Senin, 01 Desember 2014

Hitam Putih

                                                             Hitam Putih

Trias Kuncahyono  ;   Penulis kolom “KREDENSIAL” Kompas Minggu
KOMPAS,  30 November 2014

                                                                                                                       


Ingat lagunya Michael Jackson ”Black or White”? Lagu yang dirilis pada 5 November 1991 itu ada bagian syairnya yang berbunyi ...It don’t matter if you’re black or white..., tak jadi soal hitam atau putih. Pesan yang ingin disampaikan oleh Michael Jackson demikian benderang, demikian jelas.

Jauh tahun sebelumnya, di Philadelphia, lebih dari 200 tahun silam, berkumpullah para utusan dari 12 negara bagian Amerika Serikat. Mereka menginginkan lahirnya suatu pemerintahan yang demokratis, di mana kebebasan, keadilan, dan persamaan hak dapat berkembang.

Keinginan itu lalu dituangkan dalam apa yang sekarang disebut Konstitusi Amerika Serikat. Dalam konstitusi ini tergambar jelas bagaimana seharusnya pemerintahan berjalan, tergambar pula kekuasaan apa saja yang tidak boleh dimiliki pemegang kekuasaan.

Konstitusi Amerika Serikat diciptakan dengan prinsip, kekuasaan pemerintah diperoleh seluruhnya dari rakyat. Selain itu, dijelaskan juga, Konstitusi dibentuk dengan mengakui adanya kepentingan bersama dan menghalangi bangkitnya sistem pemerintahan yang kejam. Seorang ahli konstitusi pernah berkata, konstitusi sebuah negara haruslah merupakan catatan kehidupan sebuah bangsa sekaligus mimpi-mimpi yang belum terselesaikan.

Oleh karena itu, konstitusi ibarat sebuah otobiografi nasional yang mencerminkan kemajemukan sebuah masyarakat jika memang masyarakatnya majemuk. Umpama kata, tidaklah bisa sebuah konstitusi yang digunakan untuk masyarakat yang bermacam-macam agama hanya mengakui satu agama dan menyingkirkan agama-agama lainnya.

Konstitusi juga harus menuliskan visi seluruh masyarakat. Selain itu, juga harus bisa meyakinkan masyarakatnya bahwa dengan sistem sebagaimana diatur dalam konstitusi tersebutlah semua mimpi dan tujuan seluruh masyarakat akan dicapai.

Sebut saja konstitusi baru Afrika Selatan setelah dihapusnya politik apartheid. Konstitusi yang disahkan pada 1996 ini jelas menandai lahirnya kembali negeri tersebut. ”Inilah hari kelahiran bangsa Afrika Selatan yang multiras seperti pelangi. Hari ini Afrika Selatan benar-benar telah lahir,” kata Ketua Majelis Nasional Cyril Ramaphosa ketika itu.

”Kita ingin memberikan hidup kita untuk negara yang baru ini, sebuah negara di mana semua rakyatnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dan bebas,” lanjutnya.

Cerita Konstitusi Amerika Serikat memang sangat indah, demikian pula cerita Konstitusi Afrika Selatan. Namun, lihatlah apa yang terjadi pada 9 Agustus lalu, seorang polisi kulit putih di Ferguson, Missouri, menembak remaja kulit hitam, Michael Brown, hingga tewas. Tewasnya Michael Brown telah memicu pecahnya kerusuhan bernuansa rasial.

Kerusuhan rasial di Ferguson itu bukan kali pertama terjadi di Amerika Serikat, negara yang memproklamasikan dirinya sebagai panglima demokrasi, sebagai pembela utama hak-hak asasi manusia. Inilah ironinya Amerika Serikat. Sebenarnya semua pihak tahu bahwa masih ada persoalan yang mengganjal antara orang kulit putih dan hitam atau kulit berwarna di negeri itu. Hanya saja, persoalannya adalah semua diam, diam terhadap ketidakadilan, diam terhadap tindakan berbau, bernada rasialis, rasis.

Rasanya, hal seperti itu juga terjadi di negeri kita ini. Banyak pihak diam melihat ketidakadilan etnis dan agama, pura-pura tidak tahu, tidak melihat, dan mencari aman sendiri. Diam, melihat hitam dibilang putih, putih dibilang hitam atau malah ikut bilang hitam padahal putih, bilang putih padahal hitam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar