Senin, 15 Desember 2014

Mampukah Pemerintah Berhemat?

                           Mampukah Pemerintah Berhemat?

Muhammad Arhami  ;   Dosen Politeknik Negeri Lhokseumawe;
Mahasiswa Ph.D pada Yildiz Teknik Universitesi-Istanbul, Turki
HALUAN,  15 Desember 2014

                                                                                                                       


Akan mampukah pe­merintah berhemat? Itulah pertanyaan yang muncul di benak rakyat ketika slogan berhemat dilontarkan oleh pemerintah. Jawabannya adalah pasti mampu, dan harus mampu berhemat dengan cara menghentikan pemborosan yang selama ini terjadi. Pemerintah sekarang telah berupaya untuk berhemat di antaranya melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, walikota, dan bupati untuk menggelar rapat di kantor masing-masing.

Instruksi itu, kata dia, juga berlaku bagi para pejabat pusat di lingkungan Kemendagri (http://nasional.kompas.com, 6/11/2014) dan Menteri BUMN Rini M Soemarno, misalnya, menginstruksikan semua direksi dan pejabat perusahaan milik negara menggunakan penerbangan kelas ekonomi saat melakukan perjalanan dinas, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi bahkan mulai menghentikan rapat dan konsinyering di hotel dan mengalihkannya ke kantor kementerian (Media Indonesia, 7/11/2014).

Apa yang dilakukan tersebut perlu kiranya diberikan apresiasi sebagai upaya men­jadikan penggunaan anggaran lebih efektif dan efisien. Nilai positif yang bisa diambil dari instruksi tersebut adalah nantinya semua pejabat dan pegawai pemerintah akan berimprovisasi untuk mencip­takan kegiatan yang lebih menyentuh ke masyarakat dan hemat dalam segi pendanaan.

Jika saja pemerintah dari dulu menerapkan budaya hemat maka kesejahteraan bagi rakyat akan cepat tercapai. Uang negara yang merupakan harta rakyat tidak akan “terhambur” pada hal-hal yang tidak penting dan hal-hal yang tidak bermanfaat. Hemat bukan berarti pelit, tapi hemat merupakan cara mengatur penggunaan uang sesuai kebutuhan, mengeluakan sesuai keperluan dan hasilnya dapat dinikmati untuk kesejahteraan, seperti kata pepatah “hemat pangkal kaya, boros pangkal miskin”, jika dibawa dalam artian luas untuk negara maka hemat merupakan pangkal menuju kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Ada beberapa contoh pem­borosan uang negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yaitu pertama  ba­nyaknya kegiatan yang dila­kukan pemerintah hanya sedikit yang memihak kepada rakyat, dan terkesan suatu kegiatan yang dilaksanakan tidak dengan sepenuh hati. Kegiatan lebih banyak dilak­sanakan pada setiap menjelang akhir tahun di masa tutup buku anggaran, maka di situlah instansi pemerintah baik di dinas-dinasnya maupun yang setingkatnya berlomba-lomba “menciptakan” kegiatan dada­kan yang dapat menghabiskan “uang rakyat” dan membuat laporan yang terburu-buru. Kegiatan tersebut dapat berupa pelatihan, workshop dan seminar yang terkadang dilak­sanakan ala kadarnya dan terkadang tidak menyentuh substansi persoalan yang ada di masyarakat untuk dise­lesaikan melalui kegiatan-kegiatan tersebut. 

Cenderung kegiatan yang dilaksankan hanya sebatas “kejar tayang” untuk menghabiskan dana APBN ataupun APBD. Kita masyarakat juga tidak begitu mengetahui apakah kegiatan itu benar dilaksanakan atau hanya sekadar membuat laporan fiktif saja dengan kuintasi-kuintasi yang “dicip­takan”. Hanya Allah SWT, Tuhan yang maha tahu dan yang membuat laporan tesebut tentang kebenarannya.

Kedua, pemborosan uang negara dapat terjadi untuk biaya perjalanan dinas atau lebih dikenal SPPD. Biaya perjalanan dinas ini sangat rawan manipulasi, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa ada yang membuat SPPD fiktif, misalnya membuat tujuan dinas ke suatu tempat, waktu kunjungan lima hari tapi yang dilaksanakan hanya tiga hari dan laporan yang dibuat lima hari. Terkesan bahwa melalui SPPD ini “lahan” memperkaya diri dari uang rakyat. Pem­borosan yang paling menonjol terkait perjalanan dinas adalah perjalanan dinas ke luar negeri yang cukup banyak menguras uang rakyat. Dan boleh dilihat bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dari hasil kunjungan dinas ke luar negeri, baik terkait pendidikan, transportasi, kesehatan, hukum dan lain sebagainya.

Secara legalitas perjalanan dinas memang sudah sesuai aturan dan prosedur namun apakah manfaat dan perubahan bisa dirasakan oleh masyarakat dari hasil perjalanan dinas tersebut?. Semua dapat kita beri nilainya. Untuk itu kedepan dibutuhkan pertang­gungjawaban dari yang mela­kukan perjalanan dinas secara transparan kepada masyarakat, karena secara substansi masya­rakat tidak tahu bagaimana uang digunakan, apakah benar untuk kepentingan publik atau kepentingan pribadi/golongan seandainya yang melaksanakan perjalanan dinas tidak mem­publikasikan hasil kegiatan dinasnya secara terbuka, transparan dan akuntabel. Hal ini perlu dilakukan oleh semua yang mendapat fasilitas biaya perjalanan dinas agar rakyat tidak curiga kemana uang tersebut digunakan dan agar tidak ada dusta antara pe­merintah dan rakyat

Jika kita melihat ke semua Pemda di Indonesia maka sangat yakin bahwa mereka sangat mampu untuk meng­hentikan pemborosan tersebut.  Pemerintah tentunya tidak akan mampu berjalan sendiri melakukan penghematan uang rakyat tanpa dukungan dan bantuan dari rakyat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh rakyat yaitu bagi masyarakat yang mem­punyai usaha jasa tiket, hotel, usaha-usaha alat tulis kantor dan usaha lainnya adalah dengan cara menutup celah bagi pembuatan yang sifatnya fiktif, artinya tidak memberikan ruang bagi siapapun untuk melakukan markup biaya, memalsukan tiket pesawat dan boarding past, memanipulasi kuitansi pembayaran dan lain sebagainya. 

Masyarakat juga harus melakukan kontrol dan mengawasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat publik dan berani melaporkan jika menemukan kegiatan yang menyimpang dari aturan.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar