Indonesia
Go Global
Firmanzah ; Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
|
KORAN
SINDO, 01 Desember 2014
Setelah menunjukkan tren positif ekonomi domestik sepanjang 1990-an,
pada 1999 Pemerintah China mengambil langkah strategis yang kemudian
menandakan ekspansi masif perusahaan China ke pasar internasional.
Melalui kebijakan yang disebut sebagai Go Out Policy, pemerintah negara itu meluncurkan beberapa skema
insentif membantu perusahaan nasional mereka, utamanya BUMN, dalam
memanfaatkan semakin terbukanya pasar regional dan global. Upaya sistematis
dan kelembagaan membuat banyak perusahaan China yang tadinya hanya pemain
lokal menjelma menjadi perusahaan multinasional, terus tumbuh dan
membanggakan (flag flyer) bahkan
banyak yang masuk dalam 500 Fortune.
Sejumlah insentif dan kebijakan diluncurkan Pemerintah China pada saat
itu ditujukan untuk meningkatkan investasi perusahaan dalam bentuk
foreign-direct- investment (FDI), diversifikasi produk dan pasar perusahaan
China di luar negeri, meningkatkan kualitas produk berstandar internasional,
dan memperluas aksesibilitas pembiayaan (financing)
di pasar internasional.
Kemudian mempromosikan perusahaan (Chinese
Companies) serta Chinese Brand utamanya di Eropa dan Amerika Serikat.
Kombinasi antara upaya sistematis dan kelembagaan pemerintah dengan
peningkatan kompetensi dan produktivitas perusahaan membuat perusahaan,
produk, dan merek dari China tidak hanya merajai pasar domestik, tetapi juga
disegani di pasar global.
Sejumlah perusahaan asal China bahkan telah melakukan proses akuisisi
yang menggemparkan pasar dunia. Misalnya pada Juni 2009 Sichuan Tengzhong Heavy Industrial Machinery Company mengajukan
proposal membeli merek mobil terkenal produksi General Motor yaitu Hummer. Meski kesepakatan pembelian akhirnya
tidak terealisasi, langkah tersebut menyadarkan kekuatan finansial, SDM,
teknologi, dan administrasi perusahaan China.
Pada Mei 2005 Lenovo membeli divisi personalkomputer IBM. Selain itu, Geely Automobile juga membeli Volvo
dari Ford pada 2010 dengan nilai USD1,8 miliar. Selanjutnya,
perusahaan-perusahaan China lain seperti Sinopec, China Mobile Limited,
Chinalco, CNOOC, Alibaba, Huawei, and Bank of China Limited secara lebih
progresif melakukan ekspansi ke luar negeri (Asia, Afrika, Eropa, Amerika
Serikat, dan Amerika Latin) baik melalui strategi ekspansi organik maupun
merger-akuisisi.
Melihat pengalaman China dalam menerapkan Go Out Policy, Indonesia memiliki peluang dan kesempatan yang
sama untuk menerapkan itu. Terlebih, berkembangnya daya beli dan pasar
domestik pascareformasi telah membantu recovery baik BUMN maupun swasta
nasional akibat krisis ekonomi 1998.
Selain itu, menjelang
pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada Desember 2015, pelaku
ekonomi nasional dituntut semakin kompetitif. Strategi dan kebijakan nasional
perlu diarahkan tidak hanya memproteksi pasar domestik dari serbuan
perusahaan asing dari negara-negara ASEAN, tetapi juga BUMN dan swasta
nasional kita perlu memanfaatkan pasar yang terbuka di negara-negara ASEAN.
Strategi dan kebijakan Go Out bagi
perusahaan nasional bukan berarti diartikan meninggalkan pasar domestik.
Justru dengan memperluas ekspansi operasi di pasar ASEAN secara
otomatis meningkatkan kemampuan produksi, teknologi, kompetensi, dan
kapabilitas kita. Memang tidak semua perusahaan telah memiliki kemampuan
beroperasi di pasar luar negeri. Karena itulah, peran pemerintah dibutuhkan
untuk memfasilitasi peningkatan akses, informasi, dan insentif kepada
perusahaan nasional.
Kerja sama pemerintah dengan asosiasi dan industri seperti Kadin,
Apindo, Hippi, dan Hipmi perlu diintensifkan untuk mendorong dan membantu
mereka yang telah siap berekspansi di pasar ASEAN. Sekaligus juga membantu
dan meningkatkan kompetensi dari eksportir menjadi pemilik pabrik dan unit
produksi di sejumlah negara ASEAN. Meski beberapa BUMN dan perusahaan swasta
nasional telah beroperasi di kawasan ASEAN, langkah sistematis dan terpadu
untuk meningkatkannya perlu segera kitalakukan.
Misalnya Semen Indonesia mengakuisisi pabrik semen Vietnam Thang Long
Cement pada 2012 dan dalam waktu dekat juga berencana mengakuisisi pabrik
semen Bangladesh. Selain itu juga pada 2006, Wijaya Karya membuka kantor
cabang di Kamboja untuk memanfaatkan peluang proyek pembangunan irigasi,
bendungan, bangunan gedung, dan pembangunan jalan tol di negara tersebut.
Meski masih terbatas, bank BUMN kita seperti Bank Mandiri dan BNI telah
memiliki kantor cabang di sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia,
Brunei, dan Timor Leste. Selain itu, sejumlah perusahaan swasta nasional
seperti Lippo Group, Ciputra, Mustika Ratu, Sinar Mas Land, dan Indofood pun
telah hadir dan beroperasi di sejumlah negara ASEAN. Saat ini Indonesia
membutuhkan kebijakan nasional yang mengakselerasi ekspansi BUMN dan swasta
nasional di negara ASEAN.
Peluang dan potensi pasar di negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia,
Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Timor Leste, dan Laos perlu
dimanfaatkan oleh BUMN dan swasta nasional. Selain memanfaatkan pasar ASEAN
melalui kegiatan eksportasi, investasi BUMN dan swasta nasional di negara
ASEAN juga dapat menjadi strategi internasionalisasi yang mendekatkan sumber
daya danpasar.
Ini juga dilakukan oleh Pemerintah China dalam mengembangkan Go Out
Policy yang mendorong perusahaanperusahaan negara itu mencari sumber-sumber
pertumbuhan baru di luar China. Untuk dapat melakukan ini, ada baiknya
pemerintah membentuk lembaga khusus baik di bawah Kantor Menko Perekonomian
atau Kantor Menteri Perdagangan yang fokus mendorong dan memfasilitasi
ekspansi perusahaan Indonesia ke ASEAN.
Salah satunya membentuk semacam Komite
Indonesia Meng-Global demi memberikan pandangan dan masukan terkait
kebijakan yang dibutuhkan pelaku usaha nasional menjadi perusahaan
multinasional. Dengan begitu, perusahaan, produk, dan merek nasional tidak
hanya dikenal dan menjadi tuan di rumah sendiri, tetapi juga dapat menjadi brand-ambassador di pasar global.
Melalui ekspansi masif baik perluasan pasar, unit produksi, kompetensi,
dan kualitas output berstandar internasional, kita juga berharap akan lebih
banyak lagi perusahaan nasional yang masuk dalam 500 Fortune. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar