Senin, 15 Desember 2014

Optimalkan Dana Desa

                                             Optimalkan Dana Desa

Joko Tri Haryanto  ;   Bekerja di Kementerian Keuangan
KORAN JAKARTA,  08 Desember 2014

                                                                                                                       


Pembangunan desa dan daerah menjadi prioritas utama pemerintahan baru. Kue pembangunan yang awalnya hanya berkutat di Ibu Kota dicoba lebih diratakan ke seluruh Indonesia. Sebab ada ketimpangan pendapatan antardaerah.

Anggaran sering dianggap sebagai masalah utama ketimpangan tersebut. Namun demikian, pemerintah tetap concern dengan mulai dialokasikannya dana desa (DD) tahun 2015 sebagimana diperintahkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber APBN.

Pemerintah telah menyiapkan mekanisme pengalokasian dana tersebut ke provinsi, kabupaten, dan kota. Pulau Jawa dan Sumatra memperoleh alokasi terbesar 3,6 triliun rupiah dan 1,86 triliun. Urutan selanjutnya Papua 1,37 triliun, Sulawesi 878,6 miliar, Kalimantan 852,7 miliar, sedangkan Bali, NTT, NTB sebesar 500 miliar. Jawa Timur mendapatkan alokasi terbesar di Jawa (1,16 triliun) untuk  30 kabupaten/kota. Dengan mempertimbangkan jumlah daerah, Provinsi Papua memperoleh alokasi terbesar (1,17 triliun) untuk 29 kabupaten/kota.

Dalam Pasal 4 PP Nomor 60 Tahun 2014 disebutkan DD bersumber dari belanja pemerintah dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Sementara dalam Pasal 8 Ayat 1 dijelaskan anggaran DD merupakan bagian dari Belanja Pusat nonkementerian/lembaga sebagai pos Cadangan DD (CDD). Pagu CDD ini nantinya akan diajukan pemerintah kepada DPR untuk disetujui.

Dalam Pasal 72 Ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 juga disebutkan DD bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Dalam APBN 2015, pagu DD sebesar 9,06 triliun yang tercantum dalam transfer ke daerah (630,9 triliun rupiah).

Pengelolaan DD termuat dalam Pasal 2 PP No 60 Tahun 2014 harus ditangani secara tertib, taat aturan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan. Harus disertai pula tanggung jawab demi kepentingan masyarakat setempat. Penyelenggaraan pemerintahan desa menganut asas desentralisasi dengan dana internal dan tugas pembantuan berdasar dana pemerintah lebih tinggi. Pendapatan desa bersumber dari asli desa, APBN, pajak, dan retribusi daerah.

Besaran alokasi anggaran  desa, 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap. APBN untuk desa dihitung berdasarkan jumlah desa. Alokasi memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Tujuannya meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa.

Evaluasi

Sebelum disahkan sempat ada polemik mengenai UU Desa. Pihak yang mendukung merasa selama ini desa menjadi bagian wilayah yang selalu terpinggirkan. Desa kemudian identik dengan keterbelakangan, penduduk usia renta, profesi tak mentereng, serta kemiskinan. Penduduk usia produktif berbondong-bondong ke kota untuk memperbaiki kesejahteraan.

Akibatnya desa semakin terpinggirkan, sementara kota mengalami over population. Maka, ada penilaian, guyuran dana diharapkan mampu mengubah wajah desa, minimal menghambat arus urbanisasi.

Sementara penentang merasa persoalan utama desa bukan sekadar tidak ada anggaran, perlu mengubah sistem, mindset dan perilaku masyarakat yang justru lebih krusial. Ini harus diatasi dulu agar alokasi dana yang melimpah tidak menjadi moral hazard baru aparat desa. Berdasar data 2014 jumlah sebanyak 72.944. Tiap desa mendapat DD sebesar 1,4 miliar.

Indonesia sebetulnya memiliki contoh terbaik dalam kasus implementasi otonomi daerah di level kabupaten/kota. Otonomi yang sudah hampir menginjak usia 15 tahun, justru semakin jauh dari tujuan awal. Aspek kemandirian, kematangan, serta daya saing daerah malah tenggelam karena arus birokrasi yang semakin kompleks. Belum lagi budaya korupsi yang merajalela serta pembentukan dinasti daerah.

Hal ini sebetulnya tak lepas dari perbedaan cara pandang di antara pemerintah. Awalnya otonomi diagendakan bersifat a-simetris dengan tetap mengakui kemajemukan daerah-daerah. Kemajemukan sebagai warna tersendiri dalam potret keindonesiaan. Pemerintah menghargai keberagaman tersebut dengan tetap menghormati keistimewaan, tradisi, dan asal-usul wilayah, seperti Yogyakarta, Aceh, dan Papua.

Sayang, konsep desentralisasi a-simetris ini justru diterjemahkan menjadi konsep a-simetris desentralisasi yakni pemerintah pusat memandang otonomi sebagai sistem yang mampu menciptakan kemandirian daerah. Sementara daerah memandangnya sebagai mekanisme potong kompas (short-cut) demi mendapat alokasi anggaran mandiri.

Pemekaran merupakan contoh sederhana kondisi ini. Pemerintah pusat mendesain pemekaran sebagai alat memutus mata rantai birokrasi pelayanan publik guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Sebaliknya, pemda memandang pemekaran sebagai solusi singkat mendapat anggaran mandiri, lepas dari induk, serta menciptakan eselonisasi pejabat baru.

Hal yang sama juga bukan tidak mungkin terjadi di level desa nantinya. Apalagi regulasi tidak mengatur hukuman bagi desa yang tidak menggunakan alokasi dana seperti diharapkan. DD diprioritaskan untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kesosialan. Sanksi hanya penundaan penyaluran DD. Itu pun hanya dikaitkan dengan pelaporan administrasi, tanpa evaluasi kualitas penggunaan.

Dengan tanpa mengurangi penghormatan atas kebijakan tersebut, DD sebetulnya memiliki potensi luar biasa dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan desa guna mengatasi berbagai persoalan. Yang penting menjaga supaya pemanfaatannya tetap pada koridor.

Harapannya dengan anggaran yang meningkat, desa dapat mengembangkan kualitas dan kesejahteraan warga. Masyarakat yang berkualitas tentu menjadi input berguna, baik bagi desa itu sendiri maupun daerah lainnya. Desa yang maju ditunjang perkembangan kota yang bijak akan membawa Indonesia ke arah masa depan lebih gemilang. Untuk itu, mari wujudkan seluruh mimpi-mimpi tersebut, sebelum terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar