan sumber daya alam yang berbasis
kerakyatan. Untuk mendongkrak kebangkitan pertumbuhan ekonomi dan akumulasi
kapital diperlukan strategi baru, yakni menyingkirkan segala rintangan bagi
investasi dan pasar bebas.
Berbagai kebijakan yang diperkirakan dapat mendukung strategi itu
antara lain penghapusan subsidi, deregulasi perpajakan, penguatan civil society, program antikorupsi.
Untuk itu semua diperlukan pembaruan tatanan perdagangan global. Entah
kesengajaan atau keterpaksaan, pejabat publik kita tampaknya sudah larut ke
dalam fase perjalanan kapitalisme, sertamerta menyokong kebangkitan kembali
paham liberalisme, yang dikenal dengan neoliberalisme.
Kembali pada persoalan ide penenggelaman kapal asing pencuri ikan, agar
tidak berhenti sebagai sindrom wacana penegakan hukum, maka perlu ditarik ke
dalam konteks menyelinapnya neoliberalisme di Indonesia. Oleh karena itu,
penegakan hukum tidak boleh berhenti sebagai ide, tetapi wajib merupakan
tindakan tegas. Tidak boleh gentar terhadap kritik aktor-aktor global dan
negara lain.
Penegakan hukum tidak boleh terjebak pada dogmatisme hukum, seolah
urusan hukum sudah selesai ketika ide sudah dideklarasikan, seraya menunjuk
dasar hukumnya, yakni UU No. 45/2009 tentang Perikanan, Pasal 69 ayat (1)
berbunyi: “Kapal pengawas perikanan
berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan
dalam wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.”
Pada ayat (4) pasal yang sama diatur: “Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1) penyidik dan
atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan
atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.” Untuk diingat bahwa penegakan hukum, dalam
khazanah spiritual, perlu ada “gereget”.
Tidak cukup berbekal undang-undang (blackletterlaw),
tetapi lebih luas dari itu perlu kekuatan pendobrak (expansiekracht). Bahkan, agar penenggelaman kapal asing pencuri
ikan betul-betul terealisasikan, perlu ada pejuang (vigilante) penegakan hukum. Pencurian kekayaan laut oleh kapal
asing, sebaiknya dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Dalam kategori ini, jiwa bangsa menjadi tergerak untuk mengatasinya
dengan cara-cara luar biasa pula. Bangsa ini mendambakan armada angkatan laut
kuat, dan bersemangat mengejar, menangkap, dan menenggelamkan kapal asing
pencuri ikan, walaupun tindakantindakan itu di luar tugas rutin (beyond the call of duty) sebagai
tentara laut.
Tidak lain dimaksud untuk melindungi kepentingan segenap bangsa,
seluruh tumpah darah Indonesia, demi terwujudnya kesejahteraan umum. Pada
dimensi ideologi-konstitusional, penenggelaman kapal asing pencuri ikan
menjadi bukti terjalinnya interaksi dinamis antara hukum dan tujuan
bernegara.
Keterjalinan dapat berlangsung ketika diupayakan melalui penegakan
hukum kolektif, keterpaduan semua kementerian, didukung rakyat, dengan
mengerahkan seluruh potensi jiwa dan raganya demi cintanya kepada bangsa. WallahuWallahualam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar