Hitam
Putih
Trias Kuncahyono ; Penulis kolom “KREDENSIAL” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
30 November 2014
Ingat
lagunya Michael Jackson ”Black or
White”? Lagu yang dirilis pada 5 November 1991 itu ada bagian syairnya
yang berbunyi ...It don’t matter if
you’re black or white..., tak jadi soal hitam atau putih. Pesan yang
ingin disampaikan oleh Michael Jackson demikian benderang, demikian jelas.
Jauh
tahun sebelumnya, di Philadelphia, lebih dari 200 tahun silam, berkumpullah
para utusan dari 12 negara bagian Amerika Serikat. Mereka menginginkan
lahirnya suatu pemerintahan yang demokratis, di mana kebebasan, keadilan, dan
persamaan hak dapat berkembang.
Keinginan
itu lalu dituangkan dalam apa yang sekarang disebut Konstitusi Amerika
Serikat. Dalam konstitusi ini tergambar jelas bagaimana seharusnya
pemerintahan berjalan, tergambar pula kekuasaan apa saja yang tidak boleh
dimiliki pemegang kekuasaan.
Konstitusi
Amerika Serikat diciptakan dengan prinsip, kekuasaan pemerintah diperoleh
seluruhnya dari rakyat. Selain itu, dijelaskan juga, Konstitusi dibentuk
dengan mengakui adanya kepentingan bersama dan menghalangi bangkitnya sistem
pemerintahan yang kejam. Seorang ahli konstitusi pernah berkata, konstitusi
sebuah negara haruslah merupakan catatan kehidupan sebuah bangsa sekaligus
mimpi-mimpi yang belum terselesaikan.
Oleh
karena itu, konstitusi ibarat sebuah otobiografi nasional yang mencerminkan
kemajemukan sebuah masyarakat jika memang masyarakatnya majemuk. Umpama kata,
tidaklah bisa sebuah konstitusi yang digunakan untuk masyarakat yang
bermacam-macam agama hanya mengakui satu agama dan menyingkirkan agama-agama
lainnya.
Konstitusi
juga harus menuliskan visi seluruh masyarakat. Selain itu, juga harus bisa
meyakinkan masyarakatnya bahwa dengan sistem sebagaimana diatur dalam
konstitusi tersebutlah semua mimpi dan tujuan seluruh masyarakat akan
dicapai.
Sebut
saja konstitusi baru Afrika Selatan setelah dihapusnya politik apartheid. Konstitusi
yang disahkan pada 1996 ini jelas menandai lahirnya kembali negeri tersebut.
”Inilah hari kelahiran bangsa Afrika Selatan yang multiras seperti pelangi.
Hari ini Afrika Selatan benar-benar telah lahir,” kata Ketua Majelis Nasional
Cyril Ramaphosa ketika itu.
”Kita
ingin memberikan hidup kita untuk negara yang baru ini, sebuah negara di mana
semua rakyatnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dan bebas,” lanjutnya.
Cerita
Konstitusi Amerika Serikat memang sangat indah, demikian pula cerita Konstitusi
Afrika Selatan. Namun, lihatlah apa yang terjadi pada 9 Agustus lalu, seorang
polisi kulit putih di Ferguson, Missouri, menembak remaja kulit hitam,
Michael Brown, hingga tewas. Tewasnya Michael Brown telah memicu pecahnya
kerusuhan bernuansa rasial.
Kerusuhan
rasial di Ferguson itu bukan kali pertama terjadi di Amerika Serikat, negara
yang memproklamasikan dirinya sebagai panglima demokrasi, sebagai pembela
utama hak-hak asasi manusia. Inilah ironinya Amerika Serikat. Sebenarnya
semua pihak tahu bahwa masih ada persoalan yang mengganjal antara orang kulit
putih dan hitam atau kulit berwarna di negeri itu. Hanya saja, persoalannya
adalah semua diam, diam terhadap ketidakadilan, diam terhadap tindakan
berbau, bernada rasialis, rasis.
Rasanya, hal seperti itu juga terjadi di negeri kita ini. Banyak pihak
diam melihat ketidakadilan etnis dan agama, pura-pura tidak tahu, tidak
melihat, dan mencari aman sendiri. Diam, melihat hitam dibilang putih, putih
dibilang hitam atau malah ikut bilang hitam padahal putih, bilang putih
padahal hitam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar