Senin, 15 Desember 2014

Gempa Jawa 1921

                                Mengungkap Gempa Jawa 1921

Daryono  ;   Peneliti Muda Bidang Geofisika
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
KORAN JAKARTA,  13 Desember 2014

                                                                                                                       


Secara tektonik, letak geografis Indonesia berada di zona pertemuan tiga lempeng utama dunia, yakni Indoaustralia, Eurasia, dan Pasifik. Konsekuensinya, Indonesia akan selalu menjadi daerah sangat rawan bencana akibat faktor geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung api. Secara regional, zona selatan Pulau Jawa merupakan daerah dengan tingkat aktivitas kegempaan sangat tinggi.

Berdasarkan catatan sejarah kegempaan Jawa, di daerah ini sering terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Kondisi itu harus membuat masyarakat semakin memahami arti penting upaya mitigasi. Salah satu peristiwa yang hingga kini masih misteri karena belum banyak diungkap para ahli adalah gempa bumi Jawa 1921.

Catatan sejarah kegempaan menunjukkan, pada tanggal 11 September 1921 pukul 11.00 WIB, terjadi gempa kuat dengan episenter di Samudera Hindia, selatan Pulau Jawa. Koordinat episenter dan magnitudonya menurut Gutenberg dan Richter (1954) terletak pada itik 11o LS-111o BT dengan kekuatan M adalah 7,5 Skala Richter.

Jika ditinjau kondisi sekarang, pusatnya di antara pusat gempa bumi pembangkit tsunami Banyuwangi 1994 dan Pangandaran 2006. Selain Gutenberg dan Richter (1954), ahli seismologi lain, Visser (1922), menentukan lokasi episenter pada koordinat 12,4o LS-110,8o BT.

Berdasarkan hasil penelitian terbaru, Okal (2012) telah merelokasi episenter. Dia berupaya mengungkap mekanisme sumber gempa Jawa 1921 dengan mengumpulkan beberapa data seismogram kuno, termasuk yang tercatat pada seismograf Wiechert di Stasiun Geofisika Jakarta. Selain menggunakan data seismograf Wiechert (Gambar 1) dan menyebutnya sebagai stasiun BAT (Batavia), Okal (2012) mengumpulkan data seismogram kuno lain.

Beberapa seismogram kuno yang dicari dan akhirnya berhasil ditemukan, di antaranya seismogram dari stasiun API (Apia, Samoa), CTO (Capetown, Afrika Selatan), DBN (De Bilt, Netherland). Kemudian, GTT (Gottingen), PAR (Paris), (Riverview, Australia), STR (Strasbourg, Prancis), dan TOK (Tokyo, Jepang).

Berdasarkan hasil relokasi terungkap, gempa Jawa 1921 termasuk dalam jenis intraplate dengan episenter di zona outerrise, sebelah selatan Palung Jawa pada titik koordinat 10,81o LS-111,45o BT.

Kedalamannya, hiposenter 30 kilometer. Tidak hanya merelokasi episenter, Okal (2012) juga menentukan mekanisme sumber dari gempa Jawa 1921.

Hasil analisis focal mechanism menggunakan data gerakan awal gelombang P akhirnya mengungkap bahwa gempa 1921 terjadi karena deformasi kerak bumi di dasar laut dengan mekanisme kombinasi antara sesar mendatar dan naik (dominasi pergerakan arah mendatar), dengan parameter sesar strike=150o, dip=75o, dan slip 28o.

Menurut laporan Visser (1922), spektrum getaran dari gempa Jawa 1921 ini sangat luas hingga sejauh 1.500 kilometer. Ke barat getaran dirasakan hingga Krui, Lampung Barat. Ke timur getaran hingga Taliwang, Sumbawa.

Warga saat itu merasakan guncangan kuat dari Cilacap, Jateng hingga Wlingi, Blitar. Laporan Soloviev dan Go (1984) tidak merinci kerusakan dan korban jiwa secara lengkap.

Tetapi laporan secara kualitatif menunjukkan bahwa di zona antara Cilacap dan Blitar dilaporkan banyak bangunan rumah roboh dan retak-retak.

Getaran diperkirakan selama satu hingga empat menit. Guncangan juga dirasakan para awak kapal SS Salawati yang sedang berlayar di lepas pantai selatan Malang di titik koordinat 8,68o LS-112,37o BT.

Guncangan tampaknya sebuah fenomena yang dapat diinterpretasikan sebagai gelombang tsunami yang menumbuk badan kapal. Secara singkat, tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan perioda panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif pada medium laut.

Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsif ini bersifat transien atau gelombang bersifat sesaat. Maka, kedatangan gelombang tsunami karena gempa kuat di lautan dapat dirasakan awak kapal.

Menurut laporan Soloviev dan Go (1984), gempa bumi Jawa 1921 telah memicu tsunami yang terpantau peralatan di Parangtritis hingga Cilacap.

Data perubahan muka laut akibat tsunami tercacat dengan jelas pada peralatan pencatat pasang surut. Gelombang tsunami di Cilacap mulai pukul 12.15 WIB dengan ketinggian 10 cm. Data marigram tsunami Jawa 1921 yang didokumentasikan Visser (1922) masih tersimpan dengan baik dan dapat dilihat pada Soloviev dan Go (1984).

Data Kuno

Semua sadar akan manfaat besar data kuno hasil pengamatan para pendahulu. Data lama tidak berarti harus dilupakan atau dibuang karena warisan berharga.

Dalam hal ini, Okal (2012), ahli seismologi Amerika, berhasil memanfaatkan data gempa bumi kuno seismogram Wiechert tahun 1921. Data kuno ini untuk menentukan ulang lokasi episenter menjadi lebih akurat. Dia juga sekaligus untuk mengungkap mekanisme sumber gempa yang masih misteri bagi para ahli kebumian.

Dari sisi mitigasi, penelitian Okal (2012) yang dipublikasikan dalam jurnalnya berjudul “The South of Java Earthquake of 1921 September 11: a negative search a large interpolate thrust event at the Java Trench” telah memberi petunjuk penting, zona outerrie di selatan Jawa merupakan sumber gempa yang patut diwaspadai.

Outerrise merupakan unsur tektonik terletak di luar zona subduksi. Selama ini kita menjadikan zona outerrise sebagai kawasan sumber gempa yang terabaikan. Masih banyak misteri semesta di masa lampau yang perlu diungkap dan dicari jawabannya.

Kesungguhan dan kegigihan memanfaat data lama untuk menjawab fenomena alam masa lalu perlu digalakkan para peneliti, demi kehidupan ke depan yang lebih baik. Mengenali peristiwa bencana pada masa lalu dapat menjadi dasar strategi mitigasi jitu untuk keselamatan masa depan anak cucu.

Dengan begitu, data apa pun hasil pengamatan harus dijaga dan didokumentasikan dengan baik. Terakhir, apresiasi dan penghormatan pada Professor Emile A Okal dari Deparment Earth and Planetary Sciences, Northwestern University, Evanston, Amerika. Berkat kegigihan mencari, mengumpulkan, dan meneliti data gempa kuno Indonesia mampu mengungkap sedikit demi sedikit misterinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar