Rabu, 10 Desember 2014

Langkah Strategis Revisi Kurikulum 2013

                 Langkah Strategis Revisi Kurikulum 2013

Doni Koesoema A  ;   Pemerhati Pendidikan
MEDIA INDONESIA,  08 Desember 2014

                                                                                                                       


PEMERINTAH telah memutuskan bahwa Kurikulum 2013 hanya akan diterapkan secara terbatas pada 6.221 sekolah di 295 kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. Itu berarti, pemerintah tetap melanjutkan Kurikulum 2013 yang secara konseptual dan substansial bermasalah. Selain itu, memberikan pilihan alternatif untuk sementara kembali ke Kurikulum 2006 dan tidak mewajibkan pelaksanaan Kurikulum 2013 untuk sekolah yang telah melaksanakan, hal tersebut merupakan sebuah kebijakan yang lebih baik. Terlepas dari itu semua, hal-hal strategis tetap harus dilakukan terkait dengan revisi fundamental bangunan Kurikulum 2013 yang sarat dengan permasalahan, mulai dari persoalan konseptual sampai implementasi praktis.

Ada lima langkah strategis bila pemerintah ingin mempersiapkan dan mendesain kurikulum baru sehingga bangunan kurikulum yang sudah dibuat tidak akan mudah dibongkar pasang saat terjadi perubahan pergantian menteri. Untuk mempersiapkan sebuah kurikulum baru, menurut saya, ada langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan dalam jangka lima tahun. Apa saja langkah-langkah strategis fundamental yang perlu dilakukan?

Pertama, pada tahun pertama, Tim Pusat Kurikulum dan Perbukuan harus berani merevisi secara total asumsiasumsi dan konsep-konsep dalam Kurikulum 2013 yang sangat bermasalah. Itu berarti bangunan naskah akademis, mulai dari konsep kompetensi inti, kompetensi dasar, pemetaan kompetensi dasar, indikator pembelajaran, silabus, sistem penilaian, baik yang bersifat mikro di kelas maupun makro, sistem evaluasi pendidikan secara nasional harus dibenahi.

Membenahi bangunan Kurikulum 2013 yang salah kaprah tidak dapat dilakukan sambil lalu, seperti yang sekarang ini. Sebab, tidak mungkin melakukan revisi sambil lalu sementara praksis belajar mengajar di sekolah yang sudah siap tetap mempergunakan bangunan kurikulum yang bermasalah. Proses revisi akademis itu membutuhkan waktu sekitar satu tahun bila pemerintah bekerja cepat dengan melibatkan para akademisi, praktisi, akademisi, dan masyarakat sebagai pemangku kepentingan pendidikan. Melanjutkan Kurikulum 2013 pada sekolah-sekolah yang sudah siap, tidak akan mengubah banyak hal bila hal-hal fundamental tersebut tidak dibereskan. Sebab, sekolah-sekolah itu hanya akan melaksanakan sebuah bangunan kurikulum yang rapuh. Mestinya, ada moratorium total pemberhentian Kurikulum 2013, paling tidak selama satu tahun untuk membereskan konsep dasar bangunan Kurikulum 2013.

Kedua, bila bangunan Kurikulum 2013 sudah kukuh dan kuat, sudah diuji melalui uji publik dengan akademisi, praktisi, dan masyarakat, pemerintah menentukan standar-standar yang dibutuhkan untuk melaksanakan kurikulum baru tersebut, mengumpulkan para penulis buku agar mampu bekerja mendesain buku pelajaran sesuai dengan isi bangunan Kurikulum 2013. Analisis dari bedah buku dan Silabus Kurikulum 2013 menunjukkan fakta mengejutkan bahwa buku dibuat sebelum ada silabus. Itu berarti, buku didesain tidak melalui alur proses logis yang benar. Akibatnya, ada kompetensi yang terdapat di silabus, tetapi tidak ada di dalam buku. Ada yang ada di dalam buku, tetapi tidak ada di silabus, dan ada yang di dalam silabus dan di dalam buku, tetapi tidak ada di dalam peraturan menteri. Sembari mendesain buku secara berkualitas, pemerintah bisa mendesain program pelatihan guru untuk sekolahsekolah percobaan. Tahap itu membutuhkan waktu satu tahun.

Sekolah percontohan

Pada tahun kedua, pemerintah sudah memiliki buku-buku mata pelajaran yang masih uji coba, tetapi sudah didesain secara matang berdasarkan alur logika yang benar serta sistem pelatihan guru yang efektif dan bermanfaat. Buku yang masih uji coba itu pun dibedah secara publik dan program untuk pelatihan para pelatih guru pun sudah dimulai pada tahap itu.

Ketiga, pada tahun ketiga, pemerintah mulai memilih dan menyeleksi sekolah-sekolah sasaran yang menjadi pilot project kurikulum baru. Sebagai sebuah pilot project, kuri kulum diterapkan secara terba tas di seluruh provinsi di tiga tingkat satuan pendi dikan, yaitu SD, SMP, SMA atau SMK. Bila mau membuat uji coba secara nasional, di tiap-tiap kabupaten kota bisa ditunjuk satu sekolah per contohan. Uji coba itu akan efektif karena buku sudah tersedia, metode pelatihan guru pun sudah ada. Pemerintah tinggal menguji apakah bangunan kurikulum yang sudah didesain itu teruji atau tidak.

Metode uji terbatas itu berbeda secara kualitatif dengan uji coba Kurikulum 2013 sekarang ini karena keseluruhan bangunan Kurikulum 2013 tersebut rapuh dan bermasalah sehingga apa yang diujicobakan pada sekolah percobaan ialah sebuah proses belajar mengajar yang dasar-dasar konseptualnya dipertanyakan. Mengadakan uji coba sebuah kurikulum sebelum bangunan konseptual kurikulum itu sendiri ditelaah kiranya menjadi sebuah desain pendidikan yang tidak efektif. Merevisi kurikulum sembari melaksanakan apa yang sudah ada meskipun salah, itu merupakan sebuah intervensi pendidikan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Uji coba Kurikulum 2013 yang sekarang ini tidak mungkin dilakukan sebab yang akan diujicobakan ialah bangunan kurikulum lama dengan kualitas buku-buku yang sarat permasalahan.

Keempat, setelah melakukan uji coba terbatas di seluruh Indonesia selama satu tahun, pemerintah perlu mengevaluasi kembali apakah ada hal-hal yang bermasalah dan tidak sesuai dengan bangunan kurikulum baru yang didesain pemerintah, baik itu dari segi konsep, metode pengajaran, kualitas dan isi buku, maupun metode evaluasi pendidikan yang dilakukan. Masukan dan hasil observasi uji kualitas kurikulum baru tersebut menjadi bahan masukan untuk percobaan tahun kedua kurikulum baru. Bila temuan di lapangan menunjukkan bangunan kurikulum baru hanya membutuhkan revisi minor, pemerintah sudah bisa melaksanakan kurikulum baru tersebut di seluruh Indonesia pada tahun berikutnya.

Kelima, bila semua proses desain kurikulum yang dilakukan sejak awal telah melalui tahapan dan proses yang benar, kurikulum baru bisa diterapkan di seluruh Indonesia sehingga kurikulum itu diterima publik karena telah disosialisasikan, dibahas, didiskusikan secara akademis, diujikan secara terbatas, dievaluasi, diuji kembali, dan akhirnya ditetapkan sebagai sebuah kurikulum yang berlaku secara nasional.

Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk menghentikan implementasi Kurikulum 2013 dan melaksanakannya secara terbatas di sekolah-sekolah yang telah siap dan sudah melaksanakan Kurikulum 2013 selama tiga semester akan melahirkan sebuah praksis pendidikan yang bermasalah sebab bangunan Kurikulum 2013 bermasalah. Mengimplementasi-kan Kurikulum 2013 secara terbatas, berbeda dengan melakukan uji coba di sekolah percontohan yang alur dan proses desainnya jelas. Hal yang mengkhawatirkan dari proses pemaksaan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah yang sudah siap dan terbatas ialah kenyataan bahwa proses revisi dan evaluasi tidak bisa dilakukan sambil jalan sebab itu akan mempersulit para guru dan siswa di sekolah.

Lebih dari itu, persoalan Kurikulum 2013 ialah analisis persoalan dan rasional kebutuhan kurikulum baru dan kerangka konseptual teoretis yang bermasalah sehingga implementasinya pun secara logis bermasalah, bahkan sudah dapat diprediksi jauh hari sebelumnya. Selama persoalan itu belum dibereskan, melaksanakan kurikulum setengah matang seperti tersebut hanya akan menjadikan sekolah, guru, dan siswa sebagai kelinci percobaan dari sebuah kebijakan pendidikan yang tidak didesain dengan matang.

Bila pemerintah memiliki visi jauh ke depan, mestinya lima langkah strategis pengembangan kurikulum itulah yang harus diambil karena langkahlangkah itu menjamin desain kurikulum baru menjadi kurikulum yang berkualitas, lebih kokoh, dan dapat diterima publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar