Rabu, 03 Desember 2014

Negeri Maritim Bersupremasi Dirgantara

                  Negeri Maritim Bersupremasi Dirgantara

Conniie RB dan UH Harahap  ;   Connie Rahakundini Bakrie, Direktur Indonesia Maritime Studies; U H Harahap, Dosen Universitas Pertahanan, Staf Ahli Panglima TNI
KORAN SINDO,  02 Desember 2014

                                                                                                                       


Berbeda pada abad kejayaan maritim lampau, tumbuh kembangnya teknologi dalam mewujudkan kemampuan kekuatan laut yang andal saat ini dan masa mendatang tidaklah dapat dipisahkan dari penggunaan ruang dan aset udara.

Hal ini telah menandai secara signifikan pentingnya penguasaan ruang dan kekuatan udara bagi terwujudnya supremasi kekuatan maritim. Penguasaan atas ruang udara terkait juga pada kewenangan untuk menetapkan air defence identification zone (ADIZ). Dasar penerapan ADIZ adalah terjaminnya hak suatu negara untuk menciptakan prakondisi bagi setiap pergerakan udara. ADIZ mencantumkan wilayah udara atas daratan dan lautan di mana identifikasi, lokasi, dan kontrol akan pergerakan pesawat diperlukan bagi kepentingan pertahanan keamanan.

Beberapa negara malah menetapkan extended ADIZ zone yang melampaui wilayah udara negara lain untuk memberikan lebih banyak waktu untuk memantau dan menindak pesawat asing berawak atau tidak, yang ditengarai memiliki potensi berbahaya. Pada dasarnya, zona ADIZ mencakup wilayah tak terbantahkan atas kedaulatan suatu negara dan tidak tumpang tindih.

Karena umumnya ditetapkan secara unilateral, terjadi beragam model penerapan pada aplikasinya. Jepang adalah satu- satunya negara yang menerapkan ekspansi atas ADIZ-nya (1972 dan 2010). Korea Selatan telah memperluas zona identifikasi wilayah udara nasionalnya hingga mencapai 666.480 km2 menyikapi eskalasi terkait China ADIZ di 2013.

Selain menetapkan ADIZ Laut China Timur, secara tegas China mewajibkan semua pesawat sipil dan nonsipil untuk mengidentifikasi diri ketika mendekati zona ADIZ-nya. China bahkan menetapkan penerapan “langkahlangkah darurat defensif” oleh AU PLA untuk pesawat yang tidak mau memberikan identifikasinya (Bitzinger, 2013).

Langkah nyata China akan penerapan ADIZ dan aturan mainnya sebenarnya merupakan reaksi atas aksi kebijakan AS ke Indo Pasific dengan US Pivot yang merupakan elemen kunci evolusi kekuatan militer dengan membawa perubahan signifikan pada aliansi AS di kawasan dengan beberapa kemampuan baru terkait dengan teknologi dan sistem penginderaan terkini.

Presiden Jokowi dan ADIZ

Konsep Nawacita pasangan Jokowi-JK yang membawa angin segar pada kebijakan politik luar negeri dan pertahanan keamanan telah mendorong kembalinya negeri ini untuk berorientasi ke laut dan memanfaatkan posisi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi Indonesia sebagai negara Poros Maritim Dunia.

Kebijakan ini sebenarnya merupakan momentum penting untuk menetapkan ADIZ Indonesia segera secara unilateral. Mengapa? Pertama, ADIZ dapat menjadi faktor karakteristik dan psikologis karena seorang pemimpin hebat dan berkepribadian kuat akan mampu berorientasi pada kebijakan luar negeri strategis untuk menunjukkan kemampuannya berperan di luar masalah domestik.

Kedua, ADIZ dapat menjadi cara meningkatkan nasionalisme Ketiga, ADIZ dapat dilihat sebagai langkah untuk meningkatkan peran Indonesia dalam memperluasproyeksikekuatan menghadapi konstelasi kawasan dengan sekaligus mengantisipasi strategi rebalancing AS sekaligus mengantisipasi kekuatan China yang dianggap membawa dampak imbalancing pada kawasan.

Dalam rangka terwujudnya ASEAN Political Security Community 2015, Presiden Jokowi dengan gaya kepemimpinannya yang lugas dan tegas sebenarnya dapat mendorong ADIZ Indonesia untuk bersatu dalam sebuah kebijakan One Sky Policy of ASEAN ADIZ. Mengapa? ASEAN hari ini sesungguhnya memiliki kesulitan untuk “bersatu” secara komunitas karena tercerai-berai akibat sengketa batas maritim.

One Sky Policy of ASEAN ADIZ ini akan merupakan bagian dari strategi negara ASEAN untuk dapat menimbulkan kembali perasaan bersatu sebagai komunitas politik keamanan dengan menerapkan anti-access and area-denial jauh dari garis pantai ke-10 negara ASEAN. Hal itu dipastikan akan menghambat terseretnya negara-negara ASEAN dalam konflik atas ruang udara kawasan.

Selain itu, bobot kredibilitas komunitas ASEAN untuk menjaga stabilitas kawasan sekaligus dapat menjadi momentum untuk menunjukkan kedaulatan Indonesia atas ruang udara nasionalnya yang terabaikan. Langkah inisiasi unilateral ASEAN ADIZ ini akan menunjukkan peran Indonesia dalam memimpin negara kawasan untuk melindungi kepentingan atas pengelolaan, pemanfaatan, pengamanan atas wilayah maritim, danruangudarakolektifnya.

Indonesia Indo-Pacific Gates

Dengan posisi Indonesia sebagai negara Poros Maritim dan Dirgantara Dunia yang diharapkan mampu kembali mendorong lahirnya kembali identitas dan perasaan bersatu kawasan sebagai satu komunitas, Indonesia dapat menerapkan kebijakan politik luar negeri bebas aktif secara strategis dan tepat sasaran.

Untuk itu dua hal harus diperhatikan. Pertama, keamanan wilayah maritim yang juga harus dianalisis dari sudut pandang keamananwilayahudara. Kedua, berdasarkan letak geografisnya, Indonesia harus mampu meletakkan kepentingan internasional dan regional dalam analis kebijakan pertahanan keamanannya ke depan.

Untuk itu, dua gate pertahanan udara harus dibuka Indonesia dalam perannya sebagai stabilisator kawasan, yaitu dengan menjadikan Morotai sebagai gate pertahanan udara untuk keamanan wilayah Pasifik dan menjadikan Sabang sebagai gate pertahanan udara untuk keamanan wilayah Samudra Hindia.

Dalam perannya membuka peluang sebagai “aktor pemain” di wilayah Samudera Hindia, diperlukan pembangunan kekuatan udara TNI AU bersama negara ASEAN dan China seputar Armada Barat yang akan mencakup kekuatan 7 pangkalan udara dengan 1 wing udara yang mencakup 2 skuadron intai, 8 skuadron tempur, 2 skuadron heli serbu, 2 skuadron support, 2 skuadron angkut dan 1 skuadron strategic special force, serta 7 satuan pertahanan udara dan 10 satuan radar.

Untuk itu bagi kekuatan AL, Sabang harus menjadi pangkalan depan dengan Pangkalan Aju di Belawan untuk menyokong Pangkalan Utama Jakarta. Sementara dalam membuka peluangnya berpartisipasi di kawasan Samudra Pasifik, pembangunan kekuatan udara TNI AU bersama negara ASEAN seputar Armada Timur dan AS akan mencakup gelar kekuatan 6 pangkalan udara dengan 2 kekuatan wing udara terdiri atas 4 skuadron intai, 32 skuadron tempur, 4 skuadron heli serbu, 4 skuadron support , 5 skuadron angkut, 2 skuadron strategic special forces , 2 wing Paskhas, 8 satuan pertahanan udara, dan 10 satuan radar.

Untuk itu Morotai harus menjadi pangkalan depan AL, sementara Ambon menjadi Pangkalan Aju untuk menyokong Pangkalan Utama di Surabaya. Posisi strategis Morotai dapat di-revisit mengingat relevansi lintas operasi udara dan laut Hawaii-Okinawa-Guam-Darwin.
Dengan demikian Morotai dapat dikembangkan menjadi lanud operasional dengan tujuh runway sisa PD II yang hanya memerlukan rehabilitasi untuk dapat melaksanakan operasi udara. Sementara Lanal Morotai dapat dikembangkan untuk mencakup armada lebih besar untuk melaksanakan tugas terpadu pertahanan keamanan wilayah Samudra-Pasifik.

Pepatah latin mengatakan Novus Rex Nova Lex. Semoga bangsa ini bisa mendukung pemimpin baru—dengan kebijakan baru—yang berorientasi poros maritim bersupremasi dirgantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar