Rabu, 17 Desember 2014

Memperkuat Negara

                                                 Memperkuat Negara

Agung Baskoro  ;   Analis Politik Poltracking
SINAR HARAPAN,  15 Desember 2014

                                                                                                                       


Judul artikel ini terinspirasi dari buku monumental yang pernah ditulis Fukuyama (2004). Dalam karyanya tersebut, ia ingin menjawab ambisi negara yang begitu besar dalam mengatur berbagai aspek kehidupan, namun, tidak diimbangi oleh peran optimal dalam mengelola administrasi pemerintahan akibat merebaknya perilaku koruptif. Pada titik inilah, partisipasi aktor di luar pemerintah akhirnya menjadi niscaya, baik masyarakat sipil, swasta, hingga dunia internasional untuk menjaga fungsi subtantif hadirnya suatu negara.

Pemerintahan Jokowi-JK bergulir di atas warisan pemerintahan yang tersandera dan akan segera menghadapi tantangan zaman yang kompleks. Realitas ini mulai tergambarkan dalam konteks kenaikan harga BBM yang baru ditempuh (18/11). Sudah seharusnya, nalar memperkuat negara digunakan, mengingat hasrat pemerintahan yang baru terpilih ini begitu tinggi dalam memenuhi tanggung jawabnya, sejalan dengan harapan rakyat.

Terlepas pemerintah telah mengeluarkan seperangkat insentif kebijakan di hilir melalui tiga kartu (Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, dan Keluarga Sejahtera) dan pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan, dan bantuan desa, hal ini juga diperkuat, skema Tim Reformasi Tata Kelola untuk memberantas mafia Migas dan impor minyak dari Angola di hulu. Namun, ada beberapa hal terlupa, yang seharusnya masuk menjadi rangkaian hadirnya kebijakan ini.

Pertama, alasan utama kenaikan BBM, belum disampaikan secara terang dan masif oleh pemerintah lewat lintas kementrian, sehingga, rasionalisasinya menjadi mudah dipahami. Termasuk berapa biaya yang sebenarnya dihabiskan untuk tahap eksplorasi sampai tahap eksploitasi, subsidi riil yang harus ditanggung, dana subsidi yang dialihkan, hingga laporan kemajuan pembangunan infastruktur yang telah dilakukan ke depan secara periodik. Hal ini penting, untuk menghindari bias informasi yang banyak beredar, atas nama tokoh atau institusi tertentu, yang menyebarkan informasi kurang aktual dan menyesatkan. Sehingga, tak ada lagi kesalahpahaman maupun dusta di antara pemerintah dan rakyat.

Kedua, momentum kenaikan BBM di negeri ini diperkuat oleh konteks menurunnya harga minyak dunia, sehingga, argumen negara-negara yang menurunkan BBM perlu diketahui utuh, agar publik tak lagi mendapat informasi parsial. Dalam hal ini, pemerintah bisa melibatkan para duta besar negara-negara yang bersangkutan, untuk turut menjelaskan, agar desain kebijakan mereka sebenarnya dapat dipahami secara keseluruhan.

Ketiga, resiko politik di tengah islah DPR yang baru terjadi perlu diperhatikan dan disikapi dengan membentuk tim lobi yang kompeten. Jangan sampai, kenaikan harga BBM ini menjadi bahan baru untuk menghadirkan kembali hiruk-pikuk politik yang kontraproduktif.

Strategi Politik

Kabinet Kerja yang dibangun oleh Jokowi-JK hanya memperoleh dukungan minimalis dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang hanya menguasai 43% kursi DPR, minus 6 anggota DPR Dri PPP yang ikut menandatangani hak interpelasi. Bagi Lijphart (1984), koalisi ini kekecilan (undersized coalition) dan dampak dari terbelahnya pemerintah (divided government) karena presiden terpilih hanya didukung koalisi minoritas. Dalam kondisi demikian, sebenarnya pemerintah diuntungkan, karena menjadi lebih cepat dalam mengambil kebijakan, namun, di sisi yang lain, bila tak terkelola dengan baik, dapat menimbulkan instabilitas, mengingat ketatnya kontestasi politik yang terjadi pasca Pilpres sehingga fungsi pengawasan, legislasi dan penganggaran yang dilakukan oleh DPR menjadi lebih kompetitif. Dengan berbagai macam tantangan tersebut, terdapat tiga strategi yang bisa dijalankan.

Pertama, lobi, kompromi dan negosiasi adalah jalan terbaik untuk mempermudah persetujuan dari legislatif. Artinya, tim komunikator yang diberntuk oleh pemerintah, haruslah beranggotakan figur-figur yang memiliki jam terbang yang baik untuk mengimbangi manuver politik yang mungkin terjadi. Di sinilah peran sentral Jusuf Kalla (JK) memimpin tim ini mengemuka, sekaligus memastikan bahwa kebijakan yang ditempuh relevan dengan arah kebijakan pemerintah sebelumnya.

Prosesnya, strategi kedua, bisa dilakukan oleh pemerintah untuk melibatkan Demokrat maupun PAN secara adhoc dalam KIH sebagaimana sedang dilakukan untuk menggolkan Perppu Pilkada. Hal ini dilakukan, karena, Demokrat dan PAN sebelumnya berkontribusi besar mendesain berbagai rencana ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Artinya, platform kebijakan khususnya terkait program ketahanan dan kedaulatan energi yang dimiliki oleh pemerintah harus jelas perkembangannya di masa sekarang. Bagaimana pengelolaan energi terbaharukan? Kapan pembangunan kilang? Berapa banyak kapal tanker yang harus dimiliki agar distribusi Migas lancar? atau Kapan penambahan jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas agar konversi mudah dilakukan? Setidaknya, hal ini penting, untuk menutup peluang DPR menghambat proses kebijakan.

Ketiga, kerjasama dengan media. Berdasarkan sejumlah pengalaman empirik, minority government mengalami kegagalan akibat pemberitaan media yang kurang baik. Karena dalam politik, persepsi lebih penting daripada fakta itu sendiri. dan basis persepsi ini adalah opini yang disebarluaskan oleh media, sehingga, perlu diisi dengan sosialisasi kebijakan, kinerja yang telah dilakukan, maupun kendala yang sedang dihadapi. Hal ini diharapkan dapat menghadirkan stimulus positif bahwa pemerintah telah bekerja, sehingga inisiatif masyarakat untuk peduli dan turun tangan terjadi.

Pada bagian akhir cerita ini, partisipasi masyarakat dan swasta untuk mengawal jalannya pemerintahan menjadi esensi pokok demi kebaikan bersama. Karena, bisa dilakukan dengan berbagai cara dan semakin diperkuat baik secara kelembagaan melalui kehadiran state auxiliary agencies (komisi-komisi negara), Corporate Social Responsibility (CSR), maupun secara informal baik dengan media sosial atau gerakan ekstraparlementer lewat petisi online hingga demonstrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar