Selasa, 02 Desember 2014

Indonesia Go Global

                                                 Indonesia Go Global

Firmanzah  ;   Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
KORAN SINDO,  01 Desember 2014

                                                                                                                       


Setelah menunjukkan tren positif ekonomi domestik sepanjang 1990-an, pada 1999 Pemerintah China mengambil langkah strategis yang kemudian menandakan ekspansi masif perusahaan China ke pasar internasional.
Melalui kebijakan yang disebut sebagai Go Out Policy, pemerintah negara itu meluncurkan beberapa skema insentif membantu perusahaan nasional mereka, utamanya BUMN, dalam memanfaatkan semakin terbukanya pasar regional dan global. Upaya sistematis dan kelembagaan membuat banyak perusahaan China yang tadinya hanya pemain lokal menjelma menjadi perusahaan multinasional, terus tumbuh dan membanggakan (flag flyer) bahkan banyak yang masuk dalam 500 Fortune.

Sejumlah insentif dan kebijakan diluncurkan Pemerintah China pada saat itu ditujukan untuk meningkatkan investasi perusahaan dalam bentuk foreign-direct- investment (FDI), diversifikasi produk dan pasar perusahaan China di luar negeri, meningkatkan kualitas produk berstandar internasional, dan memperluas aksesibilitas pembiayaan (financing) di pasar internasional.

Kemudian mempromosikan perusahaan (Chinese Companies) serta Chinese Brand utamanya di Eropa dan Amerika Serikat. Kombinasi antara upaya sistematis dan kelembagaan pemerintah dengan peningkatan kompetensi dan produktivitas perusahaan membuat perusahaan, produk, dan merek dari China tidak hanya merajai pasar domestik, tetapi juga disegani di pasar global.

Sejumlah perusahaan asal China bahkan telah melakukan proses akuisisi yang menggemparkan pasar dunia. Misalnya pada Juni 2009 Sichuan Tengzhong Heavy Industrial Machinery Company mengajukan proposal membeli merek mobil terkenal produksi General Motor yaitu Hummer. Meski kesepakatan pembelian akhirnya tidak terealisasi, langkah tersebut menyadarkan kekuatan finansial, SDM, teknologi, dan administrasi perusahaan China.

Pada Mei 2005 Lenovo membeli divisi personalkomputer IBM. Selain itu, Geely Automobile juga membeli Volvo dari Ford pada 2010 dengan nilai USD1,8 miliar. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan China lain seperti Sinopec, China Mobile Limited, Chinalco, CNOOC, Alibaba, Huawei, and Bank of China Limited secara lebih progresif melakukan ekspansi ke luar negeri (Asia, Afrika, Eropa, Amerika Serikat, dan Amerika Latin) baik melalui strategi ekspansi organik maupun merger-akuisisi.

Melihat pengalaman China dalam menerapkan Go Out Policy, Indonesia memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk menerapkan itu. Terlebih, berkembangnya daya beli dan pasar domestik pascareformasi telah membantu recovery baik BUMN maupun swasta nasional akibat krisis ekonomi 1998.

 Selain itu, menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada Desember 2015, pelaku ekonomi nasional dituntut semakin kompetitif. Strategi dan kebijakan nasional perlu diarahkan tidak hanya memproteksi pasar domestik dari serbuan perusahaan asing dari negara-negara ASEAN, tetapi juga BUMN dan swasta nasional kita perlu memanfaatkan pasar yang terbuka di negara-negara ASEAN. Strategi dan kebijakan Go Out bagi perusahaan nasional bukan berarti diartikan meninggalkan pasar domestik.

Justru dengan memperluas ekspansi operasi di pasar ASEAN secara otomatis meningkatkan kemampuan produksi, teknologi, kompetensi, dan kapabilitas kita. Memang tidak semua perusahaan telah memiliki kemampuan beroperasi di pasar luar negeri. Karena itulah, peran pemerintah dibutuhkan untuk memfasilitasi peningkatan akses, informasi, dan insentif kepada perusahaan nasional.

Kerja sama pemerintah dengan asosiasi dan industri seperti Kadin, Apindo, Hippi, dan Hipmi perlu diintensifkan untuk mendorong dan membantu mereka yang telah siap berekspansi di pasar ASEAN. Sekaligus juga membantu dan meningkatkan kompetensi dari eksportir menjadi pemilik pabrik dan unit produksi di sejumlah negara ASEAN. Meski beberapa BUMN dan perusahaan swasta nasional telah beroperasi di kawasan ASEAN, langkah sistematis dan terpadu untuk meningkatkannya perlu segera kitalakukan.

Misalnya Semen Indonesia mengakuisisi pabrik semen Vietnam Thang Long Cement pada 2012 dan dalam waktu dekat juga berencana mengakuisisi pabrik semen Bangladesh. Selain itu juga pada 2006, Wijaya Karya membuka kantor cabang di Kamboja untuk memanfaatkan peluang proyek pembangunan irigasi, bendungan, bangunan gedung, dan pembangunan jalan tol di negara tersebut.

Meski masih terbatas, bank BUMN kita seperti Bank Mandiri dan BNI telah memiliki kantor cabang di sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan Timor Leste. Selain itu, sejumlah perusahaan swasta nasional seperti Lippo Group, Ciputra, Mustika Ratu, Sinar Mas Land, dan Indofood pun telah hadir dan beroperasi di sejumlah negara ASEAN. Saat ini Indonesia membutuhkan kebijakan nasional yang mengakselerasi ekspansi BUMN dan swasta nasional di negara ASEAN.

Peluang dan potensi pasar di negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Timor Leste, dan Laos perlu dimanfaatkan oleh BUMN dan swasta nasional. Selain memanfaatkan pasar ASEAN melalui kegiatan eksportasi, investasi BUMN dan swasta nasional di negara ASEAN juga dapat menjadi strategi internasionalisasi yang mendekatkan sumber daya danpasar.

Ini juga dilakukan oleh Pemerintah China dalam mengembangkan Go Out Policy yang mendorong perusahaanperusahaan negara itu mencari sumber-sumber pertumbuhan baru di luar China. Untuk dapat melakukan ini, ada baiknya pemerintah membentuk lembaga khusus baik di bawah Kantor Menko Perekonomian atau Kantor Menteri Perdagangan yang fokus mendorong dan memfasilitasi ekspansi perusahaan Indonesia ke ASEAN.

Salah satunya membentuk semacam Komite Indonesia Meng-Global demi memberikan pandangan dan masukan terkait kebijakan yang dibutuhkan pelaku usaha nasional menjadi perusahaan multinasional. Dengan begitu, perusahaan, produk, dan merek nasional tidak hanya dikenal dan menjadi tuan di rumah sendiri, tetapi juga dapat menjadi brand-ambassador di pasar global.

Melalui ekspansi masif baik perluasan pasar, unit produksi, kompetensi, dan kualitas output berstandar internasional, kita juga berharap akan lebih banyak lagi perusahaan nasional yang masuk dalam 500 Fortune.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar