Langkah
Strategis Revisi Kurikulum 2013
Doni Koesoema A ; Pemerhati Pendidikan
|
MEDIA
INDONESIA, 08 Desember 2014
PEMERINTAH
telah memutuskan bahwa Kurikulum 2013 hanya akan diterapkan secara terbatas
pada 6.221 sekolah di 295 kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. Itu
berarti, pemerintah tetap melanjutkan Kurikulum 2013 yang secara konseptual
dan substansial bermasalah. Selain itu, memberikan pilihan alternatif untuk
sementara kembali ke Kurikulum 2006 dan tidak mewajibkan pelaksanaan
Kurikulum 2013 untuk sekolah yang telah melaksanakan, hal tersebut merupakan
sebuah kebijakan yang lebih baik. Terlepas dari itu semua, hal-hal strategis
tetap harus dilakukan terkait dengan revisi fundamental bangunan Kurikulum
2013 yang sarat dengan permasalahan, mulai dari persoalan konseptual sampai
implementasi praktis.
Ada lima
langkah strategis bila pemerintah ingin mempersiapkan dan mendesain kurikulum
baru sehingga bangunan kurikulum yang sudah dibuat tidak akan mudah dibongkar
pasang saat terjadi perubahan pergantian menteri. Untuk mempersiapkan sebuah
kurikulum baru, menurut saya, ada langkah-langkah strategis yang bisa
dilakukan dalam jangka lima tahun. Apa saja langkah-langkah strategis
fundamental yang perlu dilakukan?
Pertama, pada
tahun pertama, Tim Pusat Kurikulum dan Perbukuan harus berani merevisi secara
total asumsiasumsi dan konsep-konsep dalam Kurikulum 2013 yang sangat
bermasalah. Itu berarti bangunan naskah akademis, mulai dari konsep
kompetensi inti, kompetensi dasar, pemetaan kompetensi dasar, indikator
pembelajaran, silabus, sistem penilaian, baik yang bersifat mikro di kelas
maupun makro, sistem evaluasi pendidikan secara nasional harus dibenahi.
Membenahi
bangunan Kurikulum 2013 yang salah kaprah tidak dapat dilakukan sambil lalu,
seperti yang sekarang ini. Sebab, tidak mungkin melakukan revisi sambil lalu
sementara praksis belajar mengajar di sekolah yang sudah siap tetap
mempergunakan bangunan kurikulum yang bermasalah. Proses revisi akademis itu
membutuhkan waktu sekitar satu tahun bila pemerintah bekerja cepat dengan
melibatkan para akademisi, praktisi, akademisi, dan masyarakat sebagai
pemangku kepentingan pendidikan. Melanjutkan Kurikulum 2013 pada
sekolah-sekolah yang sudah siap, tidak akan mengubah banyak hal bila hal-hal
fundamental tersebut tidak dibereskan. Sebab, sekolah-sekolah itu hanya akan
melaksanakan sebuah bangunan kurikulum yang rapuh. Mestinya, ada moratorium
total pemberhentian Kurikulum 2013, paling tidak selama satu tahun untuk
membereskan konsep dasar bangunan Kurikulum 2013.
Kedua, bila
bangunan Kurikulum 2013 sudah kukuh dan kuat, sudah diuji melalui uji publik
dengan akademisi, praktisi, dan masyarakat, pemerintah menentukan
standar-standar yang dibutuhkan untuk melaksanakan kurikulum baru tersebut,
mengumpulkan para penulis buku agar mampu bekerja mendesain buku pelajaran
sesuai dengan isi bangunan Kurikulum 2013. Analisis dari bedah buku dan
Silabus Kurikulum 2013 menunjukkan fakta mengejutkan bahwa buku dibuat
sebelum ada silabus. Itu berarti, buku didesain tidak melalui alur proses
logis yang benar. Akibatnya, ada kompetensi yang terdapat di silabus, tetapi
tidak ada di dalam buku. Ada yang ada di dalam buku, tetapi tidak ada di
silabus, dan ada yang di dalam silabus dan di dalam buku, tetapi tidak ada di
dalam peraturan menteri. Sembari mendesain buku secara berkualitas,
pemerintah bisa mendesain program pelatihan guru untuk sekolahsekolah
percobaan. Tahap itu membutuhkan waktu satu tahun.
Sekolah percontohan
Pada tahun
kedua, pemerintah sudah memiliki buku-buku mata pelajaran yang masih uji
coba, tetapi sudah didesain secara matang berdasarkan alur logika yang benar
serta sistem pelatihan guru yang efektif dan bermanfaat. Buku yang masih uji
coba itu pun dibedah secara publik dan program untuk pelatihan para pelatih
guru pun sudah dimulai pada tahap itu.
Ketiga, pada
tahun ketiga, pemerintah mulai memilih dan menyeleksi sekolah-sekolah sasaran
yang menjadi pilot project
kurikulum baru. Sebagai sebuah pilot project, kuri kulum diterapkan secara
terba tas di seluruh provinsi di tiga tingkat satuan pendi dikan, yaitu SD,
SMP, SMA atau SMK. Bila mau membuat uji coba secara nasional, di tiap-tiap
kabupaten kota bisa ditunjuk satu sekolah per contohan. Uji coba itu akan efektif
karena buku sudah tersedia, metode pelatihan guru pun sudah ada. Pemerintah
tinggal menguji apakah bangunan kurikulum yang sudah didesain itu teruji atau
tidak.
Metode uji
terbatas itu berbeda secara kualitatif dengan uji coba Kurikulum 2013
sekarang ini karena keseluruhan bangunan Kurikulum 2013 tersebut rapuh dan
bermasalah sehingga apa yang diujicobakan pada sekolah percobaan ialah sebuah
proses belajar mengajar yang dasar-dasar konseptualnya dipertanyakan. Mengadakan
uji coba sebuah kurikulum sebelum bangunan konseptual kurikulum itu sendiri
ditelaah kiranya menjadi sebuah desain pendidikan yang tidak efektif.
Merevisi kurikulum sembari melaksanakan apa yang sudah ada meskipun salah,
itu merupakan sebuah intervensi pendidikan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Uji coba Kurikulum 2013 yang sekarang ini tidak
mungkin dilakukan sebab yang akan diujicobakan ialah bangunan kurikulum lama
dengan kualitas buku-buku yang sarat permasalahan.
Keempat, setelah
melakukan uji coba terbatas di seluruh Indonesia selama satu tahun,
pemerintah perlu mengevaluasi kembali apakah ada hal-hal yang bermasalah dan
tidak sesuai dengan bangunan kurikulum baru yang didesain pemerintah, baik
itu dari segi konsep, metode pengajaran, kualitas dan isi buku, maupun metode
evaluasi pendidikan yang dilakukan. Masukan dan hasil observasi uji kualitas
kurikulum baru tersebut menjadi bahan masukan untuk percobaan tahun kedua
kurikulum baru. Bila temuan di lapangan menunjukkan bangunan kurikulum baru
hanya membutuhkan revisi minor, pemerintah sudah bisa melaksanakan kurikulum
baru tersebut di seluruh Indonesia pada tahun berikutnya.
Kelima, bila
semua proses desain kurikulum yang dilakukan sejak awal telah melalui tahapan
dan proses yang benar, kurikulum baru bisa diterapkan di seluruh Indonesia
sehingga kurikulum itu diterima publik karena telah disosialisasikan,
dibahas, didiskusikan secara akademis, diujikan secara terbatas, dievaluasi,
diuji kembali, dan akhirnya ditetapkan sebagai sebuah kurikulum yang berlaku
secara nasional.
Keputusan
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk menghentikan
implementasi Kurikulum 2013 dan melaksanakannya secara terbatas di
sekolah-sekolah yang telah siap dan sudah melaksanakan Kurikulum 2013 selama
tiga semester akan melahirkan sebuah praksis pendidikan yang bermasalah sebab
bangunan Kurikulum 2013 bermasalah. Mengimplementasi-kan Kurikulum 2013
secara terbatas, berbeda dengan melakukan uji coba di sekolah percontohan
yang alur dan proses desainnya jelas. Hal yang mengkhawatirkan dari proses
pemaksaan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah yang sudah siap dan terbatas
ialah kenyataan bahwa proses revisi dan evaluasi tidak bisa dilakukan sambil
jalan sebab itu akan mempersulit para guru dan siswa di sekolah.
Lebih dari
itu, persoalan Kurikulum 2013 ialah analisis persoalan dan rasional kebutuhan
kurikulum baru dan kerangka konseptual teoretis yang bermasalah sehingga
implementasinya pun secara logis bermasalah, bahkan sudah dapat diprediksi
jauh hari sebelumnya. Selama persoalan itu belum dibereskan, melaksanakan
kurikulum setengah matang seperti tersebut hanya akan menjadikan sekolah,
guru, dan siswa sebagai kelinci percobaan dari sebuah kebijakan pendidikan
yang tidak didesain dengan matang.
Bila
pemerintah memiliki visi jauh ke depan, mestinya lima langkah strategis
pengembangan kurikulum itulah yang harus diambil karena langkahlangkah itu
menjamin desain kurikulum baru menjadi kurikulum yang berkualitas, lebih
kokoh, dan dapat diterima publik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar