Selasa, 09 Desember 2014

Media Sosial yang Menghibur

                                   Media Sosial yang Menghibur

Arswendo Atmowiloto  ;   Penulis sering mengamati dunia maya
KORAN JAKARTA,  03 Desember 2014

                                                                                                                       


Hastag #Tebakan @sudjiwotedjo perlu dijelaskan. Kira-kira maksudnya, ada rubrik tebak-tebakan dalam Twitter yang digunakan Sudjiwo Tejo. Kisah dunia maya ini agaknya lebih nyata dari sebenarnya. Komunikasi bukan hanya live, tapi juga ada komentar kritis, nyinyir, atau ngawur. Alam tersebut lebih bergegas dari media cetak. Dia juga jauh lebih beremosi dari media elektronika. Isinya lebih puitis. Dalam #Tebakan, misalnya, muncul pertanyaan, “Perempuan mana yang paling sering dinaiki?” Jawabannya bisa beragam. Titiek Vespa atau Nicky Astrea. Mana pun keliru karena menurut @sudjiwotedjo, jawaban “jenius” adalah: Yu Tub. Mereka yang dapat menangkap bisa mengartikan sebagai You Tube. Yu kependekan mbakyu. Ini panggilan akrab perempuan. Kebetulan namanya Tub. Maka, pertanyaan tadi dapat saja dijawab “yu”, sementara dinaiki bisa dipahami sebagai diunggah atau di-upload.

Diperlukan kejelian intelektual untuk memahaminya. Ada tebakan lain, pertanyaan dan jawaban tak ada hubungannya. Ternyata setelah ke sana-ke mari, maksudnya “Ciluk-Ba”. Yang bisa disusul pertanyaan, ”Mana lebih dulu, ciluk atau ba?” Jawaban dari tebakan-tebakan tersebut sebenarnya tak penting-penting amat. Tujuan utamanya tersenyum. Di tengah dunia politik yang sumpek, ketika setiap orang mengaku paling benar dan serba pencitraan menyesatkan, komunikasi melalui Twitter lebih spontan dan lebih wajar.

Dalam dunia seperti itu, harus disadari tak ada yang harus disikapi 100 persen serius atau 100 persen bercanda. Dari dunia sepak bola, sering muncul sebuah kesebelasan ditahan lawan. Muncullah godaan, “Memang salah apa, kok ditahan?” Siapa saja bisa nimbrung, menyela, melarut, lalu meninggalkan. Dalam dunia maya, juga bisa, saat sebuah topik dibahas, ada saja “tema” penyela.

Misalnya, menawarkan sepatu atau barang lain. Bisa juga berupa tawaran jasa menaikkan follower. Banyak orang terpesona menggunakan Twitter. Dari segi humor, ini sungguh meneruskan lawakan model Basiyo, pelawak tradisional terbesar. Nasihatnya yang masih terngiang, “Jangan beralasan tak ada pekerjaan. Kalau mau tu, laut selatan dicat.” Atau model menagih duit para penarik becak yang ikut “naik”. Ada kondisi tertentu untuk bisa ikut larut dunia Twitter. Perlu juga memahami kasanah tertentu. Misalnya, istilah heuheu untuk menyatakan kekaguman sekaligus ledekan.

“Ngopi” bisa dikaitkan dengan minum kopi atau arti lain. Sedangkan “kurang piknik” umumnya dimengerti sebagai dongok, pengetahuan terbatas, atau ketinggalan zaman. Namun, dunia Twitter bukan hanya lelucon dan tebakan. Ketika ada ustaz yang men-twit bahwa bahasa di surga yang tersisa hanyalah Arab, datang pencerahan. @sahal, Akhmad Sahal, menjelaskan asal usul pengertian pendapat itu dan letak kesalahannya. Disampaikan urut, beberapa kali—karena tiap posting hanya 150 karakter, jelaslah semua melalui kultwit—kuliah melalui Twitter.

Tiba-tiba saja banyak persoalan berlompatan dalam kehidupan yang membingungkan dan membuat picik, tapi bisa diselesaikan dengan mudah serta indah. Tentang mengendarai lalu lintas dan soal apa saja. Atau mendengar doa pagi yang ditulis @BilanganFu, Ayu Utami, atau ajakan mendoakan BJ Habibie saat dirawat oleh @gm-gm, Goenawan Mohamad. Tetapi, favorit saya masih @arbainrambey, Arbain Rambey, yang bisa menjadi tempat titipan jualan lensa serta aksesorinya. Kemudian @ndorokakung, Ndoro Kakung, karena twit-nya luar biasa lucu, haru, dan entah dari mana dapat bahannya, baru.

Bisa juga propaganda sopan dari @KomunitasKretek atau materi yang 10 kali lebih bernas dan cerdas dari @notaslimboy,Sammy Not A Slim Boy, yang biasa mentas sebagai komik. Dunia Baru Kalau saja yang di-twit-kan bisa dipentaskan, dunia panggung komik akan berbeda.

Iya, mengapa isi twit tak ditampilkan. Pada akhirnya inilah dunia baru, media baru yang sungguh ajaib dan heran. Satu kalimat dituliskan, dalam waktu sama, bisa menyapa ratusan ribu atau jutaan pengguna Twitter. Semua itu bisa melipat ganda hanya sekali pencet tombol, retweet. Itu pun masih bisa diperbanyak seleluasa-leluasanya.

Keganasan dan sarkastisnya akun Triomacan adalah contoh. Reaksi mantan artis, kini anggota legislatif, yang mengatakan mau muntah melihat blusukan benar-benar menjadi tumpahan muntahan sampai mblenger. Reaksi atas berita itu benar-benar membuat muka merah, andai bisa dilihat warnanya.

Komentar bisa mengenai blusukan atau mengenai muntah, entah masih bisa muntah kalau sudah menopause, dan sengatan sejenisnya. Belum lama, ini contoh lain yang masih bergema, saat Kota Bekasi menjadi planet lain, lebih dekat matahari, sehingga panasnya di atas ubun-ubun. Kalau malam Minggu, nasib jomblo memelas.

Mereka menjadi kasta lebih dari sudra dan tak mungkin dikasihani lagi. Nama-nama besar, kecil, atau sedang-sedang saja, bisa malang melintang. Mereka ditarik, berkomentar, melebar, dan meneriakkan ampun-ampun untuk tidak nongol lagi. Setelah itu, mereka masih ditanyakan ada di mana.

Semua berlangsung selama 24 jam penuh, tiada henti. Temanya sebanyak yang dimaui. Yang luar biasa, kutipan twit tertentu menjadi semacam kata-kata mutiara zaman dulu. Namanya mungkin kata-kata mutwitara. Kegiatan ini bisa berlangsung lebih tertata, dengan menjadikan semacam universitas terbuka.

Dosen-dosen terkenal yang menguasai ilmu, membagikan, dan menjawab seluruh jenis pertanyaan. Tetapi, serentak dengan itu, bisa berarti serbuan kritik tak berbelas kasihan sama sekali, full bullying, untuk satu dan lain hal. Sama ketika penggunanya berupaya mempromosikan diri, karya, atau dua-duanya. Dalam pengertian ini, sebenarnya masih berlaku hukum lama, kita sendiri yang dipaksa arif menyikapi informasi umbruk-umbrukan, bertumpuk-tumpuk, tumpang tindih, sekaligus ambruk-ambrukan, saling meniadakan.

Jadi, nikmati saja keterbukaan komunikasi demikian, seperti juga membacai tulisan @sudjiwotedjo yang bertanya, ”Menulis kata ‘halaman’ yang dobel huruf l atau n ya?” Ini bisa dijawab dan disenyumi. Senyumlah, ini dunia Twitter! LOL (laughing out loud).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar