Kamis, 11 Desember 2014

Koordinasi Kunci Sukses Tim Tata Kelola Migas

       Koordinasi Kunci Sukses Tim Tata Kelola Migas

A Rinto Pudyantoro ;   Praktisi, Penulis buku A to Z Bisnis Hulu Migas
MEDIA INDONSIA,  10 Desember 2014

                                                                                                                       


BISA terbayang betapa Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri bakal kewalahan karena pekerjaan yang berjibun. Pertama, mereka harus mencarikan `obat' untuk `virus' mafia migas dan, kedua, menyiapkan model tata kelola migas dari hulu hingga hilir.Berikut ini ialah salah satu elemen dalam tata kelola migas yang merupakan bagian terpenting, tetapi selama ini luput dari perhatian.

Harus dimaklumi karena di sisi bisnis hulu migas saja sudah tergambar secara gamblang di depan mata sebegitu banyak persoalan pelik yang sering kali berisiko sehingga membuat `keder' siapa pun yang akan mengambil keputusan.Sinyalnya jelas, yaitu banyak pekerjaan hulu migas yang selesai melebihi waktu yang sudah dijadwalkan.

Ambil contoh, proyek Cepu yang dijadwalkan selesai 2012 mundur ke 2013 dan akhirnya disepakati diperkirakan akan selesai pertengahan 2015. Lalu keputusan terhadap pengelolaan Blok Mahakam yang tak kunjung datang, demikian juga dengan proyek Indonesian Deepwater Development (IDD) yang terkatung-katung. Selain itu, ada banyak pekerjaan eksplorasi yang terpaksa harus dibatalkan karena masalah perpajakan. Padahal, tanpa eksplorasi sudah dapat dipastikan industri hulu migas akan terpuruk.

Apa akar permasalahannya? Jawabannya sederhana, yaitu masalah tata kelola dan struktur pengelolaan dan buruknya koordinasi antarinstansi. Namun, itu di sebelah mana persisnya?

UU Migas

Tata kelola migas sebenarnya tecermin dalam UU Migas. Di situlah tata aturan dan bagaimana migas dikelola dijabarkan dan dirinci. Dengan demikian, usul reformasi tata kelola migas jelas bertautan dengan rancang bangun UU Migas yang saat ini masih dibahas di DPR. Karena itu, usul reformasi migas hendaknya ditujukan juga untuk memperbaiki UU Migas yang baru. Jika tidak, sebagus apa pun usul tata kelola migas tersebut akan percuma jika akhirnya yang dijadikan acuan kerja ialah UU Migas baru yang ternyata mengatur berbeda.

Tata kelola juga berarti satu set aturan yang mengatur tentang siapa melakukan apa dan bagaimana, serta seperti apa setiap pihak yang bertautan berinteraksi. Tata kelola yang baik tentu saja mencakup struktur dan tata hubungan dari semua yang berkepentingan yang memungkinkan mereka bersinergi sehingga memberikan dampak pada optimalisasi manfaat bagi negara.

Di sisi hulu migas, menurut UU Migas disebutkan bahwa (1) penawaran baru wilayah kerja (WK) dan perpanjangan WK dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan, (2) sedangkan pengelolaan sumber daya alam migas dan pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak kerja sama dengan perusahaan minyak dilakukan oleh Badan Pelaksana atau BP Migas sekarang disebut SKK Migas, (3) pada akhir kontrak, WK akan dikembalikan kepada pemerintah, (4) sedangkan Pertamina ditugasi untuk secara profesional mengelola lapangan yang sudah ada (WK Pertamina) dan membantu mendistribusikan kebutuhan energi untuk masyarakat dalam skema public service obligation (PSO).

Ditegaskan dalam UU Migas tersebut bahwa badan pelaksana melaksanakan isi kontrak kerja sama (KKS atau PSC) dan melaksanakan kebijakan pemerintah. Dengan demikian, SKK Migas hanya bertanggung jawab terhadap urusan operasional, sedangkan kebijakan dikeluarkan pemerintah melalui seluruh kementerian tidak terkecuali Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta Kementerian Perhubungan.

Tidak diatur di UU Migas

Sayangnya UU Migas tidak mengatur interaksi antara badan pelaksana dan kementerian-kementerian terkecuali Kementerian ESDM. Padahal, operasional hulu migas saat ini sangat bergantung kepada kebijakan dari berbagai kementerian. Misalnya urusan kapal dan pelabuhan akan berurusan dengan Kementerian Perhubungan karena beberapa lapangan migas memiliki pelabuhan dan menyewa kapal.

Pengeboran migas di darat juga sering kali dioperasikan di area kehutanan sehingga tidak bisa tidak badan pelaksana dan kontraktor yang mengerjakan WK berurusan dengan Kementerian Kehutanan, dan seterusnya. Jadi, sejatinya setiap kementerian yang bersinggungan turut menentukan keberhasilan bisnis hulu migas.

Juga tidak bisa disepelekan kontribusi pemerintah daerah (pemda) terhadap operasi hulu migas. Di masa demokrasi dan otonomi daerah terkadang pemda sangat menentukan berjalan atau tidaknya operasi hulu migas. Pengadaan lahan untuk eksplorasi dan kegiatan pengembangan lapangan akan harus memiliki izin dari pemda setempat. setempat.

Semua orang berharap banyak Tim Reformasi Tata Kelola Migas melakukan pembaharuan dan menghasilkan breaktrough dari kebuntuan atau the bottlenecking yang selama ini menghambat kelancaran operasional migas. Oleh karena itu, jika tim reformasi tata kelola hulu migas dijadikan sarana menuju perubahan, dalam menyusun sistem tata kelola hulu migas harus memper timbangkan pertalian hubungan keselu ruhan instansi atau kementerian dalam pemerintah yang secara jelas-jelas setiap keputusannya berdampak terhadap ke berhasilan operasional hulu.

Inpres No 2 Tahun 2012 pernah lahir dan dikumandangkan. Isinya antara lain permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono supaya seluruh kementerian dan pemda untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencapai tingkat produksi sebesar 1 juta barel di 2014. Inpres itu berakhir sebatas sebagai dokumen negara. Tidak pernah dilaksanakan. Mengapa? Karena rupanya inpres tersebut tidak diikuti dengan aturan dan ketentuan operasional di tingkat kementerian dan pemda.

Selain itu, sekali lagi hal ini menun jukkan struktur tata kelola migas itu cukup dengan SKK Migas, Pertamina, dan Kementerian ESDM. Lalu operasional bisnis hulu migas lantas akan berjalan lancar? Tidak demikian. Tampaknya, semua pihak yang berhubungan dengan bisnis hulu migas ialah bagian dari tata kelola hulu migas.

Tim Reformasi Tata Kelola Migas memang harus diisi mereka yang mumpuni sebab persoalan tata kelola migas tidak berhenti pada masalah mafia migas, tetapi juga mencakup persoalan mencip takan struktur pengelolaan migas yang menjamin koordinasi antarinstansi yang efisien yang bermuara pada optimalisasi hasil migas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar