Selasa, 02 Desember 2014

Menyoal Interpelasi DPR

                                          Menyoal Interpelasi DPR

Agust Riewanto  ;   Dosen Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
MEDIA INDONESIA,  02 Desember 2014

                                                                                                                       


HARI-HARI ini sejumlah politikus di DPRRI tengah menggulirkan wacana penggunaan hak interpelasi, yakni hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Presiden Jokowi telah menaikkan harga BBM tanpa persetujuan DPR. Itu diduga merupakan pelanggaran hukum yang berpotensi melanggar UUD 1945 dan dapat menjadi pintu masuk menuju pemberhentian atau pemakzulan (impeachment) Jokowi dari kursi presiden ke-7.

Apakah penaikan harga BBM subsidi yang dilakukan Jokowi melanggar UUD 1945 dan dapatkah dijadikan DPR sebagai pintu masuk ke arah pemakzulan (impeachment)?.

Tradisi pemakzulan

BBM Sebenarnya, wacana impeachment terhadap Presiden RI ketika menaikkan harga BBM subsidi bukan hal baru dalam tradisi politik di Indonesia. Bahkan, kerap terjadi pada 2004 dan 2005, SBY pernah mengalami hal serupa saat menaikkan harga BBM yang dianggap melanggar ketentuan UU No 36/ 2004 tentang APBN 2004. Penaikan harga BBM subsidi 2005 yang diduga melanggar ketentuan UU No 46 tentang APBN 2005 bahkan diperkuat surat teguran MK karena pengaturan penaikan harga BBM subsidi salah dalam membuat konsiderans pada Perpres 55/ 2005 tentang Kenaikan Harga BBM. Namun, nyatanya impeachment terhadap SBY tidak terjadi.

Jokowi tak langgar UU

Jika dilacak secara cermat dan pada batas-batas penalaran hukum ekstensif, sesung guhnya tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar Presiden Jokowi dalam membuat kebijakan menaikkan harga BBM subsidi pada 18 November.Bahkan, penaikan harga BBM subsidi tidak perlu persetujuan DPR. Sebab, berdasarkan ketentuan UU No 12/2014 tentang APBN Perubahan 2014 secara eksplisit dinyatakan bahwa pemerintah diberi otoritas kebijakan menaikkan harga BBM subsidi tanpa harus meminta persetujuan DPR.
Lebih dari itu, kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM subsidi itu sesungguhnya merupakan langkah strategis pemerintah dalam melakukan realokasi subsidi dari konsumtif ke sektor produktif.

Jika sejumlah politikus dari Koalisi Merah Putih (KMP) berkeyakinan kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM subsidi melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (13) UU No 12/ 2014 tentang APBN yang menyatakan bahwa anggaran untuk subsidi energi merupakan bagian dari program pengelolaan subsidi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah. Praduga yang tidak tepat sebab realitasnya kendati harga minyak mentah dunia turun, tetapi nilai tukar rupiah kita terhadap dolar mengalami kenaikan yang signifikan. Itu artinya, kedua parameter tersebut tidak dapat dijadikan patokan turun dan tidaknya harga BBM. Dengan kata lain, pemerintah dapat memilih salah satu parameternya, yakni harga minyak mentah (ICP) atau nilai tukar rupiah.

Jangan politisasi

Jika DPR bertekad untuk melakukan interpelasi kepada Presiden Jokowi agar bersedia menjelaskan sejumlah argumentasi penaikan harga BBM, masih dapat diterima dalam batas yang wajar sesuai dengan ketentuan UU 17/ 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD. Tetapi, dengan syarat tidak dilakukan secara politikus disertai rencana terselubung dan membelokkan ke arah pemakzulan (impeachment) Presiden Jokowi. Di situlah relevansinya agar Presiden Jokowi untuk mempersiapkan jawaban secara solid, tegas, dan sejumlah argumentasi yang kuat dan cermat. Rakyatlah yang akan menilai siapa yang lebih negarawan DPR atau Jokowi?

Berdasarkan paham konstitusionalisme Indonesia, baru pascaamendemen UUD 1945 yang selesai dalam empat kali amendemen pada 2002.Seorang presiden hanya dapat diproses untuk di-impeachment, manakala terbukti melakukan pelanggaran hukum murni bukan pelanggaran dilihat dari aspek politik.
Tengoklah Pasal 7 A UUD 1945 tentang Syarat Pemberhentian atau impeachment presiden atau wakil presiden yang berbunyi, yakni presiden dan atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden.

Adapun institusi yang dapat memberhentikan presiden berdasarkan ketentuan Pasal 7 B dan 24 C ayat (2) UUD 1945 ialah MPR. Sebelumnya MPR harus mendengarkan pendapat DPR dalam rapat paripurna yang dihadiri minimal dua per tiga dari jumlah anggota DPR atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan presiden dan penilaian MK.

Bukan pelanggaran hukum

Lebih dari itu, penaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan Presiden Jokowi merupakan produk kebijakan pemerintah dalam Hukum Tata Usaha Negara dapat dibenarkan dan tidak boleh dipidanakan yang berpotensi melanggar UUD 1945.

Secara teori kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi oleh Presiden Jokowi dapat dibaca melalui dua cara, yaitu pertama, sebagai bagian dari penyelenggaraan kepentingan umum yang terkait bestuur naar good oordelen atau kepemerintahan berdasarkan pertimbangan yang baik. Menurut Crince Le Roy (1952) ada beberapa prinsip dasar suatu pemerintahan dapat dikatakan baik. Di antaranya, seperti bertindak cermat atau saksama; penaikan harga BBM itu telah dilakukan kajian secara teliti dan cermat oleh Jokowi sebagai cara paling rasional.

Kedua, sebagai bagian dari penerapan freies Ermessen atau pouvoir discretionnaire, yakni kebebasan mengambil kebijakan atas dasar kepentingan umum yang bersifat memaksa dan demi perwujudan kesejahteraan rakyat. Menurut Geraint Parry dalam Welfare and State Welfare Society (1983) membeberkan teori kesejahteraan antara lain, yakni upaya mewujudkan kebutuhan rakyat utama dengan mudah dan murah; kenaikan subsidi BBM dimaksudkan sebagai cara jitu untuk mewujudkan kebutuhan esensial rakyat menengah ke bawah, yaitu subsidi kesehatan murah, beasiswa, infrastruktur jalan, irigasi, bibit tanaman, dan pupuk murah kredit usaha mikro melalui pengalihan subsidi BBM.

Penaikan harga subsidi BBM itu ialah cermin dari hadirnya negara untuk mengatur distribusi subsidi melalui APBN secara tepat sasaran dan tujuan. Dari golongan menengah ke atas, berupa subsidi BBM konsumtif ke orientasi distribusi subsidi. Fokus pada kelompok menengah ke bawah, berupa subsidi ekonomi produktif. Itu ialah cara pemerintah untuk menciptakan pola relasi yang nondiskriminasi dalam mendistribusikan subsidi negara kepada kelompok masyarakat yang tepat dan lebih membutuhkan, yakni kelompok menengah ke bawah daripada kelompok menengah ke atas.

Pendeknya, kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi oleh Presiden Jokowi itu dapat dibenarkan secara teori kebijakan, baik dari aspek hukum tata negara maupun dari aspek hukum administrasi negara. Sebab itu, tidak ada satu alasan yuridis pun yang dapat dibenarkan untuk membelokkan hak interpelasi DPR ke arah pemakzulan Presiden Jokowi karena diduga melanggar haluan negara dan UUD 1945 pascaamendemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar