Koordinasi Kunci
Sukses Tim Tata Kelola Migas
A Rinto Pudyantoro ; Praktisi, Penulis buku A to Z Bisnis Hulu Migas
|
MEDIA
INDONSIA, 10 Desember 2014
BISA
terbayang betapa Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri
bakal kewalahan karena pekerjaan yang berjibun. Pertama, mereka harus
mencarikan `obat' untuk `virus' mafia migas dan, kedua, menyiapkan model tata
kelola migas dari hulu hingga hilir.Berikut ini ialah salah satu elemen dalam
tata kelola migas yang merupakan bagian terpenting, tetapi selama ini luput
dari perhatian.
Harus
dimaklumi karena di sisi bisnis hulu migas saja sudah tergambar secara
gamblang di depan mata sebegitu banyak persoalan pelik yang sering kali
berisiko sehingga membuat `keder' siapa pun yang akan mengambil
keputusan.Sinyalnya jelas, yaitu banyak pekerjaan hulu migas yang selesai
melebihi waktu yang sudah dijadwalkan.
Ambil
contoh, proyek Cepu yang dijadwalkan selesai 2012 mundur ke 2013 dan akhirnya
disepakati diperkirakan akan selesai pertengahan 2015. Lalu keputusan
terhadap pengelolaan Blok Mahakam yang tak kunjung datang, demikian juga
dengan proyek Indonesian Deepwater
Development (IDD) yang terkatung-katung. Selain itu, ada banyak pekerjaan
eksplorasi yang terpaksa harus dibatalkan karena masalah perpajakan. Padahal,
tanpa eksplorasi sudah dapat dipastikan industri hulu migas akan terpuruk.
Apa akar
permasalahannya? Jawabannya sederhana, yaitu masalah tata kelola dan struktur
pengelolaan dan buruknya koordinasi antarinstansi. Namun, itu di sebelah mana
persisnya?
UU Migas
Tata
kelola migas sebenarnya tecermin dalam UU Migas. Di situlah tata aturan dan
bagaimana migas dikelola dijabarkan dan dirinci. Dengan demikian, usul
reformasi tata kelola migas jelas bertautan dengan rancang bangun UU Migas
yang saat ini masih dibahas di DPR. Karena itu, usul reformasi migas
hendaknya ditujukan juga untuk memperbaiki UU Migas yang baru. Jika tidak,
sebagus apa pun usul tata kelola migas tersebut akan percuma jika akhirnya
yang dijadikan acuan kerja ialah UU Migas baru yang ternyata mengatur
berbeda.
Tata
kelola juga berarti satu set aturan yang mengatur tentang siapa melakukan apa
dan bagaimana, serta seperti apa setiap pihak yang bertautan berinteraksi.
Tata kelola yang baik tentu saja mencakup struktur dan tata hubungan dari
semua yang berkepentingan yang memungkinkan mereka bersinergi sehingga
memberikan dampak pada optimalisasi manfaat bagi negara.
Di sisi
hulu migas, menurut UU Migas disebutkan bahwa (1) penawaran baru wilayah
kerja (WK) dan perpanjangan WK dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang
kuasa pertambangan, (2) sedangkan pengelolaan sumber daya alam migas dan
pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak kerja sama dengan perusahaan minyak
dilakukan oleh Badan Pelaksana atau BP Migas sekarang disebut SKK Migas, (3)
pada akhir kontrak, WK akan dikembalikan kepada pemerintah, (4) sedangkan
Pertamina ditugasi untuk secara profesional mengelola lapangan yang sudah ada
(WK Pertamina) dan membantu mendistribusikan kebutuhan energi untuk
masyarakat dalam skema public service
obligation (PSO).
Ditegaskan
dalam UU Migas tersebut bahwa badan pelaksana melaksanakan isi kontrak kerja
sama (KKS atau PSC) dan melaksanakan kebijakan pemerintah. Dengan demikian,
SKK Migas hanya bertanggung jawab terhadap urusan operasional, sedangkan
kebijakan dikeluarkan pemerintah melalui seluruh kementerian tidak terkecuali
Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan
Hidup, serta Kementerian Perhubungan.
Tidak diatur di UU Migas
Sayangnya
UU Migas tidak mengatur interaksi antara badan pelaksana dan
kementerian-kementerian terkecuali Kementerian ESDM. Padahal, operasional
hulu migas saat ini sangat bergantung kepada kebijakan dari berbagai
kementerian. Misalnya urusan kapal dan pelabuhan akan berurusan dengan
Kementerian Perhubungan karena beberapa lapangan migas memiliki pelabuhan dan
menyewa kapal.
Pengeboran
migas di darat juga sering kali dioperasikan di area kehutanan sehingga tidak
bisa tidak badan pelaksana dan kontraktor yang mengerjakan WK berurusan
dengan Kementerian Kehutanan, dan seterusnya. Jadi, sejatinya setiap
kementerian yang bersinggungan turut menentukan keberhasilan bisnis hulu
migas.
Juga
tidak bisa disepelekan kontribusi pemerintah daerah (pemda) terhadap operasi
hulu migas. Di masa demokrasi dan otonomi daerah terkadang pemda sangat
menentukan berjalan atau tidaknya operasi hulu migas. Pengadaan lahan untuk
eksplorasi dan kegiatan pengembangan lapangan akan harus memiliki izin dari
pemda setempat. setempat.
Semua
orang berharap banyak Tim Reformasi Tata Kelola Migas melakukan pembaharuan
dan menghasilkan breaktrough dari
kebuntuan atau the bottlenecking
yang selama ini menghambat kelancaran operasional migas. Oleh karena itu,
jika tim reformasi tata kelola hulu migas dijadikan sarana menuju perubahan,
dalam menyusun sistem tata kelola hulu migas harus memper timbangkan
pertalian hubungan keselu ruhan instansi atau kementerian dalam pemerintah
yang secara jelas-jelas setiap keputusannya berdampak terhadap ke berhasilan
operasional hulu.
Inpres
No 2 Tahun 2012 pernah lahir dan dikumandangkan. Isinya antara lain
permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono supaya seluruh kementerian dan
pemda untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencapai tingkat produksi
sebesar 1 juta barel di 2014. Inpres itu berakhir sebatas sebagai dokumen
negara. Tidak pernah dilaksanakan. Mengapa? Karena rupanya inpres tersebut
tidak diikuti dengan aturan dan ketentuan operasional di tingkat kementerian
dan pemda.
Selain
itu, sekali lagi hal ini menun jukkan struktur tata kelola migas itu cukup
dengan SKK Migas, Pertamina, dan Kementerian ESDM. Lalu operasional bisnis
hulu migas lantas akan berjalan lancar? Tidak demikian. Tampaknya, semua
pihak yang berhubungan dengan bisnis hulu migas ialah bagian dari tata kelola
hulu migas.
Tim
Reformasi Tata Kelola Migas memang harus diisi mereka yang mumpuni sebab
persoalan tata kelola migas tidak berhenti pada masalah mafia migas, tetapi
juga mencakup persoalan mencip takan struktur pengelolaan migas yang menjamin
koordinasi antarinstansi yang efisien yang bermuara pada optimalisasi hasil
migas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar